
Muamalat.co.id JAKARTA – Prospek saham perbankan berkapitalisasi besar atau saham bank blue chip di Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin cemerlang. Para analis secara kompak merekomendasikan investor untuk membeli saham emiten-emiten tersebut, mengingat potensi lonjakan harga yang signifikan. Prediksi kenaikan ini didorong oleh dua sentimen positif utama: pemotongan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan kucuran dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun.
Saham blue chip sendiri merupakan saham lapis satu yang sudah teruji dan memiliki rekam jejak panjang di pasar modal. Karakteristik utamanya adalah berasal dari perusahaan dengan fundamental keuangan yang sangat kuat, serta memiliki nilai kapitalisasi pasar yang masif, sering kali mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah atau lebih. Di BEI, saham blue chip acap kali menjadi penghuni indeks-indeks mayor bergengsi seperti LQ45. Lantas, saham blue chip apa saja yang menjadi rekomendasi beli oleh para pakar investasi?
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, memberikan rekomendasi beli untuk sejumlah saham bank pilihan:
- Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 10.000 per saham.
- Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan target harga Rp 5.200 per saham.
- Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 4.000 per saham.
- Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan target harga Rp 4.500 per saham.
Senada, Faid Asad, Analyst Maybank Sekuritas, juga merekomendasikan beli saham BBRI, dengan target harga yang lebih tinggi, yakni di level Rp 4.900 per saham.
Sentimen positif ini telah tercermin dari pergerakan harga saham bank-bank tersebut di pasar. Terpantau, saham BBRI melesat impresif 8,76% dalam sepekan terakhir, mencapai level Rp 4.220 per saham pada Rabu (17/9/2025). Kinerja positif juga ditunjukkan oleh saham BMRI yang tumbuh 2,50% ke level Rp 4.510 per saham dalam periode yang sama. Tidak ketinggalan, saham BBNI melonjak 8,54% ke level Rp 4.450 per saham dalam sepekan terakhir. Bahkan, saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) turut naik 9,02% menjadi Rp 1.390 per saham dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) melonjak 6% ke level Rp 2.650 per saham sejak sepekan lalu.
Sentimen positif saham bank blue chip
Lonjakan harga saham sektor perbankan ini didorong oleh kebijakan pemerintah yang strategis. Pemerintah telah memindahkan dana mengendap di Bank Indonesia (BI) senilai Rp 200 triliun kepada bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Langkah ini berpotensi memberikan dampak signifikan dan positif bagi saham-saham di sektor perbankan, terutama bagi bank-bank penerima dana tersebut. Selain itu, emiten perbankan juga diuntungkan oleh sentimen penurunan suku bunga acuan atau BI Rate yang kembali dilakukan oleh Bank Indonesia menjadi 4,75%.
Dalam pekan ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menyalurkan dana milik negara senilai Rp 200 triliun yang sebelumnya tersimpan di BI kepada lima bank Himbara: Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Suntikan dana ini bertujuan untuk memperkuat likuiditas bank dan mendorong pertumbuhan kredit. Kendati demikian, terdapat batasan penting: bank-bank Himbara tidak diperkenankan menggunakan dana tersebut untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) juga telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75% berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu, 17 September 2025. Secara teoritis, kebijakan BI rate ini akan memungkinkan emiten-emiten bank memperoleh biaya dana (cost of fund) yang lebih rendah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan profitabilitas.
Menurut Harry Su, penyaluran dana Rp 200 triliun oleh pemerintah kepada emiten-emiten Himbara akan memberikan dampak positif yang substansial. Penyaluran ini tidak hanya berpotensi meningkatkan likuiditas perbankan, tetapi juga diproyeksikan dapat menurunkan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) bank dari 93,5% menjadi 89,6%. Penurunan LDR ini akan membuka ruang lebih besar bagi perbankan untuk menyalurkan kredit. Namun, Harry Su juga mengingatkan adanya risiko, “Jika kredit disalurkan ke sektor berisiko, non-performing loan (NPL) bisa meningkat serta menekan kualitas aset dan margin bank,” ujarnya pada Rabu (17/9/2025).
Menambahkan analisis, Faid Asad dari Maybank Sekuritas menjelaskan bahwa emiten Himbara berpeluang merasakan dampak paling awal dari penyaluran dana Rp 200 triliun, terutama karena bertepatan dengan momentum pemangkasan suku bunga acuan BI. Namun, pada akhirnya, seluruh industri perbankan akan turut merasakan dampak positif dari pengurangan kompetisi pendanaan, yang akan berkontribusi pada penurunan biaya pendanaan bagi para pelaku usaha. Faid Asad juga berpendapat bahwa jika emiten Himbara tidak dapat sepenuhnya menyalurkan dana negara sebesar Rp 200 triliun, mereka masih dapat mengoptimalkannya dengan mengurangi porsi dana mahal yang dimiliki, sehingga akan terjadi perbaikan margin. “Menurut kami, kebijakan ini merupakan gerakan yang positif ke sektor perbankan, tetapi kalau ada pelemahan rupiah, asing cenderung melakukan aksi jual,” tukasnya pada Rabu (17/9/2025).
Secara keseluruhan, Harry Su berpandangan bahwa prospek saham bank tetap menjanjikan, didukung oleh peningkatan likuiditas dan fase penurunan suku bunga acuan BI. Meskipun demikian, risiko-risiko seperti potensi penurunan kualitas aset, perlambatan pertumbuhan kredit, dan tekanan jual asing tetap menjadi faktor yang perlu dicermati oleh investor. Dari semua pertimbangan tersebut, Harry Su secara khusus memilih saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai preferensinya, mengingat kualitas asetnya yang unggul, franchise Current Account Savings Account (CASA) yang tinggi, serta Return on Equity (ROE) tertinggi di sektor perbankan yang mencapai 25,2%.
Ringkasan
Analis merekomendasikan investor untuk membeli saham bank blue chip di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena potensi kenaikan harga yang didorong oleh pemotongan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan kucuran dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun. Beberapa saham yang direkomendasikan antara lain BBCA, BMRI, BBRI, dan BBNI dengan target harga yang telah ditentukan. Kenaikan harga saham sektor perbankan ini didorong oleh kebijakan pemerintah yang memindahkan dana mengendap di Bank Indonesia (BI) kepada bank-bank Himbara.
Penyaluran dana Rp 200 triliun oleh pemerintah kepada emiten-emiten Himbara akan meningkatkan likuiditas perbankan, tetapi juga berpotensi meningkatkan non-performing loan (NPL) jika kredit disalurkan ke sektor berisiko. Bank Indonesia (BI) juga telah memangkas suku bunga acuan menjadi 4,75%, yang akan memungkinkan emiten bank memperoleh biaya dana yang lebih rendah dan meningkatkan profitabilitas. Secara keseluruhan, prospek saham bank tetap menjanjikan, namun investor perlu mencermati risiko-risiko seperti potensi penurunan kualitas aset dan tekanan jual asing.