Muamalat.co.id JAKARTA. Awal perdagangan tanggal 1 September menjadi momen yang kurang menguntungkan bagi pasar modal Indonesia, ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung terperosok lebih dari 2%. Penurunan signifikan ini sejalan dengan gejolak yang melanda bursa regional Asia, menandakan sentimen negatif yang menyeluruh.
Data dari RTI pada pukul 09.05 WIB menunjukkan, IHSG tergelincir tajam sebesar 2,77%, setara dengan 217,055 poin, hingga mencapai level 7.613.438. Dominasi tekanan jual sangat terasa, dengan 629 saham ambruk, berbanding jauh dengan hanya 20 saham yang mampu menguat dan 27 saham yang stagnan. Aktivitas perdagangan pagi itu mencatatkan total volume 4,2 miliar saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 3,55 triliun.

Koreksi yang terjadi bersifat merata dan menyeluruh, tercermin dari seluruh 11 indeks sektoral yang memerah pada pagi hari itu. Tiga sektor yang mengalami penurunan terdalam adalah IDX-Trans dengan koreksi 3,57%, disusul IDX-Cyclic 3,32%, dan IDX-Techno yang anjlok 3,17%.
Dalam daftar LQ45, beberapa saham unggulan ikut terseret dalam gelombang penurunan. Saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menjadi salah satu yang paling terpukul, turun 4,53% ke level Rp 1.160. Disusul oleh PT Indosat Tbk (ISAT) yang terkoreksi 4,46% menjadi Rp 1.930, dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) melemah 4,07% ke Rp 590. Di tengah tekanan jual yang masif, hanya PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berhasil mencatatkan penguatan, naik 1,64% ke Rp 3.090, menjadi satu-satunya saham LQ45 yang bergerak di zona hijau.
Menurut seorang analis dari Panin Sekuritas, pelemahan IHSG tak lepas dari tren koreksi yang melanda pasar saham regional secara umum. Para investor tampak berhati-hati, terus menimbang berbagai faktor eksternal seperti dampak perang dagang, kebijakan tarif Amerika Serikat yang bergejolak, dan bayang-bayang ketidakpastian pemulihan ekonomi global. Sentimen negatif ini diperparah dengan kinerja bursa Asia lainnya; Indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 1,94%, Hang Seng Hong Kong melemah 1,52%, dan Kospi Korea Selatan terkoreksi 1,01%.
Tak hanya dari kancah global, sentimen domestik juga turut memperkeruh suasana di pasar saham. Aksi demonstrasi yang terjadi di Jakarta menambah beban psikologis bagi para investor, memicu kekhawatiran yang berdampak pada keputusan investasi. Ketidakpastian politik dan sosial di dalam negeri memang seringkali menjadi faktor penekan tambahan yang memperparah fluktuasi pergerakan pasar saham.
Melihat kondisi ini, para investor cenderung mengambil sikap ‘wait and see‘ menjelang rilis data tenaga kerja Amerika Serikat pada akhir pekan ini. Data krusial ini akan menjadi penentu penting bagi arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve ke depan. Sebagaimana disampaikan oleh analis, peluang penurunan suku bunga AS dapat terbuka lebih lebar jika data tenaga kerja menunjukkan pelemahan signifikan, yang tentu saja akan menjadi sentimen positif bagi pasar global. Namun, untuk saat ini, kehati-hatian masih menjadi sikap dominan di kalangan investor, menunggu kejelasan arah ekonomi global.