
JAKARTA — Seluruh mata kini tertuju pada Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Oktober 2025 pada hari ini, Rabu (22/10/2025). Pengumuman ini sangat dinantikan karena akan menentukan arah suku bunga kebijakan, atau yang dikenal sebagai BI Rate, untuk satu bulan ke depan, memberikan sinyal penting bagi pasar keuangan dan perekonomian nasional.
Antisipasi pasar mengenai keputusan suku bunga BI kali ini sangat kuat. Berdasarkan konsensus ekonom yang dihimpun oleh Bloomberg, mayoritas analis, yaitu 29 dari 37 ekonom, memproyeksikan Bank Indonesia akan memangkas suku bunga kebijakan sebesar 25 basis poin, sehingga BI Rate akan turun ke level 4,50%. Sementara itu, delapan ekonom lainnya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di 4,75%. Jika proyeksi mayoritas ekonom ini terwujud, ini akan menandai pemotongan BI Rate untuk empat bulan beruntun, mencerminkan pergeseran signifikan dalam orientasi kebijakan moneter.
Memang, sejak dimulainya pemerintahan Prabowo-Gibran, terlihat adanya pergeseran tren kebijakan moneter dari Bank Indonesia. Sebelumnya, fokus utama BI adalah pengetatan kebijakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan menahan laju inflasi. Namun, kini arah kebijakan moneter lebih cenderung untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi, sejalan dengan target ambisius Prabowo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8% pada tahun 2029.
Dalam kurun waktu setahun terakhir, Bank Indonesia telah secara agresif menurunkan suku bunga kebijakan sebanyak 150 basis poin, dari 6,25% menjadi 4,75%. Ini merupakan perubahan drastis dibandingkan periode awal 2023 hingga akhir 2024, di mana Bank Indonesia mempertahankan suku bunga tinggi di kisaran 5,75% hingga 6,25% demi menjaga stabilitas ekonomi.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, secara terbuka mengakui bahwa orientasi kebijakan moneter saat ini diarahkan untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. Beliau menilai bahwa kapasitas pertumbuhan ekonomi nasional masih belum optimal, sehingga dorongan terhadap permintaan domestik menjadi prioritas. “Dari sisi Bank Indonesia, melalui sinergitas, semua kebijakan kami memang telah all out [habis-habisan] untuk pro growth [mendukung pertumbuhan] dengan tetap menjaga stabilitas,” ujar Perry dalam konferensi pers hasil RDG BI September 2025 secara daring, Rabu (17/9/2025), menggarisbawahi komitmen BI terhadap pertumbuhan ekonomi tanpa mengabaikan stabilitas.
Antara Pro-Pertumbuhan dan Stabilitas Moneter
Meskipun fokus pada pertumbuhan, Bank Indonesia juga memiliki mandat ganda untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi. Dilema inilah yang menjadi pusat perdebatan di kalangan ekonom.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyoroti data penjualan surat berharga negara (SBN) yang signifikan oleh investor asing. Dalam satu bulan terakhir (17 September–17 Oktober 2025), tercatat arus modal keluar senilai US$1,88 miliar. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI, Teuku Riefky, menyebut arus modal keluar asing ini sebagai anomali. Pasalnya, bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve atau The Fed, justru melakukan pemangkasan suku bunga kebijakannya untuk pertama kali pada tahun ini, dari 4,50%—4,75% menjadi 4,25%—4,50%.
“Meskipun penurunan suku bunga oleh The Fed biasanya mendorong aliran modal masuk ke negara berkembang, kali ini justru terjadi arus modal keluar besar-besaran dari Indonesia,” ujar Riefky dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025). Hal ini mengindikasikan adanya kekhawatiran investor terhadap kondisi domestik Indonesia.
Selain itu, LPEM juga mencatat kurs Rupiah berada di level Rp16.577 per dolar AS pada 17 Oktober 2025. Sepanjang tahun berjalan (YtD), kurs Rupiah melemah 3,05%, menjadikannya yang terburuk di antara negara-negara setara lainnya, kecuali Peso Argentina (terdepresiasi 41,4% YtD) dan Lira Turki (terdepresiasi 18,6% YtD). Kondisi ini diperparah oleh inflasi September 2025 yang mencapai 2,65% secara tahunan (YoY), menjadi nilai tertinggi sepanjang tahun, meskipun masih dalam target BI (1,5%–3,5%). Dengan berbagai alasan tersebut, LPEM mendorong agar BI menahan suku bunga kebijakan di level 4,75% pada bulan ini.
“Menahan suku bunga kebijakan pada level saat ini, dibandingkan melakukan pemangkasan lebih lanjut, tidak hanya akan meredakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah, tetapi juga dapat meredam persepsi mengenai terkikisnya independensi Bank Indonesia,” tegas Riefky, menekankan pentingnya menjaga kredibilitas BI.
Senada dengan LPEM, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), David Sumual, memperkirakan Bank Indonesia akan menahan suku bunga kebijakan setelah tiga bulan sebelumnya dipangkas berturut-turut. David melihat langkah BI yang terus-menerus memangkas suku bunga dalam beberapa bulan terakhir sebagai langkah antisipasi pemangkasan Fed Fund Rate. Namun, ia mencatat terjadi arus keluar modal asing yang cukup besar di instrumen surat berharga negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Oleh sebab itu, David menilai BI perlu menstabilkan nilai tukar Rupiah terlebih dahulu. “Masih ada ruang penurunan di akhir tahun jika Rupiah stabil, menguat, dan Fed [Bank sentral Amerika Serikat] melanjutkan penurunan suku bunganya,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (21/10/2025).
Pendapat berbeda disampaikan oleh Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN), Hosianna Evalita Situmorang. Ia meyakini bahwa BI masih memiliki ruang untuk kembali memangkas suku bunga kebijakan, sebelum tekanan nilai tukar dan inflasi meningkat pada akhir tahun. Anna melanjutkan, perkembangan inflasi kian melandai bila komponen emas dan perumahan dikesampingkan, sementara sejumlah indikator konsumsi domestik justru cenderung melemah. Mengingat faktor-faktor ini, Anna berpandangan bahwa BI masih memiliki kesempatan untuk menyesuaikan suku bunga. “Ada potensi penurunan lebih lanjut di akhir tahun jika stabilitas Rupiah terjaga, dan Bank Sentral Amerika Serikat terus menurunkan suku bunganya,” imbuhnya kepada Bisnis, Selasa (21/10/2025), menggarisbawahi bahwa prospek kebijakan moneter masih cukup fleksibel.