Muamalat.co.id JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara serius akan menelusuri dugaan aliran dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penelusuran ini menjadi krusial setelah salah satu tersangka yang diperiksa KPK mengungkap adanya dugaan keterlibatan dan penerimaan dana oleh sejumlah anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.
Pernyataan mengejutkan ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait program CSR BI dan OJK. Asep mengungkapkan, “Bahwa menurut pengakuan tersangka ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut,” pada Kamis (7/8/2025).
Asep secara tegas menekankan bahwa penyidik KPK tidak akan berhenti di sini. Mereka berkomitmen penuh untuk terus mengembangkan kasus ini demi mengungkap fakta-fakta baru yang lebih luas, terutama mengingat aliran dana CSR BI-OJK ini sempat menjadi topik pembahasan dalam rapat tertutup di DPR. “Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini,” imbuh Asep, menegaskan fokus penyelidikan.
Dari hasil penyidikan sementara, KPK telah menemukan indikasi kuat adanya dugaan korupsi serius dalam proses penyaluran dana CSR BI-OJK. Dalam pengembangan kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka baru, yaitu inisial ST (Satori) dan HG (Heri Gunadi). Keduanya diketahui merupakan anggota Komisi XI DPR RI untuk periode 2019-2024. Ironisnya, dana yang seharusnya digunakan untuk program sosial tersebut justru diduga kuat diselewengkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembangunan rumah makan hingga showroom.
Asep merinci lebih lanjut, tersangka HG diduga telah menerima dana sebesar Rp15,8 miliar. Uang dalam jumlah fantastis ini diduga digunakannya untuk berbagai keperluan pribadi, mulai dari pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian sejumlah aset berupa tanah dan kendaraan. Sementara itu, total uang yang diterima oleh tersangka ST mencapai Rp12,52 miliar. Dana tersebut juga diduga digunakan untuk kepentingan personal, seperti investasi dalam bentuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, dan pembelian kendaraan pribadi.
Atas dugaan perbuatan pidana tersebut, kedua tersangka telah dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tidak hanya itu, mereka juga dikenakan Pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP, menegaskan keseriusan KPK dalam memberantas praktik korupsi dan pencucian uang.