Jakarta, IDN Times – Dana Moneter Internasional (IMF) melontarkan seruan penting kepada negara-negara Asia: pangkas hambatan perdagangan nontarif dan perkuat integrasi perdagangan regional. Langkah strategis ini diyakini mampu menjadi benteng kokoh yang mengurangi kerentanan kawasan terhadap gejolak eksternal, termasuk tarif agresif dari Amerika Serikat (AS) dan guncangan keuangan global yang kian tak terduga.
Pernyataan krusial ini tertuang dalam laporan outlook ekonomi regional IMF untuk Asia, yang secara tegas menyoroti peran vital perdagangan dalam menggerakkan roda pertumbuhan ekonomi kawasan. Terlebih lagi, dengan posisi China yang tak tergantikan sebagai poros utama dalam rantai pasokan barang global, kebutuhan akan integrasi perdagangan regional menjadi semakin mendesak.
IMF secara spesifik menyoroti bahwa peningkatan hambatan perdagangan nontarif selama pandemi Covid-19, serta praktik perdagangan bilateral yang menciptakan regulasi tumpang tindih, telah secara signifikan menghambat potensi pertumbuhan ekonomi Asia. “Jika Asia mengintegrasikan lebih dalam di kawasan, itu akan memberikan perlindungan terhadap guncangan eksternal,” tegas Krishna Srinivasan, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, seperti dilansir The Star.
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen ekspor barang antarnegara Asia merupakan barang antara, sementara hanya 30 persen ekspor barang jadi dipasarkan secara internal. Data ini menggarisbawahi ketergantungan Asia yang tinggi pada pasar AS dan Eropa. Dengan integrasi regional yang lebih baik, negara-negara Asia dapat secara efektif mendiversifikasi pasar ekspor mereka dan menekan biaya produksi, menciptakan fondasi ekonomi yang lebih mandiri dan resilient.
IMF juga memperingatkan bahwa peran sentral China sebagai pusat produksi global menjadikan Asia sangat rentan terhadap eskalasi ketegangan dagang AS-China dan tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump sejak April 2024. Meskipun tarif AS ini sempat menekan pertumbuhan, percepatan pengiriman barang sebelum pemberlakuan tarif membantu menopang ekspor kawasan. “Ketegangan dagang ini tidak hanya menimbulkan risiko ekonomi langsung, tetapi juga meningkatkan ketidakpastian yang mempengaruhi investasi dan konsumsi,” tambah Srinivasan, seperti dikutip dari US News.
https://x.com/IMFNews/status/1979140354126590439
Meski diwarnai tantangan, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia pada 2025 akan mencapai 4,5 persen. Angka ini sedikit menurun dari tahun sebelumnya, namun lebih tinggi dari perkiraan awal, didorong oleh peningkatan ekspor dan investasi yang substansial di bidang teknologi. Ini mengindikasikan ketahanan fundamental ekonomi kawasan di tengah dinamika global.
Di balik tantangan yang ada, IMF juga melihat adanya peluang signifikan dari kondisi tarif dan ketegangan perdagangan saat ini. Perdagangan antarnegara di Asia terus menunjukkan perkembangan positif, terutama berkat meningkatnya investasi di bidang kecerdasan buatan (AI) dan teknologi mutakhir. Tren ini berpotensi besar memperkuat perekonomian regional dan membantu mitigasi dampak buruk dari tarif serta konflik dagang.
https://x.com/itradeph/status/1981541839732953406
“Ada peluang besar di balik tantangan ini, di mana beberapa negara yang memang harus melakukan liberalisasi kini melakukannya dengan sukarela,” ungkap Srinivasan, menyoroti adanya momentum positif. Ia mencontohkan, integrasi perdagangan regional yang lebih erat dan penghapusan hambatan perdagangan mampu mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Asia hingga 1,4 persen dalam jangka menengah, dan bahkan mencapai 4 persen untuk negara-negara di kawasan ASEAN, menandakan potensi ekonomi yang luar biasa jika reformasi ini dilakukan secara konsisten.
China Perketat Ekspor Logam Tanah Jarang, IMF Serukan Dialog Damai
IMF Naikkan Proyeksi Ekonomi Indonesia Jadi 4,9 Persen, Ini Sebabnya
IMF Minta Bank of Japan Naikkan Suku Bunga Secara Bertahap
Ringkasan
IMF mendesak negara-negara Asia untuk memangkas hambatan perdagangan nontarif dan memperkuat integrasi perdagangan regional. Langkah ini dianggap penting untuk mengurangi kerentanan terhadap gejolak eksternal, termasuk tarif AS dan ketidakpastian keuangan global. Integrasi regional yang lebih dalam, terutama dengan China sebagai poros rantai pasokan global, akan memberikan perlindungan terhadap guncangan ekonomi.
Hambatan perdagangan nontarif yang meningkat selama pandemi dan praktik perdagangan bilateral menghambat pertumbuhan ekonomi Asia. IMF memperingatkan bahwa ketegangan dagang AS-China dan tarif menimbulkan risiko ekonomi dan ketidakpastian. Meskipun demikian, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia pada 2025 mencapai 4,5 persen, didorong oleh peningkatan ekspor dan investasi di bidang teknologi.