PRDA Kuartal III 2025 Merosot: Analisis Lengkap & Penyebabnya

Laba Prodia (PRDA) Tergerus 41% di Kuartal III-2025, Perusahaan Siapkan Strategi Komprehensif

PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA), salah satu pemimpin di industri laboratorium klinik dan layanan kesehatan di Indonesia, menghadapi tantangan kinerja yang signifikan hingga September 2025. Perusahaan mencatatkan penurunan laba yang substansial, sebuah refleksi dari kondisi ekonomi makro dan peningkatan sejumlah pos beban.

Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat, 31 Oktober 2025, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk PRDA tercatat sebesar Rp 114,56 miliar. Angka ini menunjukkan penurunan drastis hingga 41,06% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2024 yang mencapai Rp 194,39 miliar.

Penurunan laba ini terutama disebabkan oleh kenaikan sejumlah pos beban. Beban lainnya meningkat signifikan dari Rp 4,47 miliar menjadi Rp 11,63 miliar, sementara beban usaha juga mengalami kenaikan dari Rp 745,82 miliar menjadi Rp 795 miliar. Sejalan dengan itu, beban pokok pendapatan PRDA turut membengkak dari Rp 638,41 miliar menjadi Rp 672,57 miliar dalam periode yang sama.

Tidak hanya itu, pendapatan konsolidasian PRDA juga mengalami koreksi tipis sebesar 1,11% YoY, dari Rp 1,59 triliun menjadi Rp 1,58 triliun. Penurunan ini dipicu oleh melemahnya perolehan dari segmen rutin, yang turun dari Rp 1,11 triliun menjadi Rp 1,08 triliun, serta pos non-laboratorium yang berkurang dari Rp 121,19 miliar menjadi Rp 116,61 miliar.

Secara lebih rinci, kontribusi pendapatan dari segmen pelanggan juga terdampak. Pendapatan dari referensi dokter terkikis dari Rp 464,23 miliar menjadi Rp 454,40 miliar. Tren serupa juga terlihat pada pos referensi pihak ketiga dan klien korporasi, yang masing-masing menurun menjadi Rp 429,32 miliar dan Rp 178,56 miliar.

Menanggapi kondisi ini, Direktur Utama PRDA, Dewi Muliaty, menjelaskan bahwa iklim ekonomi yang dipengaruhi oleh inflasi dan fluktuasi nilai tukar rupiah telah menekan daya beli masyarakat sekaligus meningkatkan beban operasional perseroan. “Meskipun kondisi ekonomi penuh tantangan, kontribusi dari berbagai segmen bisnis kami tetap menunjukkan hasil positif, menopang pendapatan konsolidasian sebesar Rp 1,58 triliun pada Kuartal III-2025,” tegas Dewi dalam keterangan resmi.

Dalam upaya menghadapi tantangan dan mendorong pertumbuhan, Dewi menyebutkan bahwa Prodia telah memperluas jaringan rujukan hingga ke Timor Leste, Malaysia, dan Taiwan, sebuah langkah strategis menuju pembentukan South East Asia (SEA) Referral Laboratory. Selain itu, perseroan juga memperluas segmen pelanggan korporasi dengan menawarkan solusi kesehatan yang lebih komprehensif. Ini dicapai melalui sinergi antar-segmen, meliputi layanan rutin, esoterik, genomik, serta optimalisasi layanan digital melalui aplikasi U by Prodia untuk memberikan kemudahan akses dan pengalaman pemeriksaan yang lebih personal bagi konsumen.

“Dengan pendekatan ini, kami memastikan bahwa pertumbuhan bisnis Prodia tetap berkelanjutan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang,” tambah Dewi, menggarisbawahi komitmen perusahaan terhadap inovasi dan adaptasi.

Di sisi lain, Direktur Keuangan PRDA, Liana Kuswandi, menggarisbawahi komitmen perseroan untuk menjaga fondasi keuangan yang disiplin. “Kami terus memperkuat manajemen kas, meningkatkan efisiensi di berbagai lini, serta menjaga likuiditas dan struktur permodalan agar tetap sehat di tengah gejolak ekonomi,” jelas Liana.

Liana menambahkan, Prodia juga secara cermat meninjau portofolio investasi dan alokasi belanja modal (capex) agar selaras dengan arah strategi jangka menengah dan panjang perusahaan. Guna mendukung pengembangan layanan berbasis genomik, Prodia telah menjalin kemitraan Point of Care (POC) genomik dengan RS Primasatya Husada Citra Surabaya dan RS Regina Maris Medan. Kemitraan ini bertujuan membentuk Genomic Site yang berfokus pada pengembangan personalized medicine atau pengobatan personal.

Tidak berhenti di situ, melalui anak usahanya, PT Prodia Digital Indonesia, perusahaan juga menghadirkan inovasi digital terkini berupa Brain Function Screening. Layanan skrining fungsi kognitif otak ini tersedia eksklusif pada aplikasi U by Prodia, memperluas jangkauan layanan kesehatan digital Prodia.

Dewi Muliaty menimpali bahwa indikator makroekonomi dan kebijakan pemerintah memberikan sentimen positif, termasuk rencana alokasi RAPBN 2026 sebesar Rp 114 triliun untuk sektor kesehatan. Perbaikan juga terlihat di pasar modal, tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai level tertinggi sepanjang masa (all-time high). Dengan momentum ini, Prodia (PRDA) optimistis dapat mempertahankan kinerja menjelang akhir 2025. Perusahaan akan fokus pada strategi pengembangan layanan, baik melalui jaringan klinik maupun platform digital U by Prodia, penerapan pengukuran efisiensi biaya (cost efficiency measurement), perluasan kerja sama strategis lintas regional, pembukaan cabang baru, serta penguatan inovasi dan kapabilitas internal untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.

PRDA Chart by TradingView

Ringkasan

Prodia (PRDA) mengalami penurunan laba sebesar 41,06% pada Kuartal III-2025, menjadi Rp 114,56 miliar dibandingkan Rp 194,39 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan beban usaha dan beban pokok pendapatan, serta koreksi tipis pada pendapatan konsolidasian. Meskipun demikian, pendapatan dari berbagai segmen bisnis tetap menunjukkan hasil positif, menopang pendapatan konsolidasian sebesar Rp 1,58 triliun.

Sebagai respons, Prodia memperluas jaringan rujukan ke luar negeri, memperluas segmen pelanggan korporasi, dan mengembangkan layanan digital melalui aplikasi U by Prodia. Perusahaan juga fokus pada efisiensi biaya, manajemen kas yang disiplin, serta menjalin kemitraan strategis untuk pengembangan layanan berbasis genomik dan inovasi digital seperti Brain Function Screening. Dengan dukungan sentimen positif dari indikator makroekonomi, Prodia optimis dapat mempertahankan kinerja hingga akhir tahun 2025.

Leave a Comment