Muamalat.co.id – JAKARTA. Pasar komoditas energi kembali menyaksikan pergerakan harga batubara dunia yang menunjukkan penguatan sesaat. Namun, optimisme terhadap kenaikan ini diproyeksikan tidak akan bertahan lama, menandakan volatilitas yang masih menyelimuti sektor energi global.
Data dari Trading Economics mencatat bahwa pada penutupan perdagangan Jumat (31/10/2025), harga batubara mengakhiri sesi dengan penguatan 0,32%, mencapai level US$ 109,25 per ton. Kenaikan marginal ini terjadi di tengah proyeksi jangka pendek yang kurang menjanjikan dari para pengamat.
Menanggapi dinamika pasar, Pengamat Komoditas Ibrahim Assuaibi berpandangan bahwa harga batubara sangat berpotensi untuk melanjutkan tren penurunannya hingga akhir tahun ini. Analisis ini memberikan perspektif yang kontras terhadap penguatan sesaat yang baru saja terjadi.
Menurut Ibrahim, penurunan harga ini salah satunya dipicu oleh implementasi sanksi ekonomi Amerika Serikat terhadap Rusia yang dinilai ‘setengah-setengah’. Sanksi yang tidak sepenuhnya diterapkan ini, khususnya pada sektor energi, menyebabkan dampaknya terhadap pasokan global menjadi relatif terbatas dan tidak signifikan menekan harga dari sisi suplai.
Lebih lanjut, Ibrahim menjelaskan bahwa kegagalan Amerika Serikat dalam merealisasikan sanksi penuh terhadap ekspor energi Rusia telah membatasi efektivitasnya dalam mengganggu pasokan energi dunia. Bersamaan dengan itu, penurunan produksi batubara di Tiongkok, yang seharusnya bisa menyeimbangkan pasar, justru terjadi di tengah kondisi oversupply secara global, sehingga semakin menambah tekanan pada harga komoditas batubara ini di pasar internasional.
Selain faktor geopolitik dan dinamika pasokan, transisi energi yang masif di Eropa juga menjadi pendorong utama tekanan terhadap harga batubara dalam jangka panjang. Pergeseran fundamental ini menunjukkan perubahan pola konsumsi energi di tingkat global.
“Sebagian besar negara Eropa telah beralih menggunakan sumber tenaga listrik terbarukan seperti hidro, surya, dan angin,” ungkap Ibrahim, menyoroti kemajuan signifikan yang dicapai dalam adopsi energi bersih. Fenomena ini, menurutnya, merupakan indikator kuat akan bergesernya preferensi energi global.
Melihat kondisi terkini, harga batubara yang sempat mencapai US$108 per ton kini telah kembali terkoreksi ke kisaran US$100 per ton. Ibrahim Assuaibi memprediksi bahwa tren penurunan ini masih akan berlanjut, dengan estimasi level harga yang wajar berada di sekitar US$98 per ton menjelang akhir tahun. Meskipun demikian, peluang untuk penguatan kembali tetap terbuka di tahun depan.
Ibrahim menjelaskan, “Ada kemungkinan besar harga batubara akan kembali bergerak di atas US$100, bahkan berpotensi menyentuh US$110 per ton pada tahun mendatang.” Proyeksi ini mengindikasikan adanya potensi pemulihan jangka pendek, namun tidak mengubah gambaran besar jangka panjang.
Kendati demikian, Ibrahim tetap menegaskan bahwa arah pergerakan harga batubara dalam jangka panjang akan cenderung menurun. Hal ini sejalan dengan peralihan global yang tak terhindarkan menuju penggunaan sumber energi bersih dan terbarukan.
Ia menyimpulkan, “Negara-negara di seluruh dunia telah secara aktif beralih ke berbagai bentuk energi terbarukan, termasuk gas alam, angin, tenaga surya, dan air. Transisi masif inilah yang menjadi faktor fundamental pendorong penurunan signifikan harga batubara di masa mendatang.”
Ringkasan
Harga batu bara diprediksi akan melanjutkan tren penurunannya hingga akhir tahun, meskipun sempat mengalami penguatan sesaat. Analis Ibrahim Assuaibi menyebutkan bahwa sanksi ekonomi yang tidak sepenuhnya diterapkan terhadap Rusia, penurunan produksi di Tiongkok, dan transisi energi di Eropa menjadi faktor pendorong penurunan harga ini. Level harga yang wajar diperkirakan berada di sekitar US$98 per ton pada akhir tahun.
Meskipun tren jangka panjang cenderung menurun seiring dengan peralihan global ke energi bersih, peluang penguatan harga kembali terbuka di tahun depan. Harga batu bara berpotensi kembali bergerak di atas US$100, bahkan menyentuh US$110 per ton. Namun, transisi energi global ke sumber energi terbarukan seperti gas alam, angin, tenaga surya, dan air akan terus menekan harga batu bara dalam jangka panjang.