BI Catat Lonjakan Transaksi Digital hingga 9,61 Miliar hingga September 2025

Muamalat.co.id JAKARTA. Gelombang revolusi pembayaran digital terus meluas di Indonesia, menandai era baru transaksi yang lebih cepat dan efisien. Bank Indonesia (BI) menggarisbawahi pertumbuhan signifikan dalam sistem pembayaran nasional, sejalan dengan adopsi masif teknologi keuangan yang kini menjadi tulang punggung perekonomian digital.

Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, menyoroti pencapaian luar biasa sistem pembayaran ini. Hingga September 2025, volume transaksi melalui layanan BI-FAST telah meroket hingga 9,61 miliar, dengan total nilai fantastis mencapai Rp 25 kuadriliun sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2021. “Kemajuan ini secara gamblang merefleksikan pertumbuhan volume transaksi pembayaran digital yang sangat besar,” ungkap Filianingsih saat peluncuran Bulan Fintech Nasional (BFN) 2025, pada Senin (11/11/2025).

OJK Rencanakan Roadmap PVML Syariah 2026: Kuatkan Tata Kelola dan Risiko

Tidak hanya BI-FAST, penetrasi QRIS juga menunjukkan performa yang tak kalah impresif. Dalam periode yang sama hingga September 2025, transaksi QRIS berhasil menembus angka 10,33 miliar, melampaui 158% dari target tahunan. Keberhasilan ini didukung oleh basis pengguna yang luas mencapai 58 juta orang dan jangkauan 41 juta pedagang di seluruh Indonesia. Menariknya, lebih dari 90% dari jumlah pedagang tersebut merupakan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang menunjukkan peran krusial QRIS dalam mendorong inklusi ekonomi.

Melihat tren positif ini, Bank Indonesia memproyeksikan masa depan yang cerah untuk pembayaran digital. Diperkirakan volume transaksi akan melonjak empat kali lipat dari volume tahun 2024, mencapai 147,3 miliar transaksi pada tahun 2030. Proyeksi ambisius ini didorong oleh partisipasi aktif generasi muda yang semakin melek teknologi, serta inovasi tiada henti dalam ekosistem teknologi finansial.

Namun, di balik geliat pertumbuhan yang pesat, BI turut mengingatkan akan adanya tantangan serius terkait keamanan digital. Peningkatan volume transaksi pembayaran digital secara linier juga memicu lonjakan risiko kejahatan siber dan penipuan. “Jenis serangan yang dihadapi pun semakin canggih dan beragam, mulai dari middleware attack, account takeover, synthetic ID, AI-driven attack, hingga social engineering yang kerap memanfaatkan celah psikologis manusia,” jelas Filianingsih.

Menyikapi ancaman ini, Bank Indonesia menekankan perlunya penguatan fundamental keamanan. Strategi yang diusung meliputi pengoptimalan sistem deteksi penipuan (fraud detection system), implementasi autentikasi berlapis (strong authentication), serta penegakan prinsip know your merchant (KYM) dan know your customer (KYC) di seluruh lini industri pembayaran. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem transaksi yang lebih aman dan terpercaya.

Pada akhirnya, BI menyerukan bahwa peningkatan literasi digital dan perlindungan konsumen bukanlah tugas tunggal. Ini adalah tanggung jawab kolektif yang harus diemban bersama oleh regulator, seluruh pemangku kepentingan di industri keuangan, dan masyarakat luas. Kolaborasi erat akan menjadi kunci untuk membangun masa depan pembayaran digital yang tidak hanya inovatif tetapi juga aman dan inklusif bagi semua.

Aset Industri Penjaminan Tembus Rp 48,24 Triliun per September 2025

Leave a Comment