ASII Tertekan! Laba Kuartal III-2025 Turun, Ini Kata Analis

Muamalat.co.id – JAKARTA. PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan kinerja finansial yang signifikan hingga kuartal III 2025, membukukan laba bersih sebesar Rp 24,47 triliun yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk. Angka ini mengalami sedikit penurunan sebesar 5,34% secara tahunan (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 25,85 triliun.

Pada periode yang sama, pendapatan ASII juga menunjukkan kontraksi, tercatat sebesar Rp 80,7 triliun di kuartal III 2025, turun 6,5% YoY. Sementara itu, secara konsolidasi, pendapatan sembilan bulan pertama Astra International juga terpangkas tipis 1,1% YoY, mencapai Rp 244 triliun.

Menurut analisis Novi Vianita dari Panin Sekuritas, segmen heavy equipment, mining, construction dan energy (HEMCE) menjadi penopang utama pendapatan ASII pada kuartal III 2025 dengan kontribusi sebesar Rp 31,9 triliun. Namun, segmen ini menghadapi tekanan signifikan. “Segmen HEMCE tertekan akibat performa jasa penambangan yang terkendala curah hujan tinggi serta penurunan stripping ratio sebagian kontrak dan terdampak harga batubara yang lebih rendah,” jelas Novi dalam risetnya, Senin (10/11/2025).

Sentimen serupa juga diungkapkan oleh Budi Rustanto, Head of Research OCBC Sekuritas, yang mengaitkan penurunan laba ASII terutama dengan melemahnya kontribusi dari bisnis jasa pertambangan dan tambang batubara. Meskipun demikian, penurunan ini berhasil tertahan sebagian oleh kinerja yang lebih baik dari segmen pertambangan emas, jasa keuangan, agribisnis, dan infrastruktur yang menunjukkan daya tahan.

Kinerja segmen otomotif ASII secara keseluruhan dilaporkan tetap stabil. Laba bersih dari segmen otomotif dan mobilitas tercatat naik tipis 0,9% YoY, mencapai Rp 8,82 triliun hingga kuartal III 2025. Peningkatan ini didorong oleh bisnis sepeda motor dan komponen, meskipun penjualan mobil mengalami penurunan akibat pasar domestik yang lesu.

“Kenaikan ini ditopang oleh bisnis sepeda motor dan komponen, meski penjualan mobil turun karena pasar domestik yang lesu,” ujar Budi. Penjualan mobil Astra merosot 16,9% YoY menjadi 297.498 unit, sementara penjualan mobil domestik secara keseluruhan turun 11,3% YoY menjadi 561.820 unit hingga September 2025.

Akibatnya, pangsa pasar Astra di industri otomotif domestik turun dari 56,5% pada sembilan bulan pertama 2024 menjadi 53,0% di periode yang sama tahun 2025. Kondisi ini mencerminkan persaingan ketat dan melemahnya daya beli konsumen. Namun, Budi tetap yakin Astra mampu mempertahankan pangsa pasar di atas 50% berkat portofolio kendaraan yang lengkap, mulai dari mobil bermesin bensin (ICE), hibrida, hingga kendaraan listrik baterai (BEV), yang memperluas basis konsumennya. Pangsa pasar Astra di segmen hibrida bahkan telah mencapai 60%.

Penjualan mobil wholesales yang turun 11,3% YoY menjadi 561.820 unit mencerminkan daya beli segmen menengah bawah yang masih lemah. Sementara itu, penjualan motor wholesales mengalami penurunan kurang dari 1% YoY menjadi 4,8 juta unit, dengan pangsa pasar Astra tetap stabil di angka 77%.

Di tengah tantangan tersebut, beberapa segmen justru menunjukkan kinerja cemerlang. Penurunan laba ASII sebagian tertahan oleh kinerja pertambangan emas yang kuat, didorong oleh peningkatan volume dan harga jual yang tajam. Segmen agribisnis juga mencatatkan lonjakan laba bersih sebesar 33,7% YoY menjadi Rp 853 miliar, berkat kenaikan harga jual minyak sawit mentah (CPO). Volume penjualan CPO mencapai 489 ribu MT, meningkat 13,7% secara kuartalan (QoQ), meski harga jual rata-rata (ASP) CPO menurun 4,6% QoQ menjadi Rp 14.336 per kg dan volume produksi terkoreksi 15,1% QoQ menjadi 280 ribu MT akibat high base effect kuartal II 2025 dan pergeseran puncak panen.

Tak kalah penting, segmen infrastruktur turut menjadi penopang dengan kenaikan laba bersih 28,4% YoY menjadi Rp 935 miliar, didukung oleh peningkatan tarif dan volume lalu lintas yang lebih tinggi.

Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, menambahkan bahwa segmen agribisnis, jasa keuangan, pertambangan emas, dan infrastruktur merupakan penopang utama yang menjaga kinerja Grup Astra tetap solid. “Segmen agribisnis, jasa keuangan, pertambangan emas, dan infrastruktur memberikan penopang utama melalui harga CPO yang kuat, peningkatan pembiayaan otomotif, serta stabilnya pendapatan dari proyek infrastruktur, membantu menjaga kinerja grup tetap solid,” terang Harry kepada Kontan, Selasa (11/11/2025).

Ke depan, Harry Su menyarankan investor untuk mencermati beberapa faktor kunci yang dapat memengaruhi pergerakan saham ASII, antara lain daya beli masyarakat, arah suku bunga, harga komoditas global, serta kebijakan pemerintah terkait insentif otomotif dan kendaraan listrik, terutama di tengah meningkatnya persaingan dari merek-merek Tiongkok.

Novi Vianita juga menggarisbawahi beberapa katalis positif bagi ASII. Pertama, pemangkasan suku bunga yang cukup agresif pada tahun 2025, diikuti oleh transmisi bunga kredit secara bertahap, berpotensi meningkatkan permintaan kendaraan di tahun 2026. Kedua, segmen keuangan yang solid, terutama didorong oleh pembiayaan mobil. Ketiga, implementasi IEU-CEPA dan B50, serta upaya penyitaan lahan sawit ilegal, berpotensi mengurangi produksi dan meningkatkan harga CPO global. Namun, tantangan dari segmen HEMCE sebagai kontributor utama, yang masih menghadapi harga batu bara global yang rendah, patut tetap dicermati.

Rekomendasi Saham ASII

Melihat berbagai dinamika tersebut, para analis memberikan rekomendasi beragam untuk saham Astra International. Novi Vianita dari Panin Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli saham ASII dengan penyesuaian target harga menjadi Rp 7.100 per saham. Sementara itu, Budi Rustanto dari OCBC Sekuritas juga merekomendasikan beli ASII dengan target harga yang lebih tinggi, yakni Rp 7.200 per saham.

“Kami tetap optimistis terhadap prospek ASII, ditopang oleh pemulihan ekonomi dan kebijakan moneter serta fiskal yang lebih longgar, kepemimpinan di pasar mobil dan motor, serta neraca keuangan yang kuat,” jelas Budi. Berbeda dengan keduanya, Harry Su dari Samuel Sekuritas Indonesia merekomendasikan hold saham ASII dengan target harga Rp 6.200 per saham, menunjukkan pandangan yang lebih konservatif.

Ringkasan

PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 5,34% YoY menjadi Rp 24,47 triliun pada kuartal III 2025, seiring dengan penurunan pendapatan sebesar 6,5% YoY menjadi Rp 80,7 triliun. Tekanan utama berasal dari segmen heavy equipment, mining, construction dan energy (HEMCE) akibat curah hujan tinggi dan penurunan harga batu bara, meskipun tertahan oleh kinerja positif dari pertambangan emas, jasa keuangan, agribisnis, dan infrastruktur.

Meskipun penjualan mobil Astra merosot, segmen otomotif secara keseluruhan stabil berkat bisnis sepeda motor dan komponen. Analis memberikan rekomendasi beragam untuk saham ASII, dengan beberapa mempertahankan rekomendasi beli dan yang lain merekomendasikan hold, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti daya beli masyarakat, suku bunga, harga komoditas, dan kebijakan pemerintah terkait otomotif dan kendaraan listrik.

Leave a Comment