Muamalat.co.id – JAKARTA. Harga emas global kembali menunjukkan kekuatannya, menembus level tertinggi dalam tiga pekan terakhir pada perdagangan Selasa (11/11/2025). Penguatan signifikan ini menandai rebound yang dinanti-nanti oleh para investor di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Mengutip laporan dari Reuters, harga emas spot melonjak 0,5% mencapai US$ 4.137,06 per ons troi pada pukul 08.16 GMT. Sebelumnya, logam mulia ini sempat menyentuh US$ 4.148,75, menjadi level tertinggi sejak 23 Oktober. Meskipun demikian, angka ini masih berada di bawah rekor puncaknya sebesar US$ 4.381,21 yang tercatat pada 20 Oktober lalu. Sementara itu, harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember juga tidak ketinggalan, naik 0,5% menjadi US$ 4.143,80 per ons troi.
Kenaikan harga emas ini didorong oleh meningkatnya ketidakpastian ekonomi di Amerika Serikat, yang memicu ekspektasi pasar akan potensi Federal Reserve (The Fed) untuk segera menurunkan suku bunga acuannya. Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyoroti sentimen pasar yang masih sangat didominasi oleh permintaan terhadap aset aman atau safe haven. “Sebelumnya emas sempat terkoreksi karena harapan meredanya tensi dagang AS–China. Namun setelah data ekonomi AS seperti ISM dan tenaga kerja menunjukkan pelemahan, harga emas kembali breakout dan melanjutkan kenaikan,” jelas Lukman kepada Kontan.co.id.
Bagi investor jangka panjang, emas tetap dipandang sangat menarik sebagai instrumen diversifikasi aset yang resilient. Lukman menganjurkan, “Kalau tujuannya diversifikasi ke safe haven, idealnya bisa membeli kapan pun dan menahannya untuk jangka panjang.” Ia memperkirakan, harga emas berpotensi menutup tahun di kisaran US$ 4.200–4.400 per ons troi, dengan proyeksi ambisius menembus US$ 5.000 pada tahun depan.
Senada dengan pandangan bullish tersebut, Analis Komoditas dan Founder Traderindo.com, Wahyu Laksono, menilai pelemahan harga emas pasca mencetak rekor tertinggi di US$ 4.381 hanyalah sebuah koreksi jangka pendek yang wajar. “Setiap kenaikan pasti ada masa koreksinya. Rebound yang terjadi saat ini wajar, karena tren jangka panjang emas masih bullish,” ujarnya. Wahyu menguraikan, penguatan harga emas ditopang oleh kombinasi faktor fundamental yang solid, meliputi ketegangan geopolitik global, pelemahan dolar AS, serta peningkatan permintaan signifikan dari bank-bank sentral dunia.
Lebih lanjut, Wahyu menambahkan bahwa ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed, ditambah dengan stimulus moneter yang sedang berlangsung di Eropa dan China, turut menjadi pendorong utama kenaikan harga emas. Ia memproyeksikan harga emas berpeluang menguji rentang US$ 4.400–4.600 dan bahkan berpotensi menembus US$ 5.000 per ons troi pada akhir tahun ini. Sebagai strategi investasi, Wahyu menyarankan investor untuk memanfaatkan koreksi harga jangka pendek sebagai momentum akumulasi bertahap. “Gunakan strategi dollar-cost averaging (DCA) agar risiko volatilitas lebih terkendali di tengah tren kenaikan jangka panjang emas,” sarannya.
Dari perspektif domestik, Pengamat Ekonomi dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menegaskan bahwa tren kenaikan harga emas global diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun. “Saat ini harga emas dunia berada di sekitar US$ 4.128 per ons troi, dan kemungkinan bisa menembus US$ 4.225 dalam waktu dekat,” ungkap Ibrahim. Menurutnya, potensi penguatan harga emas tetap tinggi berkat ekspektasi penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember, di samping tingginya tingkat ketidakpastian geopolitik yang terus membayangi pasar global.
Ringkasan
Harga emas global mengalami kenaikan signifikan, menembus level tertinggi dalam tiga pekan terakhir dan didorong oleh ketidakpastian ekonomi AS yang memicu harapan penurunan suku bunga oleh The Fed. Analis melihat emas sebagai aset safe haven yang menarik untuk diversifikasi jangka panjang dan memprediksi potensi kenaikan lebih lanjut.
Beberapa analis optimis harga emas dapat mencapai US$ 5.000 per ons troi, didukung oleh faktor fundamental seperti ketegangan geopolitik, pelemahan dolar AS, dan permintaan dari bank sentral. Investor disarankan untuk memanfaatkan koreksi harga sebagai peluang akumulasi menggunakan strategi dollar-cost averaging (DCA).