JAKARTA, Muamalat.co.id – Pasar obligasi pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun terpantau berada di kisaran 6,11%, mengalami kenaikan 4 basis poin dalam sebulan terakhir. Kenaikan ini mengindikasikan adanya tekanan yang meningkat di pasar obligasi, baik dari faktor domestik maupun global.
Domingus Sinarta Ginting, Head of Investment Specialist Sinarmas Asset Management, menjelaskan bahwa pasar saat ini berada dalam fase sensitif. “Pasar keuangan mengalami tekanan signifikan, yang dipicu oleh aksi ambil untung (profit taking) dari investor domestik dan berlanjutnya aliran dana keluar (outflow) dari investor asing,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (14/11/2025).
Lebih lanjut, Domingus menyoroti ketidakpastian kebijakan Federal Reserve (The Fed) sebagai sumber utama kekhawatiran pelaku pasar. “Ketidakpastian mengenai arah suku bunga The Fed mendorong investor global untuk melakukan penyesuaian risiko dalam portofolio mereka,” imbuhnya. Selain itu, kenaikan inflasi domestik juga menambah volatilitas dan memperlemah sentimen terhadap Surat Berharga Negara (SBN).
Kuota SBN Ritel Terakhir di 2025 Sebesar Rp 10 Triliun, Cek Besaran Kuponnya
Menurut Domingus, tingkat yield SBN saat ini belum memberikan kompensasi risiko yang cukup memadai bagi investor. “Level yield yang tersedia saat ini kurang atraktif, terutama untuk obligasi dengan tenor menengah dan panjang,” jelasnya. Hal ini membuat investor cenderung lebih berhati-hati dalam berinvestasi pada SBN.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual, menambahkan bahwa kenaikan yield SBN sejauh ini dipicu oleh derasnya arus keluar dana asing. “Sejak September, outflow asing di pasar obligasi telah mencapai sekitar US$ 4,3 miliar, yang memberikan tekanan pada harga SBN dan mendorong yield untuk bergerak naik,” ungkap David.
David juga memperkirakan bahwa arus keluar dana asing ini belum tentu akan berhenti dalam waktu dekat. “Probabilitas pemotongan suku bunga oleh The Fed pada bulan Desember turun menjadi sekitar 52%. Jika The Fed mempertahankan suku bunga, selisih (spread) antara obligasi Indonesia dan US Treasury (UST) dapat melebar, sehingga tekanan outflow berpotensi berlanjut,” jelasnya.
Lebih lanjut, David menjelaskan bahwa pergerakan SBN hingga akhir tahun akan sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI), dinamika inflow dan outflow asing terkait spread UST-SBN, serta kebijakan fiskal pemerintah. “Kebijakan fiskal yang tetap prudent akan memengaruhi sentimen investor asing terhadap obligasi Indonesia,” imbuhnya.
Menghadapi situasi ini, Domingus merekomendasikan investor untuk mengambil posisi yang lebih defensif. “Kami menyarankan untuk mengurangi eksposur pada obligasi berdurasi panjang karena sensitivitasnya tinggi terhadap perubahan suku bunga dan meningkatnya volatilitas pasar,” katanya.
Sebagai alternatif, ia mengarahkan investor untuk fokus pada instrumen jangka pendek. “Instrumen jangka pendek menawarkan fleksibilitas yang lebih baik dan profil risiko yang lebih terkelola,” jelasnya.
Modal Asing Keluar dari SBN, Begini Prospek Obligasi Hingga Akhir Tahun
Dalam jangka pendek, Domingus melihat peluang kenaikan yield SBN masih terbatas. “Yield obligasi 10 tahun berpotensi naik 25 basis poin hingga 50 basis poin, yang mencerminkan penyesuaian pasar terhadap risiko makro yang ada,” ungkapnya.
Namun, dalam jangka panjang, David melihat peluang penurunan yield tetap terbuka. “Yield berpeluang menurun seiring dengan ekspektasi pemotongan suku bunga. Tetapi jika penerimaan negara melemah dan penerbitan obligasi meningkat, penurunan yield bisa tertahan,” pungkasnya. Dengan demikian, pasar obligasi pemerintah akan terus dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun luar negeri.
Ringkasan
Pasar obligasi pemerintah Indonesia sedang mengalami tekanan yang ditandai dengan kenaikan yield SBN tenor 10 tahun. Kenaikan ini dipicu oleh aksi ambil untung investor domestik dan arus keluar dana asing, diperparah oleh ketidakpastian kebijakan suku bunga The Fed dan inflasi domestik. Outflow asing di pasar obligasi sejak September mencapai US$ 4,3 miliar, menekan harga SBN dan mendorong yield naik.
Para ahli merekomendasikan investor untuk bersikap defensif dan mengurangi eksposur pada obligasi berdurasi panjang. Pergerakan SBN hingga akhir tahun akan dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga The Fed dan BI, inflow-outflow asing, serta kebijakan fiskal pemerintah. Meskipun yield berpotensi naik dalam jangka pendek, peluang penurunan yield tetap ada seiring ekspektasi pemotongan suku bunga di masa depan.