Muamalat.co.id JAKARTA. Pasar kripto kembali bergejolak. Harga Bitcoin (BTC) anjlok, menembus level dukungan di sekitar US$96.000, memicu kekhawatiran di kalangan investor. Penurunan ini terjadi justru setelah pemerintahan Amerika Serikat kembali beroperasi penuh.
Presiden Donald Trump telah menandatangani rancangan anggaran yang mengakhiri penutupan pemerintahan (shutdown) selama 43 hari pada Rabu malam (13/11/2025) waktu setempat. Shutdown terpanjang dalam sejarah AS ini, yang turut memulihkan pendanaan federal hingga 30 Januari 2026, awalnya diharapkan memberikan angin segar bagi pasar kripto.
Dengan kembalinya operasional penuh lembaga-lembaga kunci seperti Securities and Exchange Commission (SEC) dan Commodity Futures Trading Commission (CFTC), agenda regulasi terkait kripto seharusnya bisa kembali berjalan. Namun, alih-alih reli, pasar kripto justru bergerak lesu.
Trump Tandatangani Aturan yang Mengakhiri Government Shutdown AS
Bitcoin terus tertekan, sementara dampak berkepanjangan shutdown masih membayangi, terutama penundaan rilis data ekonomi penting seperti Consumer Price Index (CPI) dan laporan pekerjaan Oktober 2025. Ketidakpastian inflasi juga masih menjadi momok. Data terakhir menunjukkan inflasi tahunan AS naik menjadi 3% pada September 2025, tertinggi sejak Januari, meskipun sedikit di bawah perkiraan pasar sebesar 3,1%.
Karena data terbaru masih tertunda, angka CPI September menjadi tolok ukur penting bagi The Fed dalam mengukur tekanan harga dan menentukan kebijakan moneter selanjutnya.
Di sisi lain, perhatian pasar kini beralih ke kepastian regulasi. Dengan SEC dan CFTC kembali aktif, harapan kembali muncul terkait proses persetujuan ETF kripto dan pembahasan regulasi stablecoin. Kejelasan regulasi ini diharapkan menjadi katalis positif bagi perkembangan industri kripto, meskipun bayang-bayang inflasi dan ketidakpastian suku bunga masih menghantui.
Harga Bitcoin Terkoreksi Usai Cetak Rekor Tertinggi, Waktunya Evaluasi Portofolio?
Menanggapi situasi pasar saat ini, Vice President Indodax, Antony Kusuma, berpendapat bahwa fluktuasi harga yang terjadi saat ini sebaiknya dilihat sebagai fase konsolidasi pasar menuju pematangan yang lebih baik.
Lebih lanjut, Antony Kusuma menekankan bahwa ketidakpastian kebijakan suku bunga masih menjadi faktor dominan yang memengaruhi arah pergerakan harga Bitcoin.
“Kebijakan suku bunga The Fed memiliki dampak signifikan terhadap pergerakan harga Bitcoin. Selama arah kebijakan masih belum jelas, volatilitas pasar akan tetap tinggi karena investor cenderung menahan diri dan menunggu kejelasan sebelum kembali berinvestasi,” jelas Antony, Jumat (14/11/2025).
Ia menambahkan bahwa sinyal pemangkasan suku bunga pada bulan Desember mendatang berpotensi menjadi titik balik penting. Perubahan arah kebijakan moneter dapat membuka peluang pemulihan harga di pasar kripto global.
Di tengah tekanan jangka pendek ini, Antony menegaskan bahwa fluktuasi harga adalah bagian tak terpisahkan dari dinamika pasar aset digital di era ketidakpastian global.
“Penurunan harga Bitcoin di bawah US$100.000 dipengaruhi oleh faktor-faktor makro eksternal. Dengan berakhirnya shutdown dan kembalinya operasional regulator, pasar memiliki kesempatan untuk menata ulang arah dalam beberapa minggu mendatang,” papar Antony.
Shutdown AS Menyebabkan Tekanan pada Dolar Semakin Besar
Antony juga menekankan pentingnya ketenangan dan pengelolaan risiko yang baik bagi investor.
“Investor sebaiknya tetap tenang dan fokus pada prinsip manajemen risiko. Koreksi harga adalah bagian dari mekanisme pasar, dan setiap investor perlu meninjau kembali strategi investasi jangka panjang sesuai dengan profil risiko masing-masing,” pungkasnya.