Awas! Penipuan Keuangan Rp 7,5 Triliun, OJK Beri Peringatan Scam!

OJK Ingatkan Generasi Muda: Waspada Penipuan Online, Kerugian Capai Rp 7,5 Triliun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) gencar mengingatkan generasi muda untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap maraknya penipuan online atau scam. Pasalnya, kerugian masyarakat akibat kejahatan di sektor keuangan ini telah mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp 7,5 triliun sejak Januari hingga akhir Oktober 2025.

Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, mengungkapkan bahwa berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2025, indeks literasi keuangan baru mencapai 66,46%. Sementara itu, indeks inklusi keuangan nasional berada di level 80,51%. Angka ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara pemahaman dan pemanfaatan produk keuangan.

Meskipun inklusi keuangan terbilang cukup baik, tantangan dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat masih besar. Kiki, sapaan akrab Friderica, menyoroti bahwa masih banyak masyarakat yang menjadi korban scam dengan berbagai modus penipuan. Tujuan utama para pelaku adalah memperoleh keuntungan secara tidak jujur, baik berupa uang, data pribadi, maupun barang berharga.

“Setiap hari, kami menerima antara 800 hingga 1000 laporan dari masyarakat yang menjadi korban scam,” ungkap Friderica dalam acara Financial Healing yang diselenggarakan Katadata di Jakarta, Jumat (14/11).

Baca juga:
* OJK: Anak Muda Perlu Financial Healing untuk Kelola Keuangan dengan Bijak
* OJK Kembali Raih Penghargaan Penegakan Hukum Sangat Baik dari Bareskrim Polri
* Manuver BSI (BRIS) di Bisnis Bullion Bank Usai Kantongi Izin Simpanan OJK

Modus Kasus Scam Semakin Canggih

Friderica menekankan bahwa kasus scam sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Salah satu modus yang paling sering terjadi adalah penipuan transaksi belanja online. Jumlah laporan terkait modus ini mencapai lebih dari 58 ribu kasus, dengan total kerugian lebih dari Rp 1 triliun.

Selain penipuan belanja online, modus lain yang juga meresahkan adalah fake call. Kiki menjelaskan bahwa banyak korban tertipu oleh pelaku yang menyamar sebagai teman atau saudara, atau bahkan berpura-pura mengalami kecelakaan. Pelaku kemudian meminta sejumlah uang dengan mendesak korban untuk segera mentransfer tanpa memberi kesempatan berpikir jernih.

“Karena panik, korban kemudian langsung mentransfer sejumlah uang yang diminta,” jelas Kiki.

Penipuan investasi juga menjadi perhatian serius. Kiki menyoroti bahwa banyak anak muda yang tergiur dengan investasi, namun justru terjerat investasi bodong. Menghadapi berbagai tantangan ini, OJK berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman seperti scam dan investasi ilegal.

“Masyarakat juga harus semakin waspada dan membentengi diri agar tidak terjebak scam atau investasi bodong,” imbau Kiki.

Terkait financial healing, Kiki menjelaskan bahwa hal ini berkaitan erat dengan kemampuan masyarakat untuk menyembuhkan luka finansial masa lalu dan mempersiapkan diri dengan lebih baik di masa depan. Selain perencanaan keuangan, generasi muda juga perlu memahami seluk-beluk investasi.

Oleh karena itu, ia kembali mengingatkan generasi muda untuk selalu berhati-hati dan tidak menjadi korban scam.

“Para pelaku mempelajari kita, mengamati media sosial, melakukan profiling, dan terus berinovasi menemukan cara baru untuk mengelabui masyarakat,” tegas Kiki.

Kerugian Akibat Penipuan Sektor Keuangan Capai Rp 7,5 Triliun

OJK mencatat bahwa total kerugian masyarakat akibat penipuan di sektor keuangan mencapai Rp 7,5 triliun sejak Januari hingga akhir Oktober 2025. Angka ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan literasi keuangan.

Kiki menambahkan bahwa sejak diluncurkan pada November 2024 hingga 31 Oktober 2025, Indonesia Anti Scam Center (IASC) telah menerima 323.841 laporan penipuan.

Dari jumlah tersebut, 183.732 laporan disampaikan korban melalui pelaku usaha sektor keuangan seperti bank dan penyedia sistem pembayaran. Sementara 140.109 laporan lainnya dilaporkan langsung ke OJK.

“Jumlah rekening yang dilaporkan mencapai 530.794, dan sebanyak 100.565 di antaranya sudah diblokir,” kata Friderica dalam keterangannya, Jumat (7/11).

Ia juga menambahkan bahwa total dana korban yang berhasil diblokir mencapai Rp 383,6 miliar. OJK berjanji untuk terus meningkatkan kapasitas IASC agar penanganan laporan penipuan di sektor keuangan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efektif.

Dari aspek layanan konsumen, sejak 1 Januari hingga 20 Oktober 2025, OJK menerima 422.428 permintaan layanan melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK). Dari jumlah tersebut, terdapat 43.101 pengaduan resmi, yang didominasi sektor perbankan dan fintech.

Rinciannya adalah 16.067 pengaduan dari perbankan, 16.635 dari fintech, 8.367 dari perusahaan pembiayaan, 1.456 dari asuransi, dan 576 dari pasar modal serta industri keuangan non-bank lainnya.

Selain itu, terdapat 20.378 pengaduan terkait entitas ilegal sepanjang Januari–Oktober 2025. Dari total tersebut, 16.343 laporan berkaitan dengan pinjaman online ilegal dan 4.035 terkait investasi bodong.

Ringkasan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperingatkan masyarakat, khususnya generasi muda, mengenai maraknya penipuan online atau scam yang menyebabkan kerugian mencapai Rp 7,5 triliun sejak Januari hingga Oktober 2025. Modus penipuan semakin canggih, termasuk penipuan transaksi belanja online, fake call yang menyamar sebagai orang dekat, dan investasi bodong yang menjerat anak muda.

OJK terus berupaya meningkatkan literasi keuangan masyarakat dan melindungi konsumen dari berbagai ancaman seperti scam dan investasi ilegal. Melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC), OJK telah menerima ratusan ribu laporan penipuan dan berhasil memblokir sejumlah rekening serta dana korban. Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan membentengi diri agar tidak menjadi korban penipuan.

Leave a Comment