Direktur Sreeya Sewu (SPID) Natanael Yuyun Suryadi Percaya Investasi Jangka Panjang

Perjalanan investasi Direktur PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk (SPID), Natanael Yuyun Suryadi, bukanlah kisah yang dimulai dengan gelontoran modal besar. Kisahnya justru berawal dari masa kuliah, di mana ia hanya mengandalkan pendapatan dari kerja paruh waktu dan tunjangan beasiswa yang terbatas. Meskipun telah familiar dengan teori portofolio analisis investasi sejak bangku kuliah, dorongan terkuat untuk benar-benar terjun ke dunia investasi datang dari sang kakak yang telah lebih dulu merasakan manfaat dari reksadana.

Sebagai langkah awal, Natanael memilih instrumen reksadana campuran. Pada sekitar tahun 2003–2004, ia mulai mengoleksi produk tersebut. Hasilnya pun cukup memuaskan, seperti yang ia ceritakan kepada Kontan, Senin (3/11/2025) lalu. “Itu terbukti return reksadana campuran pada tahun 2004-2005 mencapai 15%-20% dalam setahun. Itu konstan saya investasikan, saya tabung sedikit-sedikit,” ungkap Natanael. Konsistensi dalam menabung dan berinvestasi sejak dini menjadi fondasi penting bagi portofolionya.

Setelah merampungkan pendidikan dan memulai karier pada tahun 2025, Natanael mulai memperluas cakrawala investasinya dengan merambah ke reksadana saham, menandai evolusi portofolio perdananya.

Masuk Saham: Ikut Euforia, Berujung Kerugian

Pada periode 2006–2007, Natanael memutuskan untuk merambah ke investasi saham. Momen tersebut bertepatan dengan euforia pasar yang sedang bullish, di mana banyak rekan kerjanya aktif berinvestasi. Terbawa arus, ia pun turut serta, namun dengan gaya investasi yang cenderung spekulatif dan didorong oleh euforia semata, tanpa didasari analisis mendalam. Ini menjadi pengalaman berharga yang membentuk cara pandangnya di masa depan.

Namun, pengalaman pahit tak terhindarkan. Pada tahun 2008, krisis keuangan global menerjang, menghantam portofolio sahamnya hingga anjlok 60%. Kerugian signifikan ini membuatnya kapok, dan ia memilih untuk menghentikan seluruh aktivitas transaksi, membiarkan portofolionya terbengkalai tanpa perubahan. Fokusnya kemudian beralih, di mana pada tahun 2010, Natanael menghentikan sementara seluruh aktivitas investasinya demi konsentrasi penuh pada studi magister yang ia tempuh.

Pasca-kembali ke Indonesia dan memasuki fase awal bekerja, Natanael menyimpulkan bahwa instrumen saham belum cocok baginya, mengingat pengalaman buruk sebelumnya. Oleh karena itu, ia melirik sektor properti yang kala itu sedang mengalami booming pada periode 2013–2014. Ia mengambil keputusan besar dengan membeli unit apartemen melalui skema cicilan bertahap langsung ke developer, sebuah model yang sangat populer saat itu.

Keputusan tersebut menuntut komitmen finansial yang luar biasa. Ia mengalokasikan 60% dari penghasilannya untuk mencicil properti, jauh melampaui patokan teori keuangan yang umumnya menyarankan batas 30%. Komitmen kuat ini dilandasi oleh target pribadi Natanael yang sejak awal ingin memiliki properti berupa apartemen dan rumah tapak sebelum mencapai usia tertentu. “Saya enggak bisa mengandalkan orang tua. Itu yang membuat saya harus benar-benar bisa berpikir mengoptimalkan penghasilan yang saya dapat,” ujarnya, menegaskan motivasi di balik keputusan beraninya.

Ketika pandemi Covid-19 melanda dan harga properti, khususnya apartemen, turun tajam, Natanael tidak panik. Alih-alih melakukan panic selling, ia justru melihat kondisi ini sebagai peluang emas untuk mengakumulasi lebih banyak properti dengan harga yang terjangkau. Ia kembali memperbesar porsi investasi propertinya. Namun, seiring meredanya pandemi dan pemulihan ekonomi, ia menyadari bahwa harga properti sudah tidak lagi semurah sebelumnya, memicunya untuk kembali mempertimbangkan peluang di pasar saham.

Mengadopsi Value Investing

Berbekal pelajaran berharga dari kerugian tahun 2008, Natanael kembali ke pasar saham dengan pendekatan yang sama sekali berbeda. Kini, ia mengadopsi strategi value investing sebagai pondasi utama, mencakup sekitar 80% dari portofolio sahamnya. Fokusnya adalah pada emiten-emiten dengan fundamental yang kokoh, valuasi menarik, dan potensi pertumbuhan jangka panjang. Sektor perbankan menjadi favoritnya karena dinilai paling mudah untuk dianalisis dan diprediksi. “Kepercayaan diri mulai kembali karena waktu itu sempat mengalami kerugian besar. Saya belajar lebih banyak terutama tentang value investing,” tegasnya.

Adapun sisa 20% portofolio sahamnya dialokasikan untuk aktivitas trading. Namun, ia tetap selektif, hanya bermain di saham-saham blue chip dan beberapa saham yang prospektif. Metode trading yang digunakannya pun cukup sederhana, meliputi pemantauan net foreign buy/sell, analisis tren harga saham satu hingga dua bulan terakhir, serta penerapan strategi buy on rumor.

Natanael mengakui bahwa ia bukan tipe investor yang agresif; ia memposisikan dirinya sebagai investor moderat. Strategi investasinya berfokus pada penempatan dana di aset-aset yang tidak menjanjikan keuntungan cepat dari aktivitas trading, tetapi mampu menghasilkan dividen stabil serta capital gain dalam jangka panjang. Oleh karena itu, ia merasa nyaman memegang saham-saham perbankan tanpa tekanan untuk segera menjual, sebab dividen yang diterima sudah memberikan hasil yang dapat dinikmati.

Saat ini, Natanael membagi portofolio investasinya dengan komposisi 50% pada sektor properti, 20% pada saham, 20% pada reksadana, dan 10% sisanya dalam bentuk cash serta logam mulia. Porsi terbesar masih ditempatkan di properti, keputusan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar saat ini. Sebagian aset properti miliknya berbentuk apartemen, dan karena harga apartemen masih turun signifikan, ia memilih untuk tidak merealisasikan kerugian tersebut. “Kalau saya melepas properti sekarang, itu berarti harus siap menjual dengan harga di bawah,” ujarnya.

Meski demikian, Natanael tetap optimistis bahwa sektor properti akan bangkit kembali. Pemulihannya mungkin tidak terjadi dalam waktu dekat, namun ia percaya bahwa ketika ekonomi Indonesia menguat, kinerja sektor properti pun akan turut mengikuti. Dari seluruh rangkaian perjalanan investasinya, salah satu pencapaian yang paling ia syukuri adalah kemampuannya membantu orang tuanya membeli rumah menggunakan hasil investasi yang telah ia kumpulkan. “Bukan saya minta orang tua membelikan rumah, tapi saya bantu orang tua untuk beli rumah dari hasil investasi saya,” paparnya, sebuah bukti nyata dari buah manis kesabaran dan strategi investasinya.

Leave a Comment