BI Serap Rp767 Miliar dari Lelang Perdana BI-FRN, Margin Pemenang Turun ke 0,78%

Muamalat.co.id , JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menyerap Rp767 miliar dari instrumen Bank Indonesia Floating Rate Note (BI-FRN) seri IDFN161126364S dalam lelang perdana yang digelar pada hari ini, Senin (17/11/2025). 

Berdasarkan pengumuman Grup Pelaksanaan Operasi Moneter Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, instrumen berjangka waktu 364 hari tersebut mendapatkan total penawaran Rp2,82 triliun, namun hanya sekitar 27% yang diserap otoritas moneter.

Sementara itu, margin penawaran yang masuk berada pada kisaran 0,70%–1,50%, dengan rata-rata tertimbang margin penawaran mencapai 1,08646%. Adapun rata-rata tertimbang margin pemenang tercatat lebih rendah, yakni 0,77757%.

: Bank Indonesia Dorong Pengembangan Pariwisata Kawasan Pulau Menjangan

BI menetapkan tanggal setelmen pada 17 November 2025 dan jatuh tempo surat berharga tersebut pada 16 November 2026.

Tujuan Penerbitan BI-FRN

BI-FRN sendiri merupakan instrumen surat berharga baru yang diterbitkan otoritas moneter. Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Fitra Jusdiman menjelaskan penerbitan BI-FRN sebagai langkah bank sentral mengembangkan overnight index swap (OIS) atau instrumen lindung nilai suku bunga yang masih terbatas di pasar keuangan.

: : Besok, Bank Indonesia (BI) Perdana Terbitkan BI-FRN

Penerbitan tahap awal hanya akan ditawarkan kepada 20 dealer utama (DU) yang kemudian dapat memperdagangkannya di pasar sekunder.

Adapun, suku bunga mengambang BI-FRN akan dihitung pada saat jatuh tempo. Dengan karakter imbal hasil seperti itu, muncul risiko fluktuasi suku bunga.

: : Bank Indonesia Luncurkan Buku Kopi Gayo, Pusaka Aceh yang Mendunia

“Karena ada risiko fluktuasi suku bunga, maka perlu ada instrumen hedging [lindung nilai] yaitu berupa OIS sehingga nanti kita harapkan, dengan adanya underlying different ini [BI-FRN] yang akan ada di pasar, kemudian OIS-nya akan mulai berkembang,” ungkap Fitra dalam taklimat media di Kantor BI, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

Sementara itu, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Agustina Dharmayanti menambahkan bahwa langkah penerbitan BI-FRN ini menjadi bagian dari reformasi suku bunga acuan domestik menuju sistem berbasis transaksi (transaction-based benchmark), sejalan dengan agenda Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2030.

Mulai 2026—2027, suku bunga acuan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) yang berlaku saat ini akan digantikan oleh Compounded INDONIA (Indonesia Overnight Index Average) sebagai backward-looking (acuan sementara), sebelum pada 2028 beralih penuh ke sistem OIS berbasis transaksi nyata dan bersifat forward-looking.

Agustina menjelaskan bahwa pasar uang dan pasar valas telah tumbuh signifikan sejak implementasi Operation Market Rate-Oriented (OMRO) pada Mei 2024. Hingga tahun ini, rata-rata harian transaksi mencapai Rp54,4 triliun di pasar uang dan US$10 miliar di pasar valas.

Pertumbuhan ini, katanya, turut didorong oleh meningkatnya aliran modal masuk melalui penerbitan SRBI serta efisiensi harga pada instrumen lindung nilai domestic non-deliverable forward (DNDF). Hanya saja, pengembangan pasar derivatif suku bunga seperti OIS dinilai masih terbatas.

“Ini kita pengin nambahin lagi pake instrumen hedging [lindung nilai] suku bunga di pasar uang, itu dengan OIS. Sekarang kecil sekali, cuman paling sekitar Rp60 miliar rupiah per hari. Nah, ini kita tambahin lagi, mudah-mudahan jadi perkembangan transaksi pasar uangnya akan semakin besar,” jelas Agustina pada kesempatan yang sama.

Melalui OIS, pelaku pasar dapat menukar pendapatan berbasis suku bunga tetap dengan suku bunga mengambang berbasis INDONIA. Mekanisme ini memungkinkan bank atau korporasi untuk melindungi eksposur mereka terhadap fluktuasi suku bunga ke depan.

Untuk mempercepat pengembangan pasar OIS, BI menyiapkan dua pendorong utama: penerbitan BI-FRN sebagai instrumen berimbal hasil mengambang dan pembentukan mekanisme matchmaking antarpelaku pasar melalui pialang pasar uang atau dealer utama.

Agustina menjelaskan bahwa BI akan menunjuk DU untuk mempertemukan tawaran beli (bid) dan jual (ask) OIS dari perbankan. Hasil transaksi tersebut nantinya akan dipublikasikan sebagai acuan harga OIS di pasar.

“Ini [pengumuman hasil transaksi] untuk mendorong price discovery [pembentukan harga] di pasar overnight index swap,” ungkapnya.

BI pun meyakini dengan pengembangan OIS, kredibilitas kebijakan moneter bisa terbentuk karena bisa menjadi acuan referensi dalam menentukan harga. Menurutnya, selama ini masing-masing bank membuat referensi harga yang berbeda sehingga tidak acuan baku bagi pelaku pasar.

“Misalkan seperti KPR, KPR itu biasanya tiga bulan OIS-nya, tinggal berapa nanti marginnya. Nah OIS-nya sudah ada nanti, di-publish OIS-nya. Nah, berapa yang dikenakan oleh bank kepada nasabahnya? Ya OIS plus margin. Inilah yang nanti bisa kita lihat, apakah bank ini kemahalan tau bank itu cukup wajar gitu ya,” pungkas Fitra.

Leave a Comment