Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan kebijakan kenaikan bertahap porsi saham free float di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga mencapai 25%. Dalam waktu dekat, aturan minimum free float yang saat ini sebesar 7,5% akan dinaikkan menjadi 10%. Rencana ini akan menjadi salah satu fokus OJK pada 2026,”
Saat ini, berdasarkan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham, perusahaan tercatat wajib memiliki saham free float paling sedikit 50 juta saham dan sekurang-kurangnya 7,5% dari total saham beredar. Dengan rencana kenaikan batas minimum tersebut, emiten diperkirakan harus menambah porsi saham yang beredar di publik.
Data per Oktober 2025 menunjukkan sekitar 38 emiten masih disuspensi BEI karena tidak memenuhi ketentuan free float yang berlaku saat ini. Kenaikan aturan ini diyakini akan mendorong perusahaan untuk memperbaiki struktur kepemilikan saham agar tetap memenuhi syarat pencatatan.
: Pergerakan Harga Emas Hari Ini Senin, 17 November 2025 di Pasar Dunia
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina, menilai kebijakan ini berpotensi menarik lebih banyak investor global masuk ke pasar saham Indonesia. Ia mencatat, Indonesia masih memiliki banyak perusahaan dengan free float di bawah 10%, jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam dan Thailand.
: : Apa Itu BI-FRN? Instrumen Baru Bank Indonesia untuk Reformasi Suku Bunga Acuan
IHSG. – TradingView
Berdasarkan data Bloomberg, dari 909 emiten di BEI, terdapat 130 perusahaan dengan free float kurang dari 10%, sementara Vietnam hanya mencatat 5,10% dan Thailand 1,28% perusahaan dengan free float serendah itu.
: : Apa Itu MSCI, Daftar Saham dan Mengapa Penting Bagi Investor
“Jadi memang kalau secara keseluruhan, ini dampaknya akan bagus. Artinya memang akan semakin banyak investor ke pasar modal,” ujar Martha dalam acara Morning Meeting Mirae Asset Sekuritas, Senin (17/11/2025).
Ia menambahkan, peningkatan free float juga akan meningkatkan peluang saham-saham Indonesia masuk dalam indeks global seperti MSCI, yang menjadikan free float sebagai salah satu indikator utama. “Jadi dengan 10% ini ya sebenarnya kita sedang menuju supaya Bursa kita lebih banyak emiten-emitennya dilirik pasar global,” katanya.
Meski demikian, Martha menilai penerapan aturan baru tidak akan mudah bagi seluruh perusahaan. Emiten dengan likuiditas rendah dinilai akan menghadapi tantangan lebih besar dalam menarik investor baru. Bahkan, ia memperkirakan sejumlah emiten dapat mempertimbangkan untuk keluar dari bursa jika peningkatan free float dilakukan secara berkelanjutan.
“Tapi ya kalau targetnya sampai 25%, berarti kan emiten juga harus berpikir… jadi ya mendingan delisting aja, lebih gampang,” kata Martha.
Pengamat pasar modal Reydi Octa menilai kebijakan peningkatan free float juga dapat mempersempit ruang gerak saham gorengan. “Kenaikan free float bisa mempersempit manuver saham gorengan karena harga jadi lebih sulit dimanipulasi,” ujarnya.