Saham Properti Dinilai Terlalu Murah, Ini Pilihan yang Paling Menjanjikan

Muamalat.co.id JAKARTA. Sektor properti Indonesia saat ini dinilai memiliki valuasi yang terlampau murah, bahkan saham-saham emiten properti diperdagangkan pada diskon historis terbesar terhadap nilai wajar bersih atau RNAV (Revalued Net Asset Value). Analis optimis terhadap prospek sektor ini, terutama didorong oleh potensi penurunan suku bunga acuan dan fundamental perusahaan yang tetap solid.

Dalam laporan riset terbaru yang dirilis pada 12 Agustus 2025, Analis Maybank Sekuritas Indonesia, Kevin Halim, menyoroti membaiknya prospek emiten properti. Pandangan ini didasari oleh imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun yang kini berada di level 6,4%, jauh di bawah posisi tahun 2019. Sementara itu, suku bunga acuan Bank Indonesia tetap bertahan di angka 5,25%. Para ekonom bahkan memprediksi Bank Indonesia akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin lagi sepanjang tahun 2025, mencapai level 4,75% di akhir tahun.

Kevin Halim menjelaskan bahwa secara historis, harga saham sektor properti menunjukkan korelasi negatif yang kuat terhadap suku bunga. Namun, ironisnya, meskipun kinerja penjualan dan laba perusahaan-perusahaan properti terus mencatatkan rekor baru, harga saham sektor ini masih tertahan jauh di bawah level tahun 2019.

Rata-rata harga saham properti saat ini diperdagangkan sekitar 30% di bawah harga tahun 2019. Kondisi ini diperparah dengan rasio Price to Book (P/B) sektor yang telah turun drastis dari 1,3x menjadi hanya 0,6x. Selain itu, diskon terhadap RNAV mencapai angka yang ekstrem, yakni antara 75% hingga 86%. Kevin mengakui bahwa sebagian dari penurunan ini dapat dijelaskan oleh penurunan Return on Equity (ROE) dari 11,1% pada tahun 2019 menjadi estimasi 8,5% pada tahun 2025. Namun, ia menegaskan bahwa gap valuasi saham properti saat ini terlampau berlebihan, dengan diskon terhadap RNAV mencapai level yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dari sejumlah emiten properti yang berada dalam cakupan analisis Maybank Sekuritas, Summarecon Agung (SMRA) muncul sebagai rekomendasi utama. Kevin Halim menyatakan SMRA menjadi pilihan teratas setelah rencana perusahaan untuk mendivestasi lahan non-inti di Bali kepada BUVA. Maybank Sekuritas menyukai pengembang dengan merek township yang kuat, dan proyek Summarecon Serpong milik SMRA dinilai sangat menonjol. SMRA sendiri telah mencatatkan angka pra-penjualan atau pre-sales yang solid serta tingkat serapan yang sehat, meskipun berada dalam kondisi ekonomi yang menantang.

SMRA juga dianggap memiliki sensitivitas laba tertinggi terhadap potensi penurunan suku bunga, terutama karena posisi utangnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompetitor lain di sektor properti. Harga saham SMRA sendiri telah terkoreksi signifikan, mencapai 55% dari level tahun 2019. Penurunan ini jauh lebih dalam dibandingkan dengan saham sejenis seperti BSDE (-30%), PWON (-33%), dan CTRA (-4%).

Meskipun menghadapi ketidakpastian global, pre-sales sektor properti Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada kuartal II 2025, pra-penjualan properti tumbuh 2% secara tahunan menjadi Rp 6,79 triliun. Secara kumulatif semester I, angka ini mencatatkan pertumbuhan 1,3% secara tahunan menjadi Rp 13,59 triliun. Capaian tersebut sudah merepresentasikan 48% dari target tahunan yang ditetapkan oleh Maybank Sekuritas Indonesia dan analis.

Kevin Halim memperkirakan pre-sales properti akan tumbuh 6% pada tahun penuh 2025, mencatatkan rekor tertinggi baru dalam sejarah sektor ini. Proyek-proyek unggulan seperti BSD City dan Summarecon Serpong disebutnya tetap menunjukkan tingkat serapan yang sehat, mengindikasikan kuatnya permintaan pembeli akhir.

Sebelumnya, sempat terjadi kenaikan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh BCA pada Juni 2025. Namun, BCA telah menurunkan kembali suku bunga tetap untuk tenor 3 dan 5 tahun pada Agustus 2025, kembali ke level Mei 2025. Meski demikian, tenor 8 dan 10 tahun masih bertahan di level yang lebih tinggi. Kevin menilai fluktuasi ini tidak akan berdampak besar terhadap permintaan dari end-user.

Saat ini, saham-saham properti diperdagangkan pada P/E forward 12 bulan sebesar 7x, menjadikannya salah satu yang termurah di kawasan Asia Tenggara. Selain daya tarik valuasi properti yang menarik, kondisi keuangan emiten juga tergolong sehat, dengan posisi kas yang mencapai 50%–75% dari kapitalisasi pasar mereka.

Dalam konteks diskon terhadap RNAV, SMRA kembali menjadi sorotan utama karena menawarkan diskon paling dalam, yakni sebesar 86%. Angka ini diikuti oleh BSDE dengan diskon 83%, PWON 76%, dan CTRA 75%.

“Dengan valuasi serendah ini dan ekspektasi penurunan suku bunga lebih lanjut, sektor properti Indonesia menghadirkan peluang investasi yang tidak boleh diabaikan,” pungkas Kevin Halim dalam risetnya.

Maybank Sekuritas merekomendasikan “Beli” untuk saham BSDE dengan target harga di Rp 1.050, CTRA di Rp 1.300, PWON menargetkan di Rp 580, dan SMRA di Rp 640 per saham.

Leave a Comment