Muamalat.co.id JAKARTA. Laju kencang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun 2025 kemungkinan akan membuat investor mengambil langkah profit taking di akhir tahun ini.
IHSG ditutup melemah 0,68% dan parkir di level 8.618 pada akhir perdagangan Kamis (18/12/2025). Namun, IHSG sudah melaju 21,73% sejak awal tahun alias year to date (YTD).
Kondisi itu pun membuka peluang bagi investor untuk mengambil langkah profit taking di akhir tahun nanti. Apalagi, katalis lanjutan penggerak pasar saham sudah tak ada lagi hingga akhir tahun 2025.
Misalnya, Bank Indonesia (BI) yang memutuskan menahan suku bunga acuan alias BI Rate di level 4,75% pada Desember 2025. Meskipun BI Rate sudah turun lima kali sepanjang tahun ini, langkah ini diambil BI justru diambil di saat The Fed memangkas suku bunga ke kisaran 3,5%-3,75% di bulan terakhir tahun 2025.
Panen Dividen Jumbo Awal 2026, Saham Blue Chip Ini Layak Dikoleksi Investor
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mencermati, aksi profit taking jadi wajar dilakukan investor lantaran mereka akan fokus untuk melakukan rebalancing atau realokasi portofolio investasi untuk tahun 2026.
“Investor akan berpindah ke sektor yang sejalan juga dengan rencana kerja pemerintah Indonesia di tahun 2026, seperti MBG, koperasi desa, dan ketahan energ,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (18/12/2025).
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, penguatan lanjutan pasar saham juga sudah tipis, bahkan hingga kuartal I 2026.
“Untuk beberapa saham yang sudah naik tinggi, ruang penguatan relatif terbatas. Namun, masih banyak saham lainnya yang justru msh menyimpan potensi penguatan hingga dipublikasikannya laporan keuangan tahun 2025,” ungkapnya kepada Kontan, Kamis (18/12/2025).
Investor bisa melakukan profit taking jika target imbal hasil sudah tercapai atau butuh likuiditas. “Atau juga jika ada saham lain yang sedang diburu dan diprediksi akan naik banyak,” katanya.
Pengamat Pasar Modal, Rita Efendy berpandangan, kenaikan IHSG yang sudah cukup tinggi menandakan pasar saat ini berada di fase mature rally.
Alhasil, strategi paling aman saat ini adalah selektif dan parsial. Investor bisa mengambil sebagian profit pada kepemilikan saham mereka yang sudah naik signifikan, sembari tetap menggenggam saham yang masih punya katalis hingga kuartal I 2026.
Rekomendasi Saham Emiten Pembagi Dividen Interim di Awal 2026: ADRO, BBRI, AMAR, KKGI
“Jadi ambil sebagian kas untuk jaga-jaga jika ada gejolak di awal tahun 2026, mengingat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkadang membuat keputusan unik. Jadi, bukan jual semua, tetapi sebagian saja. Posisinya mungkin kira-kira 50% cash dan 50% saham,” katanya kepada Kontan, Kamis (18/12).
Keputusan taking profit di akhir tahun juga memang identik dengan aksi window dressing untuk sebagian protofolio sudah priced-in. Investor institusi juga cenderung sudah mengunci kinerja akhir tahun.
Kata Rita, saham yang layak dikurangi adalah yang sudah naik tinggi secara teknikal, atau saham yang hanya berbasis sentimen jangka pendek dan banyak disukai oleh investor ritel.
“Dana hasil taking profit sebaiknya parkirkan sementara di cash, reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, atau obligasi jangka pendek sambil menunggu peluang masuk kembali (re-entry) setelah liburan Nataru,” ungkapnya.
Nico melihat ada beberapa sektor saham yang bisa dipegang hingga kuartal I 2026. Untuk jangka pendek, investor bisa memperhatikan kinerja saham yang sudah oversold, sehingga berpotensi untuk mengalami kenaikan dalam waktu dekat.
“Saham-saham yang masih bisa dicermati di akhir tahun dan digenggam hingga kuartal awal tahun depan bisa dari sektor perbankan, komoditas, consumer goods, dan consumer non-cyclical,” ungkapnya.
Dividen Interim ADRO Jumbo Awal 2026, Yield Tembus 6% dan Kalahkan Bunga Deposito
Rita mengatakan, pasar saham Indonesia masih ada ruang penguatan hingga Maret 2026, namun cenderung lebih selektif. Setiap awal tahun juga biasanya selalu diikuti rotasi sektor dan katalis laporan kinerja.
Sektor yang relatif menarik untuk diperhatikan adalah sektor perbankan yang harganya sudah turun banyak, sehingga valuasinya murah. Lalu, sektor energi dan komoditas terpilih, seperti emas, yang bisa menguat lantaran ada dedolarisasi.
“Kemudian, sektor nikel, sektor infrastruktur selektif, dan sebagian saham konglomerasi yang masih ada story, baik itu yang mau IPO anak usaha atau mau merger/akuisisi,” katanya.
Sehingga, menurut Rita, investor pun bisa fokus pada saham dengan tren teknikal yang tengah menanjak, fundamental kuat, berdividen menarik, dan isu menarik di kuartal I 2026.
“Strategi yang lebih tepat adalah trailing profit, bukan mengejar target agresif,” ungkapnya.