KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja emiten di sektor perunggasan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) diprediksi melonjak pada tahun 2026 mendatang.
Menurut riset dari Maybank Sekuritas Indonesia pada Jumat (19/12/2025), laba bersih JPFA akan mencapai Rp 4,69 triliun di akhir tahun 2026, naik 29,3% dari estimasi laba bersih tahun 2025 sebesar Rp 3,63 triliun.
Kenaikan laba tersebut sejalan dengan outlook pertumbuhan pendapatan perusahaan. Dari sisi penjualan, JPFA diproyeksikan membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 79,81 triliun pada 2026, tumbuh 22,16% secara tahunan dari estimasi penjualan 2025 yang berada di level Rp 65,33 triliun.
Gelaran IPO Hanya Capai 91% Dari Target BEI di 2025, Begini Potensinya di 2026
Analis Maybank Sekuritas Indonesia Paulina Margaret menerangkan prospek JPFA dinilai semakin solid seiring penguatan harga ayam hidup (livebird) pasca penurunan kuota Grand Parent Stock (GPS) pada 2024, serta tambahan permintaan dari implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Sejalan dengan outlook tersebut, proyeksi laba per saham (EPS) periode 2025–2027 direvisi naik 4%–8%, mencerminkan asumsi harga livebird yang lebih kuat.
Secara rinci, Paulina menerangkan harga livebird nasional tercatat relatif stabil di Rp 24.853 per kilogram per 15 Desember 2025, didukung oleh penurunan kuota GPS tahun 2024 menjadi 530 ribu ekor, atau turun 21% secara tahunan. Berdasarkan diskusi dengan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR), harga livebird diperkirakan tetap bertahan di atas Rp 21.000 per kilogram hingga akhir tahun, seiring pasokan yang lebih ketat dan permintaan tambahan dari program MBG.
“Untuk tahun 2025, kuota GPS dinaikkan menjadi 560.000 untuk mengantisipasi permintaan MBG yang lebih tinggi, sehingga proyeksi penjualan bersih tahun 2025 hingga 2027 dinaikkan 2%–4%,” kata Paulina dalam risetnya.
Selain itu, percepatan implementasi MBG melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) turut menjadi katalis positif bagi industri perunggasan. Paula memperkirakan 17.500 unit SPPG yang saat ini beroperasi berpotensi meningkatkan permintaan unggas sekitar 18% secara tahunan pada tahun 2026. Dampaknya bahkan dapat melonjak hingga sekitar 36% apabila target 35.000 unit SPPG terealisasi sepenuhnya.
Harga Minyak Dunia Koreksi Dalam Setahun, Simak Prospek Emiten Migas pada 2026
Peningkatan jumlah SPPG dalam beberapa pekan terakhir menegaskan cepatnya implementasi MBG secara nasional. Selain itu, alokasi anggaran APBN 2026 sebesar Rp 335 triliun untuk MBG mencerminkan komitmen kuat pemerintah, sekaligus menempatkan program ini sebagai katalis utama sektor perunggasan ke depan.
Di sisi lain, JPFA terus memperkuat segmen produk konsumen melalui peningkatan penetrasi produk, perluasan jaringan distribusi, serta eksekusi yang lebih ketat pada aspek merek dan strategi go-to-market. Langkah ini dipandang sebagai positif secara struktural, karena mampu memperbaiki bauran pendapatan dan mengurangi ketergantungan terhadap fluktuasi harga livebird.
Segmen produk konsumen yang diperkirakan berkontribusi sekitar 17% terhadap total penjualan tahun 2026 diyakini masih akan tumbuh di atas 20% secara tahunan.
“Pertumbuhan ini diharapkan menopang margin dan arus kas yang lebih stabil dalam jangka menengah panjang, sekaligus memperkuat posisi kompetitif JPFA di segmen hilir bernilai tambah,” tambah Paulina.
Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menyampaikan prospek JPFA didukung oleh kebijakan dan permintaan domestik. Program pangan nasional seperti MBG dan food estate bisa memperkuat permintaan terhadap produk unggas dan pakan, sehingga menguntungkan JPFA.
Selain itu, JPFA juga mengalami perbaikan marjin dan efisiensi biaya input. “Marjin membaik karena harga pakan relatif turun, sementara harga live bird dan produk hilir cukup mendukung,” ucap Nafan kepada Kontan, Rabu (24/12/2025).
Paulina mempertahankan rekomendasi buy untuk saham JPFA dengan target harga dinaikkan 15% menjadi Rp 3.200 per saham. Kenaikan target harga ini didasarkan pada valuasi 8,2 kali price earning ratio (PER) estimasi tahun 2026, atau sekitar 0,2 standar deviasi di atas rata-rata tiga tahun terakhir.
Indeks Dolar Turun ke Bawah 98, Peluang Rupiah Menguat Awal 2026 Terbuka
JPFA juga tetap menjadi top pick sektor perunggasan, ditopang oleh valuasi yang relatif atraktif. Saham ini diperdagangkan pada 6,9 kali PER tahun 2026, jauh di bawah CPIN yang berada di level 16,2 kali, dengan dividend yield lebih tinggi sekitar 5,8%, dibandingkan CPIN yang hanya sekitar 3,2%.
Meski demikian, Paulina mengingatkan sejumlah risiko utama, antara lain potensi kenaikan biaya input di atas ekspektasi serta pelemahan harga livebird.
Sementara itu, Nafan memberikan rekomendasi add saham JPFA di target harga jangka pendek di Rp 2.720 per saham dan target jangka panjang di posisi Rp 2.980 per saham.