Muamalat.co.id JAKARTA. PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menunjukkan prospek kinerja yang positif menjelang paruh kedua tahun ini. Optimisme ini didorong oleh peningkatan signifikan dalam operasional smelter setelah berhasil melewati fase awal uji coba dan pengecekan menyeluruh atau commissioning.
Arief Sidarto, Presiden Direktur AMMN, mengungkapkan bahwa smelter tembaga perusahaan telah berhasil memproduksi 19.805 ton, atau setara 44 juta pon, katoda tembaga. Angka ini mencerminkan lonjakan drastis dari 635 ton pada kuartal I 2025 menjadi 19.170 ton di kuartal II 2025. Peningkatan pesat ini sejalan dengan makin optimalnya kinerja smelter pasca fase awal commissioning. Rata-rata produksi katoda selama kuartal II 2025 bahkan telah mencapai 35% dari total kapasitas.

Volume produksi ini, menurut Arief, diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan penyempurnaan operasional smelter yang sedang berjalan. Pada pertengahan Juli, AMMN juga berhasil mencatat tonggak penting lainnya, yakni produksi emas murni pertama dari fasilitas PMR mereka, sebagaimana disampaikan Arief dalam siaran pers pada Kamis (31/7/2025).
Kendati demikian, Arief mengakui bahwa AMMN masih menghadapi tantangan operasional, terutama terkait transisi ke fase produksi penuh yang merupakan proses kompleks dan memakan waktu. Oleh karena itu, AMMN tengah aktif berdiskusi dengan pemerintah perihal perolehan kembali izin ekspor konsentrat. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah melarang ekspor komoditas ini sejak awal tahun ini, yang memaksa penjualan AMMN beralih ke katoda tembaga per April 2025. Perubahan strategi ini berdampak pada kinerja yang kurang optimal di semester I 2025, yang sebagian besar hanya didasarkan pada data kuartal II 2025.
Selama semester I 2025, AMMN mencatat penjualan bersih sebesar US$ 183 juta, yang mayoritas berasal dari penjualan katoda tembaga pada kuartal II-2025. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan penjualan bersih perusahaan pada semester I-2024 yang mencapai US$ 1,53 miliar. Meski demikian, EBITDA AMMN pada semester I-2025 berhasil mencapai US$ 86 juta, menunjukkan perbaikan signifikan dari EBITDA negatif sebesar US$ 42 juta pada kuartal I-2025. Peningkatan ini utamanya didorong oleh kinerja operasional yang lebih kuat di kuartal II-2025, di mana perusahaan mencatat EBITDA positif sebesar US$ 128 juta. Rugi bersih AMMN juga menunjukkan perbaikan, menurun drastis dari US$ 138 juta pada kuartal I-2025 menjadi US$ 8 juta pada kuartal II-2025, sehingga total rugi bersih pada akhir semester I-2025 menjadi US$ 146 juta.
Arief menambahkan, aktivitas pengupasan batuan penutup dari tambang Fase 8 Batu Hijau kini bergerak dari area atas menuju dasar pit, yang diperkirakan akan tercapai pada tahun 2026 atau 2027. Hal ini akan memungkinkan AMMN untuk mengakses bijih segar dalam jumlah tinggi. Per kuartal II 2025, volume penambangan telah meningkat signifikan dari 1 juta ton menjadi 5 juta ton, dan kegiatan penambangan diperkirakan tetap dapat mencapai target produksi tahunan.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, berpandangan bahwa kenaikan operasional smelter diproyeksikan dapat mendongkrak pendapatan AMMN, sehingga memangkas rugi perusahaan tahun ini. Hal ini juga didukung oleh tarif 0% terhadap ekspor tembaga ke Amerika Serikat sebagai hasil kesepakatan dagang baru-baru ini. “Harusnya ini bisa dimanfaatkan oleh AMMN untuk memaksimalkan ekspor produk olahan tembaga ke AS,” jelas Nafan. Selain itu, sentimen positif lain yang dapat mendorong kinerja AMMN adalah potensi kenaikan harga tembaga seiring dengan pemulihan ekonomi global, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembuatan kabel. “Apalagi permintaan kabel secara global meningkat untuk connectivity darat maupun laut,” tambahnya.
Muhammad Wafi, Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), menilai bahwa meskipun ada peluang perbaikan, tantangan seperti tingginya biaya operasional atau belum optimalnya pendapatan akan tetap ada. “Tapi ada potensi lebih baik karena progres konstruksi sudah lebih dari 90% dan baru operasional di akhir tahun,” katanya. Wafi menaksir bahwa dampak tarif 0% terhadap produk tembaga, meski sudah berlaku, baru akan terasa penuh pada tahun 2026 karena smelter membutuhkan waktu untuk beroperasi optimal dan menghasilkan volume ekspor yang signifikan. Ke depan, prospek harga tembaga yang meningkat seiring transisi energi global (misalnya, untuk mobil listrik dan energi terbarukan) menjadi angin segar bagi kinerja AMMN. Namun, dalam jangka pendek, risiko yang perlu diperhatikan meliputi biaya bunga pinjaman yang tinggi, potensi keterlambatan operasional smelter, dan volatilitas harga tembaga. Wafi merekomendasikan hold saham AMMN, dengan target harga Rp 8.000 per saham.
Sementara itu, Nafan Aji Gusta dari Mirae Asset Sekuritas menyarankan accumulative buy untuk saham AMMN, dengan target harga di Rp 8.850. Dari sisi teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat posisi pergerakan AMMN masih berada pada fase uptrend dalam jangka pendek, meskipun pergerakan hari ini disertai dengan munculnya tekanan jual. Indikator MACD dan Stochastic cenderung bergerak melandai, namun Herditya mewanti adanya potensi koreksi. Untuk itu, ia merekomendasikan trading buy dengan level support Rp 8.300 dan resistance Rp 8.700, serta target harga dalam rentang Rp 8.850-Rp 9.000.
Ringkasan
PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menunjukkan peningkatan kinerja operasional smelter tembaga yang signifikan pada kuartal II 2025, mencapai produksi 19.170 ton katoda tembaga setelah melewati fase commissioning. Peningkatan ini mendorong optimisme terhadap pendapatan perusahaan, meskipun AMMN masih menghadapi tantangan operasional dan transisi ke fase produksi penuh, serta sedang berdiskusi dengan pemerintah terkait izin ekspor konsentrat.
Analis merekomendasikan strategi yang bervariasi terhadap saham AMMN. Mirae Asset Sekuritas menyarankan accumulative buy dengan target harga Rp 8.850, didukung oleh potensi kenaikan harga tembaga dan tarif 0% untuk ekspor ke Amerika Serikat. Sementara itu, Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI) merekomendasikan hold dengan target harga Rp 8.000, menekankan risiko biaya operasional yang tinggi dan volatilitas harga tembaga, meskipun prospek jangka panjang didukung oleh transisi energi global.