
Muamalat.co.id – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan dinamika menarik di penghujung pekan lalu. Pada perdagangan Jumat (15/8/2025), IHSG ditutup melemah 32,87 poin atau 0,41% ke level 7.898,37. Kendati demikian, kinerja mingguan Indeks Harga Saham Gabungan ini mencatat lonjakan impresif sebesar 4,84%, menandakan optimisme pasar yang cukup kuat.
Kenaikan signifikan IHSG dalam sepekan terakhir ini bukan sekadar euforia sesaat. Menurut Chory Agung Ramdhani, Kepala Departemen Customer Engagement & Market Analyst BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), penguatan ini justru ditopang oleh fondasi fundamental ekonomi Indonesia yang menunjukkan perbaikan. Dari sisi makroekonomi, sentimen positif datang dari penurunan yield obligasi, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia, serta potensi percepatan belanja pemerintah yang dapat memicu pertumbuhan.
Proyeksi kinerja pasar saham Indonesia juga tampak cerah. Chory menjelaskan bahwa meskipun semester I 2025 mencatatkan kinerja yang relatif melemah (-6% year-on-year), prospek semester II 2025 diproyeksikan akan mengalami rebound laba antara 5% hingga 6% secara tahunan. Pemulihan ini didukung oleh basis rendah tahun lalu serta berbagai kebijakan pro-ekonomi yang diterapkan pemerintah. BRIDS sendiri telah merevisi naik target IHSG akhir 2025 menjadi 7.960, sebuah target yang ditopang oleh derasnya arus dana ke saham-saham grup konglomerasi dan ekspektasi perbaikan pendapatan di paruh kedua tahun ini.
Gagal 8.000, IHSG Turun ke 7.898 pada Jumat (15/8) Meski Ada Net Buy Asing Tebal
Waspada Potensi Profit Taking
Meski prospeknya cerah, investor tetap perlu mencermati beberapa risiko saat IHSG bergerak agresif. Chory Agung Ramdhani mengingatkan akan potensi aksi profit taking setelah reli kenaikan IHSG yang cukup panjang. Selain itu, tekanan inflasi global yang dipicu oleh tarif dan harga komoditas pangan yang tinggi juga perlu diwaspadai. Kesenjangan antara ekspektasi pasar dan panduan The Fed dapat memicu volatilitas, sementara risiko kualitas aset perbankan, khususnya di segmen menengah-bawah, serta daya beli masyarakat lapisan bawah yang masih lemah, dapat membatasi pemulihan sektor konsumsi. Namun, prospek jangka pendek masih dianggap positif, asalkan konsistensi kebijakan pemerintah dan ketepatan waktu penyaluran fiskal tetap terjaga.
Secara terpisah, Analis OCBC Sekuritas, Farrel Nathanael, menambahkan bahwa kenaikan IHSG saat ini lebih banyak didorong oleh sentimen jangka pendek. Ia menekankan perlunya kewaspadaan terhadap risiko global seperti harga komoditas dan kebijakan The Fed, serta risiko domestik yang meliputi inflasi dan nilai tukar rupiah. Farrel juga melihat adanya potensi keuntungan bagi IHSG ketika suku bunga acuan mulai bergerak turun.
IHSG Menguat 4,84% Dalam Sepekan, Diwarnai Aksi Pecah Rekor Psikologis Baru di 8.000
Strategi Investasi di Tengah Volatilitas
Menyikapi kondisi pasar saham yang dinamis, Chory menyarankan strategi investasi yang berfokus pada sektor-sektor yang memiliki katalis perbaikan earnings di semester II 2025 dan valuasi yang masih di bawah rata-rata historisnya. Ia menganjurkan investor untuk memanfaatkan peluang pada saham-saham large cap dan grup konglomerasi yang mendapatkan aliran dana besar, sembari tetap menjaga disiplin dalam manajemen risiko. Pemantauan ketat terhadap pergerakan yield obligasi dan kebijakan The Fed juga krusial, mengingat volatilitas global dapat memengaruhi arus dana asing. Ia secara spesifik menyarankan untuk menghindari investasi agresif di sektor dengan daya beli yang masih lemah, seperti konsumer staples, hingga ada tanda-tanda pemulihan yang lebih jelas.
Sementara itu, Farrel Nathanael dari OCBC Sekuritas merekomendasikan strategi investasi dollar cost averaging, yaitu berinvestasi secara teratur dengan nominal yang sama tanpa memperhatikan naik turunnya harga, serta melakukan diversifikasi portofolio sesuai dengan profil risiko masing-masing investor. Strategi ini membantu mengurangi dampak volatilitas pasar.
Rekomendasi Sektor dan Saham Unggulan
Untuk paruh kedua tahun 2025, Chory Agung Ramdhani melihat beberapa sektor saham unggulan untuk investasi. Sektor telekomunikasi, dengan saham seperti Telkom Indonesia (TLKM) dan Indosat Ooredoo Hutchison (ISAT), diproyeksikan akan mengalami perbaikan harga dan margin. Sektor perbankan, khususnya Bank Central Asia (BBCA), menarik perhatian berkat valuasinya yang atraktif dan likuiditas yang membaik. Saham metals seperti Bumi Resources Minerals (BRMS) juga berpotensi menguntungkan berkat katalis proyek dan monetisasi aset. Terakhir, sektor properti, diwakili oleh Ciputra Development (CTRA), diharapkan mendapat dorongan dari kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) serta potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Senada, Farrel Nathanael juga merekomendasikan sektor perbankan dan konsumer sebagai pilihan yang patut dilirik oleh investor.
IHSG Melemah 0,41% ke 7.898 pada Jumat (15/8/2025), INCO, BBTN, MAPA Top Losers LQ45
Ringkasan
IHSG mencatatkan kenaikan mingguan sebesar 4,84% meskipun pada perdagangan terakhir melemah. Kenaikan ini didorong oleh fundamental ekonomi Indonesia yang membaik, penurunan yield obligasi, ekspektasi pelonggaran moneter, dan potensi percepatan belanja pemerintah. Prospek semester II 2025 diproyeksikan mengalami rebound laba, dengan target IHSG akhir tahun direvisi naik menjadi 7.960.
Investor perlu mewaspadai potensi profit taking dan tekanan inflasi global. Strategi investasi yang disarankan adalah fokus pada sektor dengan katalis perbaikan earnings dan valuasi di bawah rata-rata historis, serta memanfaatkan saham large cap dan grup konglomerasi. Sektor yang direkomendasikan termasuk telekomunikasi, perbankan, metals, dan properti.