Muamalat.co.id JAKARTA. Indeks Saham Sektoral Bahan Baku (IDX Basic Materials) mengalami perlambatan kinerja baru-baru ini. Analis menilai hal ini disebabkan oleh aksi ambil untung (profit taking) dari para pelaku pasar. Pada penutupan perdagangan Selasa (19/8/2025), IDX Basic Materials berada di level 1.625,78, naik 0,41% dibandingkan Jumat sebelumnya. Namun, dalam sebulan terakhir, indeks ini justru mengalami penurunan 0,23%, kontras dengan pertumbuhan IHSG yang mencapai 6,28% dalam periode yang sama.
Performa IDX Basic Materials tertinggal dari beberapa indeks sektoral lain. IDX Sector Transportation & Logistics tumbuh 0,88%, IDX Sector Infrastructures (2,69%), IDX Sector Energy (4,16%), IDX Properties & Real Estate (9,65%), IDX Sector Industrials (19,68%), dan IDX Sector Technology bahkan mencapai pertumbuhan 22,47% dalam sebulan terakhir. Meskipun demikian, kinerja year to date (ytd) IDX Basic Materials masih positif, tumbuh 27,59% sejak awal tahun.
Praska Putrantyo, CEO Edvisor Provina Visindo, menjelaskan perlambatan ini disebabkan karena kinerja keuangan semester I-2025 mayoritas emiten di indeks tersebut telah diantisipasi (price in) oleh investor sebelum rilis resmi. Pergerakan saham-saham penopang IDX Basic Materials seperti BRPT, TPIA, ANTM, dan MDKA juga telah menyesuaikan dengan fundamental terkini. “Saham-saham tersebut telah naik signifikan dan aksi profit taking menyebabkan perlambatan sektor ini,” ungkap Praska.
Data menunjukkan penurunan signifikan pada beberapa saham. Harga saham ANTM misalnya, melorot 11,91% dalam sebulan terakhir ke level Rp 2.810 per saham. BRPT juga mengalami penurunan 6,69% ke Rp 2.230 per saham. TPIA dan MDKA masing-masing turun 2,72% dan 5,71%.
Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, menambahkan bahwa kenaikan harga saham konstituen indeks bahan baku sebelumnya cukup tinggi, sehingga profit taking dan rotasi ke saham dengan valuasi lebih menarik dan risiko lebih rendah adalah hal yang wajar. Pelemahan harga emas, yang sebelumnya menjadi pendorong utama subsektor bahan baku, juga turut berkontribusi. “Subsektor semen juga belum menunjukkan perbaikan signifikan, menjadi pemberat di tengah koreksi sektor lain,” tambah Ekky.
Meskipun demikian, prospek saham di indeks bahan baku tetap menjanjikan. Potensi pemulihan harga komoditas, terutama nikel dan emas, akan berdampak besar pada kinerja emiten di sektor ini. Proyek hilirisasi yang didorong pemerintah juga memberikan sentimen positif. Praska memprediksi saham berbasis komoditas seperti emas akan bergerak stabil hingga akhir 2025, meskipun risiko gejolak geopolitik tetap ada. Tantangan kelebihan pasokan di pasar domestik masih menjadi sentimen negatif untuk saham bahan konstruksi seperti semen.
Praska menunjuk ANTM, MDKA, BRPT, dan NCKL sebagai saham unggulan di sektor bahan baku pada sisa tahun 2025, mengatakan saham-saham ini berada di area harga yang murah atau wajar berdasarkan valuasi historis tahun lalu. Ia merekomendasikan beli untuk ANTM (target harga Rp 3.300 per saham) dan NCKL (target harga Rp 1.100 per saham).
Ekky menilai INCO dan ANTM berpotensi menjadi penggerak utama indeks sektor bahan baku berkat dukungan hilirisasi nikel dan proyek smelter, menarik minat investor asing. Saham konglomerasi seperti BRPT dan TPIA juga memiliki peluang menguat kembali di semester kedua tahun ini.

Ringkasan
Indeks Saham Sektoral Bahan Baku (IDX Basic Materials) mengalami perlambatan meski masih tumbuh 27,59% secara year to date. Perlambatan ini disebabkan aksi profit taking pasca rilis kinerja semester I-2025 emiten dan pelemahan harga emas. Beberapa saham unggulan seperti ANTM dan BRPT mengalami penurunan harga signifikan.
Meskipun demikian, prospek sektor ini tetap menjanjikan berkat potensi pemulihan harga komoditas dan proyek hilirisasi pemerintah. Analis merekomendasikan saham-saham seperti ANTM (target Rp 3.300), NCKL (target Rp 1.100), INCO, dan saham konglomerasi seperti BRPT dan TPIA sebagai potensi penggerak utama indeks di sisa tahun 2025.