
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sektor emiten dairy atau produsen susu di Indonesia menunjukkan gambaran kinerja yang bervariasi namun dominan positif sepanjang semester I-2025, menghadirkan kisah sukses bagi sebagian besar pelaku pasar, sementara sebagian lainnya menghadapi tantangan yang perlu dicermati.
PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY), yang dikenal luas sebagai Cimory, menjadi salah satu pemain yang bersinar terang. Perusahaan ini berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 5,14 triliun per semester I-2025, angka yang melesat 16,59% dibandingkan pendapatan pada semester I-2024 yang senilai Rp 4,41 triliun. Lebih lanjut, laba bersih CMRY tercatat mencapai Rp 993,80 miliar, melonjak tajam 23,85% dari laba bersih per Juni 2024 yang sebesar Rp 802,39 miliar.
Tak kalah gemilang, PT Diamond Food Indonesia Tbk (DMND) juga melaporkan peningkatan kinerja signifikan. Perusahaan ini mencatatkan pendapatan yang tumbuh 8,96% menjadi Rp 5,16 triliun, disertai raihan laba bersih yang melonjak 7,27% hingga mencapai Rp 135,08 miliar.
Dari grup raksasa Salim, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) turut membukukan performa yang apik. Pendapatan perseroan meningkat 2% menjadi Rp 37,6 triliun, dan yang paling menarik, laba bersih ICBP melesat hingga 56% mencapai Rp 5,54 triliun.
Namun, di tengah euforia pertumbuhan ini, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) justru mencatatkan hasil yang kurang menggembirakan. Per Juni 2025, laba bersih ULTJ tercatat turun 20,03% menjadi Rp 603,81 miliar dari Rp 755,13 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Senada, dari sisi pendapatan, ULTJ juga mengalami penurunan 8,16% menjadi Rp 4,08 triliun dari sebelumnya Rp 4,44 triliun.
Menelisik pendorong di balik performa cemerlang CMRY, DMND, dan ICBP, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, mengidentifikasi beberapa faktor kunci. Ia menilai penguatan kinerja ini didorong oleh stabilnya harga bahan baku susu global, meningkatnya permintaan domestik khususnya dari kalangan masyarakat menengah, serta strategi diversifikasi produk yang lebih luas dan inovatif yang diterapkan oleh ketiga emiten tersebut.
Di sisi lain, Wafi menilai kinerja ULTJ yang tertahan disebabkan oleh ketergantungan perusahaan yang masih kuat pada produk susu UHT di segmen mass market. Segmen ini menghadapi tekanan signifikan dari melemahnya daya beli konsumen, persaingan harga yang sangat ketat, serta minimnya diversifikasi usaha yang dilakukan oleh ULTJ.
Adapun prospek sektor dairy secara keseluruhan diperkirakan akan ditopang oleh sejumlah sentimen positif. Ini termasuk pulihnya tingkat konsumsi pada paruh kedua 2025, harga bahan baku susu global yang relatif stabil, serta efisiensi distribusi yang semakin membaik. Faktor-faktor ini berpotensi memberikan dorongan kuat bagi pertumbuhan industri.
Kendati demikian, Wafi juga mengingatkan akan sejumlah tantangan yang membayangi sektor dairy. “Tantangan tetap membayangi, antara lain rapuhnya permintaan dari kelompok menengah bawah, ketatnya persaingan harga di segmen UHT, hingga risiko pelemahan rupiah,” kata Wafi kepada Kontan, Kamis (21/8).
Dalam pandangan terpisah, Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project, William Hartanto, menyoroti perbedaan karakteristik produk yang dimiliki oleh masing-masing emiten. Ia menjelaskan bahwa ICBP unggul di segmen mi instan yang mendominasi pasar, DMND kuat dengan produk es krimnya, sedangkan ULTJ didominasi oleh produk susu UHT yang memiliki segmen pasar tersendiri.
Mengenai penurunan penjualan ULTJ sekitar 8,17%, William menjelaskan bahwa pelemahan ini masih tergolong kecil dan kemungkinan besar hanya dipengaruhi oleh dinamisnya persaingan di pasar. Menurutnya, ini bukan merupakan indikator fundamental yang mengkhawatirkan.
Lebih lanjut, William menekankan bahwa perusahaan consumer goods selalu diuntungkan oleh kebutuhan dasar manusia akan pangan, dan produk yang menonjolkan aspek kesehatan seperti susu akan menjadi katalis positif yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, ULTJ memiliki produk susu yang menjadi kebutuhan gizi penting, sehingga akan selalu memiliki daya tarik sebagai investasi.
“Pemberat kinerja ULTJ hanya persaingan saja misalnya karena varian rasa atau harga yang kompetitif,” ucap William kepada Kontan, Kamis (21/8), menggarisbawahi bahwa tantangan ULTJ lebih bersifat kompetitif daripada fundamental.
Rekomendasi Saham
Melihat tren yang cenderung melemah pada saham ULTJ, William merekomendasikan strategi wait and see. Saat ini, saham ULTJ memiliki level support di 1.235. Jika level ini mampu bertahan dengan kokoh, peluang pembelian terbuka dengan target harga di kisaran Rp 1.500–Rp 1.700 per saham.
Adapun Wafi lebih agresif dengan merekomendasikan buy untuk saham CMRY dengan target harga Rp 6.000 per saham, dan ICBP di Rp 12.000 per saham. Sementara itu, untuk saham DMND dan ULTJ, ia menyarankan strategi trading buy dengan target harga masing-masing Rp 620 dan Rp 1.450 per saham.
Ringkasan
Kinerja emiten sektor dairy di Indonesia pada semester I-2025 bervariasi. CMRY, DMND, dan ICBP mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang signifikan, didorong oleh stabilnya harga bahan baku, peningkatan permintaan domestik, dan diversifikasi produk. Sebaliknya, ULTJ mengalami penurunan laba bersih dan pendapatan akibat ketergantungan pada produk susu UHT di segmen mass market yang menghadapi persaingan ketat dan daya beli konsumen yang melemah.
Prospek sektor dairy secara keseluruhan diperkirakan positif dengan potensi pemulihan konsumsi, stabilitas harga bahan baku, dan efisiensi distribusi. Namun, tantangan seperti permintaan yang rapuh, persaingan harga, dan risiko pelemahan rupiah tetap perlu diperhatikan. Rekomendasi saham bervariasi, dengan wait and see untuk ULTJ dan buy untuk CMRY dan ICBP.