Pemerintahan Trump Berencana Akuisisi 10% Saham Intel: Intervensi Negara atau Kapitalisme Kroni?

Gedung Putih mengonfirmasi tengah bernegosiasi dengan Intel terkait rencana akuisisi saham perusahaan pembuat chip tersebut sebesar 10%. Langkah kontroversial ini memicu perdebatan sengit mengenai peran pemerintah dalam ekonomi pasar bebas dan risiko kapitalisme kroni.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan pada Selasa (19/8) pekan lalu bahwa Presiden Donald Trump memprioritaskan kepentingan Amerika, baik dari segi keamanan nasional maupun ekonomi. Keputusan ini, meskipun tidak lazim, sejalan dengan kebijakan intervensi langsung Trump di pasar bebas selama masa jabatannya.
Langkah ini bukan tanpa preseden. Nvidia dan AMD baru-baru ini menyetujui pembayaran sekitar 15% dari penjualan mereka di Tiongkok kepada pemerintah AS. Pemerintah AS juga memperoleh “saham emas” dalam penjualan US Steel kepada Nippon Steel asal Jepang, memberikan Trump hak veto atas keputusan dewan direksi dan wewenang menunjuk anggota dewan. Lebih lanjut, pemerintah Washington menjadi pemegang saham terbesar di MP Materials, satu-satunya tambang logam tanah jarang yang masih beroperasi di AS.
Geoffrey Gertz, peneliti senior di Center for a New American Security, menyebut intervensi bisnis ini sebagai sesuatu yang “tidak biasa,” berbeda dari pendekatan pemerintah AS sebelumnya yang lebih fokus pada stimulus pertumbuhan ekonomi tanpa intervensi langsung. Gertz menilai Trump mengambil pendekatan yang lebih personal dan terarah, membuat kesepakatan satu per satu dengan perusahaan tertentu, bukan menetapkan kebijakan industri nasional.
Meskipun pendekatan ini menuai kontroversi, banyak pihak mendukung intervensi pemerintah, terutama di sektor strategis seperti semikonduktor dan logam tanah jarang yang menjadi arena persaingan sengit dengan Tiongkok. Sujai Shivakumar, Direktur program Renewing American Innovation di CSIS, menilai industri semikonduktor global tidak berada pada “arena persaingan yang setara” karena dukungan besar dari negara-negara seperti Tiongkok. Ia berpendapat investasi pemerintah di Intel perlu diapresiasi dan menjadi norma baru di negara-negara maju.
Gertz mengakui bahwa tidak ada yang “secara inheren salah” dalam investasi pemerintah di Intel, mengingat sektor strategis dan implikasi keamanan nasional yang terkait. Baik pemerintahan Biden maupun Trump sepakat meningkatkan kapasitas produksi chip canggih di AS, yang krusial bagi industri teknologi tinggi.
CHIPS Act, undang-undang yang diluncurkan pemerintahan Biden pada 2022, mengalokasikan bantuan dan hibah federal untuk perusahaan seperti Intel, TSMC, dan Samsung untuk meningkatkan produksi di AS. Namun, di tengah persaingan ketat dengan TSMC dan masalah internal yang menyebabkan penurunan pendapatan dan harga saham, Intel menjadi kandidat utama untuk memperkuat produksi dalam negeri.
Ironisnya, Trump yang sebelumnya mengkritik CHIPS Act bahkan sempat meminta CEO Intel, Lip-Bu Tan, untuk mengundurkan diri. Namun, setelah pertemuan dengan Tan, rencana akuisisi saham Intel oleh pemerintah muncul, menandai perubahan sikap Trump.
Shivakumar menilai Intel sebagai satu-satunya perusahaan nasional AS yang masih berpeluang mengembalikan dominasi AS dalam produksi chip canggih. Ia menekankan bahwa Intel membutuhkan dukungan kuat untuk mengatasi tantangan yang dihadapi.
Bloomberg melaporkan bahwa kesepakatan ini mungkin melibatkan pemerintah AS yang mengambil saham sebagai imbalan atas sebagian hibah dari CHIPS Act. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan AS seharusnya diuntungkan dari skema ini. Namun, potensi kesepakatan ini juga memicu kekhawatiran akan kapitalisme kroni. Gertz memperingatkan risiko melemahnya persaingan dan terhambatnya inovasi jangka panjang jika perusahaan tertentu dimanjakan oleh perlindungan negara.
Shivakumar menyimpulkan bahwa kunci keberhasilan terletak pada keseimbangan antara kepentingan strategis dan kekuatan pasar. Ia menekankan perlunya kebijakan industri yang cerdas untuk membantu perusahaan memulihkan kepercayaan pelanggan, investor, dan pemasok.
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris. Diadaptasi oleh Rizki Nugraha. Editor: Arthur Sullivan
Ringkasan
Pemerintahan Trump berencana mengakuisisi 10% saham Intel, memicu perdebatan tentang peran pemerintah dalam ekonomi pasar bebas. Langkah ini dianggap sebagai intervensi langsung pemerintah dalam industri semikonduktor, sejalan dengan kebijakan Trump sebelumnya yang melakukan intervensi serupa di sektor strategis lainnya, seperti logam tanah jarang.
Meskipun kontroversial, banyak pihak mendukung intervensi ini, terutama karena persaingan ketat dengan Tiongkok di sektor semikonduktor. Dukungan ini dianggap penting untuk mengembalikan dominasi AS dalam produksi chip canggih. Namun, kekhawatiran tentang kapitalisme kroni dan potensi penghambat inovasi juga muncul sebagai akibat dari intervensi tersebut.