TLKM: Simplifikasi Produk Dongkrak Kinerja Telkom Semester II 2025

Muamalat.co.id – JAKARTA. PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) melaporkan penurunan kinerja pada semester I-2025. Namun, optimisme membayangi karena strategi transformasi bisnis yang berfokus pada keunggulan operasional dan layanan diyakini akan menjadi pendorong peningkatan kinerja pada paruh kedua tahun ini.

Selama semester I-2025, Telkom Indonesia membukukan pendapatan sebesar Rp 73 triliun, angka ini turun 3,0% secara tahunan (YoY). Demikian pula, laba bersih TLKM tercatat sebesar Rp 10,97 triliun, mengalami penurunan sebesar 6,68% secara tahunan. Penurunan ini menjadi sorotan utama bagi para investor dan analis pasar.

Kafi Ananta, seorang Analis dari BRI Danareksa Sekuritas, menilai bahwa semester II-2025 akan menjadi periode krusial bagi industri telekomunikasi. Perbaikan harga dan upaya peningkatan yield diproyeksikan mulai terlihat. Menurutnya, dampak penuh dari kebijakan repricing starter pack atau kartu perdana beserta paket kuota, baru akan sepenuhnya terasa pada kuartal III-2025. Perseroan juga tengah gencar melakukan rasionalisasi bonus kuota sebagai bagian dari upaya peningkatan monetisasi.

Sebagai langkah strategis, Telkom telah melakukan simplifikasi produk yang signifikan, mengurangi jumlah SKU (Stock Keeping Unit) dari 6.000 menjadi sekitar 400, dengan target jangka panjang hanya sekitar 200 SKU. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan fokus pada produk-produk inti yang lebih menguntungkan.

Meskipun demikian, Kafi mengingatkan akan beberapa tantangan yang perlu diwaspadai. Terutama, dampak dari price repair terhadap konsumsi data yang berpotensi menekan trafik. Dalam industri, Average Revenue Per User (ARPU) TLKM masih menjadi yang tertinggi, mencapai Rp 41.200 pada kuartal II-2025. Tantangan lain datang dari bisnis fixed broadband, di mana ARPU B2C terus menurun hingga Rp 217.000 per kuartal II-2025, dipicu oleh migrasi pelanggan dari paket 3P ke 1P internet serta penetrasi EZNet yang semakin luas. Namun, dengan penyesuaian harga EZNet pada paket entry level per Juli 2025, tren penurunan ARPU ini diharapkan dapat diredam.

Sentimen utama yang patut dicermati adalah seberapa besar efek price repair akan terekam pada kinerja Telkom di semester II-2025. Di sisi lain, bisnis legacy seluler TLKM masih menghadapi tekanan penurunan yang berkelanjutan.

Di tengah tantangan tersebut, katalis positif dapat muncul dari konsolidasi bisnis fiber melalui entitas Infranexia. Proyeksi menunjukkan potensi pembukaan nilai (unlock value) hingga Rp 150 triliun dari inisiatif ini. Manajemen menargetkan lebih dari 50% aset fiber sudah dipindahkan hingga akhir 2025, dengan penyelesaian penuh diharapkan pada semester II-2026. Aset fiber yang saat ini baru terpakai sekitar 40% memiliki potensi besar untuk dimonetisasi lebih lanjut, meskipun investor tetap perlu mewaspadai risiko cannibalization.

Dari perspektif lain, Eka Rahmawati, Analis dari Binaartha Sekuritas, melihat adanya pelemahan jangka pendek pada belanja konsumen dan intensitas persaingan di pasar. Namun, ia menyoroti pertumbuhan IndiHome yang tangguh, strategi berbasis data yang kuat, serta disiplin margin sebagai katalis positif utama bagi saham TLKM.

Binaartha Sekuritas memproyeksikan pendapatan Telkom pada tahun 2025 akan mencapai Rp 151,39 triliun dengan laba bersih Rp 23,22 triliun. Sebagai perbandingan, pada tahun 2024, TLKM membukukan pendapatan Rp 149,96 triliun dan laba bersih Rp 23,64 triliun. Mengingat prospek dan potensi pertumbuhan, Kafi Ananta dan Eka Rahmawati sama-sama merekomendasikan beli saham TLKM, dengan target harga masing-masing Rp 3.500 per saham dan Rp 4.050 per saham.

Ringkasan

PT Telkom Indonesia (TLKM) mengalami penurunan kinerja pada semester I-2025, dengan pendapatan Rp 73 triliun dan laba bersih Rp 10,97 triliun. Perusahaan optimis dengan strategi transformasi bisnis, termasuk simplifikasi produk dari 6.000 menjadi sekitar 400 SKU, yang diharapkan mendongkrak kinerja pada semester II-2025. Dampak dari kebijakan repricing starter pack juga diharapkan terasa pada kuartal III-2025.

Analis melihat katalis positif dari konsolidasi bisnis fiber melalui Infranexia, berpotensi membuka nilai hingga Rp 150 triliun. Meskipun ada tantangan seperti dampak price repair terhadap konsumsi data dan penurunan ARPU B2C fixed broadband, pertumbuhan IndiHome dan strategi berbasis data yang kuat menjadi faktor pendukung. Analis merekomendasikan beli saham TLKM dengan target harga bervariasi.

Leave a Comment