
KONTAN.CO.ID. Harga minyak dunia kembali melonjak pada Rabu (6/8/2025), bangkit dari level terendah dalam lima minggu terakhir. Kenaikan ini menandai pembalikan signifikan setelah serangkaian penurunan tajam di sesi sebelumnya, yang sempat memicu kekhawatiran di pasar.
Penguatan harga minyak hari ini sebagian besar dipicu oleh kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan global. Sentimen ini muncul setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara blak-blakan mengancam akan mengenakan tarif terhadap India, jika negara tersebut terus membeli minyak dari Rusia. Ancaman ini secara langsung menyoroti ketegangan geopolitik yang berdampak pada pasar energi.
Melansir Reuters, minyak mentah Brent naik 29 sen atau 0,4% ke level US$ 67,93 per barel pada pukul 08.19 WIB. Di sisi lain, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga menunjukkan kenaikan serupa, bertambah 28 sen atau 0,4% ke level US$ 65,44 per barel. Data ini menunjukkan respons positif pasar terhadap perkembangan terbaru.
Sebelumnya, pada Selasa (5/8), kedua kontrak acuan tersebut anjlok lebih dari US$ 1, mencapai level terendah dalam lima minggu dan mencatatkan penurunan selama empat sesi beruntun. Penutupan harga minyak mentah Brent pada US$67,64 dan WTI pada US$65,16 sehari sebelumnya, menunjukkan tekanan kuat yang dialami pasar. Tekanan ini utamanya datang dari kekhawatiran kelebihan pasokan global menyusul rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) untuk menaikkan produksi pada September mendatang.
“Investor saat ini sedang mencermati apakah India akan sungguh-sungguh mengurangi pembelian minyak Rusia menyusul ancaman Trump. Jika skenario tersebut terjadi, pasokan global bisa mengetat secara signifikan. Namun, belum ada kepastian apakah India akan menuruti tekanan tersebut,” ujar Yuki Takashima, seorang ekonom di Nomura Securities, menganalisis situasi pasar. Takashima lebih lanjut memperkirakan, selama India tetap melanjutkan pembelian minyak Rusia, harga WTI kemungkinan besar akan bertahan di kisaran US$ 60–70 per barel sepanjang bulan Agustus.
Seperti yang telah diumumkan sebelumnya, OPEC+ pada Minggu lalu menyepakati kenaikan produksi sebesar 547.000 barel per hari untuk bulan September. Keputusan strategis ini secara efektif mengakhiri periode pemangkasan produksi yang telah dilakukan OPEC+ sejak pandemi global, yang pada awalnya bertujuan untuk menopang harga minyak di pasar internasional.
Di sisi lain, desakan AS agar India menghentikan impor minyak dari Rusia dinilai berpotensi besar mengganggu arus perdagangan global. Jika India terpaksa mencari alternatif pasokan dan Rusia mengalihkan ekspor minyaknya ke pasar lain, maka dinamika pasokan global dapat berubah secara fundamental dan signifikan.
Trump pada Selasa (5/8) memang kembali melontarkan ancaman tarif terhadap produk-produk asal India, menuntut negara tersebut untuk menghentikan impor minyak Rusia dalam kurun waktu 24 jam. Ia juga mengaitkan penurunan harga energi sebagai strategi untuk menekan Presiden Rusia Vladimir Putin agar mengakhiri perang di Ukraina.
Pemerintah India, dalam responsnya, menanggapi ancaman tersebut sebagai hal yang “tidak beralasan” dan dengan tegas menyatakan akan melindungi kepentingan ekonominya. Ketegangan ini jelas memperuncing perselisihan dagang yang sudah ada antara kedua negara, menambah kompleksitas pada geopolitik pasokan minyak.
Sementara itu, sentimen positif lainnya turut datang dari laporan industri yang menunjukkan penurunan mengejutkan pada stok minyak mentah di Amerika Serikat. Menurut data dari American Petroleum Institute (API), persediaan minyak mentah AS turun sebesar 4,2 juta barel pekan lalu. Angka ini jauh melampaui ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan penurunan sekitar 600.000 barel, mengindikasikan permintaan yang lebih kuat dari perkiraan. Data resmi dari Badan Informasi Energi AS (EIA) dijadwalkan akan dirilis pada Rabu malam waktu setempat, yang akan menjadi patokan lebih lanjut bagi arah pasar.