
Untuk memahami konteksnya, penting untuk diketahui bahwa saham blue chip adalah kategori saham lapis satu yang sudah memiliki pengalaman panjang di bursa efek. Umumnya, saham-saham ini memiliki nilai pasar yang fantastis, mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah, dan kerap menjadi anggota indeks mayor seperti LQ45 di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sayangnya, INDY belum menjadi bagian dari Indeks LQ45.
Meski demikian, saham INDY belakangan ini menjadi magnet bagi investor. Pada perdagangan Selasa, 9 September 2025, harga saham INDY ditutup menguat signifikan di level 1.895, melonjak 235 poin atau 14,16% dibandingkan hari sebelumnya.
Tren penguatan ini tidak hanya terjadi sesaat. Selama lima hari perdagangan terakhir, harga saham INDY secara akumulatif meningkat tajam sebesar 600 poin atau 46,33%. Performa impresif ini kontras dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada periode yang sama justru tergerus 149,24 poin atau 1,92%.
Inilah Rencana Skema Kompensasi Wuling Binguo EV Akibat Penurunan Harga
Menyikapi lonjakan harga ini, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, merekomendasikan beli saham INDY dengan target harga di level Rp 2.200 per saham. Wafi mengakui bahwa prospek jangka pendek kinerja INDY masih mungkin menghadapi tekanan. Hal ini disebabkan upaya diversifikasi bisnis yang dilakukan emiten belum mampu secara instan menutupi potensi pelemahan dari lini bisnis batu bara. Namun, pandangan Wafi berubah menjadi optimistis untuk jangka panjang, meyakini bahwa ekspansi bisnis INDY ke sektor non-batu bara akan membuahkan hasil positif dalam periode menengah dan panjang.
Terbaru, INDY kembali menegaskan komitmennya terhadap diversifikasi bisnis di luar sektor batu bara. Melalui anak usahanya, PT Trimatra Engineering (TPE) dan PT Tripatra Multi Energi (TIME), INDY pada 4 September 2025 mengumumkan pembentukan entitas anak baru bernama PT Trimatra Bioenergi Angkasa (TBA).
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), TBA akan berfokus pada kegiatan usaha di bidang industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, sesuai dengan KBLI 20115. Struktur kepemilikan TBA mayoritas dipegang oleh TPE dengan 99,9% saham, setara dengan 2.999 lembar saham atau senilai Rp 299,90 juta. Sementara itu, TIME memiliki 1 lembar saham TBA senilai Rp 100.000, merepresentasikan porsi kepemilikan sebesar 0,01%.
“Dengan pembentukan anak perusahaan ini, Perseroan akan memiliki anak usaha baru yang laporan keuangannya akan terkonsolidasi,” terang Sekretaris Perusahaan INDY, Adi Pramono, dalam keterbukaan informasi pada Senin (8/9/2025). Pihak INDY menegaskan bahwa pembentukan anak usaha baru ini sejalan dengan strategi bisnis diversifikasi perusahaan, yang bertujuan untuk memastikan fokus pada pelaksanaan kegiatan usaha yang berkelanjutan.
Tonton: Siap-Siap, Pemprov DKI Bakal Naikkan Tarif Parkir di Jakarta
Wafi menambahkan, fokus TBA pada industri kimia dasar organik berpotensi besar untuk membuka sumber pendapatan baru bagi INDY yang lebih stabil dibandingkan dengan volatilitas harga batu bara. Meskipun dalam jangka pendek kehadiran anak usaha baru ini mungkin memiliki dampak yang terbatas terhadap kinerja keuangan INDY, namun dalam jangka menengah dan panjang, upaya ini diyakini Wafi dapat menjadi katalis positif, terutama jika dikaitkan dengan program transisi energi nasional.
Langkah diversifikasi ini bukanlah hal baru bagi INDY. Dalam beberapa tahun terakhir, emiten ini telah cukup aktif merambah berbagai sektor, mulai dari pertambangan emas, energi terbarukan, hingga bisnis kendaraan listrik, sebelum akhirnya mendirikan TBA.
Namun, Wafi juga mengingatkan bahwa strategi diversifikasi bisnis yang dilakukan INDY tidaklah tanpa tantangan. Ia mengidentifikasi beberapa risiko utama: pertama, agenda semacam ini memerlukan investasi atau pendanaan yang besar, baik untuk capital expenditure (capex) awal maupun untuk menjaga operasional hingga stabil. Kedua, ada tantangan kompetensi perusahaan, di mana INDY perlu beradaptasi dengan karakteristik industri lain yang sangat berbeda dari industri batu bara. “Risiko finansial juga meningkat karena leverage bisa bertambah bila pembiayaan dilakukan lewat utang,” pungkas Wafi.
Ringkasan
Saham PT Indika Energy Tbk (INDY) menunjukkan tren positif dengan kenaikan signifikan di tengah penurunan IHSG. Analis merekomendasikan beli dengan target harga Rp 2.200 per saham, meskipun ada potensi tekanan jangka pendek akibat diversifikasi bisnis yang belum optimal. INDY terus melakukan diversifikasi, termasuk pembentukan PT Trimatra Bioenergi Angkasa (TBA) yang fokus pada industri kimia dasar organik.
Diversifikasi INDY bertujuan menciptakan sumber pendapatan baru dan mendukung transisi energi nasional. Namun, strategi ini juga menghadapi tantangan seperti kebutuhan investasi besar, adaptasi kompetensi, dan risiko finansial akibat potensi peningkatan utang. Meskipun demikian, langkah diversifikasi ini diharapkan menjadi katalis positif bagi kinerja keuangan INDY dalam jangka menengah dan panjang.