Emiten Kompas100: Cara Cerdas Pilih Saham Saat Pasar Berubah

Muamalat.co.id JAKARTA. Kinerja saham konstituen indeks Kompas100 terpantau masih menunjukkan performa yang kurang bergairah. Namun, di tengah kondisi ini, para pelaku pasar meyakini adanya potensi peluang yang menjanjikan bagi investor hingga sisa tahun 2025.

Hingga penutupan perdagangan Jumat (12/9), indeks Kompas100 tercatat menguat 4,13% secara year to date (YTD). Angka tersebut jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang telah melonjak 10,93% YTD dalam periode yang sama.

Kendati demikian, performa Kompas100 masih menunjukkan keunggulan jika dibandingkan dengan indeks LQ45, yang justru terkoreksi 2,65% YTD.

Menurut pandangan Angga Septianus, Community Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), salah satu penopang utama kinerja Kompas100 adalah pergerakan impresif saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). Emiten ini berhasil melesat 176,62% YTD.

Siap-Siap, Sejak 2010 Astra Otoparts (AUTO) Rajin Bagi Dividen Interim Saban Oktober

Penguatan signifikan DSSA ini dipicu oleh sentimen positif atas masuknya saham emiten tersebut ke dalam perhitungan indeks global terkemuka, yakni MSCI dan FTSE. Pada penutupan perdagangan Jumat, harga saham DSSA berada di level Rp 102.350 per saham.

Tidak hanya DSSA, sejumlah saham lain juga memberikan kontribusi besar. Di posisi kedua, terdapat PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) dengan kenaikan saham 165,22% YTD. Sementara itu, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) menempati posisi ketiga dengan lonjakan 148,98% YTD.

Melengkapi daftar saham berkinerja cemerlang, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) turut mencatatkan kenaikan 145,65% YTD, diikuti oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang menguat 129,85% YTD.

Angga menambahkan, “Berbeda dengan Kompas100, indeks LQ45 tidak mencakup saham DSSA, dan sebagian besar saham konstituen LQ45 secara umum sedang berada dalam tekanan,” pungkasnya kepada Kontan, Jumat (12/9).

Faktor penekan utama kinerja baik LQ45 maupun Kompas100 ternyata sama-sama berasal dari saham-saham emiten perbankan. Namun, Fath Aliansyah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, menyoroti perbedaan signifikan pada bobot saham perbankan berkapitalisasi besar (big caps). Dalam Kompas100, bobot saham perbankan big caps maksimal hanya 9% dari total indeks.

Sebaliknya, pada indeks LQ45, bobot saham perbankan big caps jauh lebih besar, mencapai kisaran 10-14% terhadap keseluruhan indeks. Perbedaan ini menjadi kunci dalam memahami disparitas kinerja.

Memang, dalam beberapa waktu terakhir, kinerja saham sektor perbankan secara umum menunjukkan pelemahan. Contohnya, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terkoreksi 18,09% YTD, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) merosot 20,70% YTD.

Namun, di tengah tekanan tersebut, beberapa bank besar masih mampu mencatatkan penguatan. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berhasil naik 3,91% YTD dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menguat 2,45% YTD, menunjukkan resiliensi di tengah gejolak pasar.

“Ketika saham-saham big caps mengalami penurunan, dampak yang ditimbulkan terhadap LQ45 cenderung lebih besar. Hal ini menjelaskan mengapa kinerja Kompas100 tampak lebih unggul dibandingkan LQ45,” jelas Fath kepada Kontan, Jumat (12/9).

Prospek dan Rekomendasi Saham

Meski demikian, penurunan saham perbankan justru dilihat sebagai momentum yang tepat bagi investor untuk kembali mencermati sektor ini. Fath Aliansyah optimistis, sektor perbankan berpotensi menjadi salah satu penopang utama indeks Kompas100 dalam waktu dekat.

“Momentum terdekat dapat berasal dari saham-saham perbankan dengan kapitalisasi pasar besar yang telah mengalami koreksi signifikan dalam beberapa bulan terakhir,” ujarnya.

Sejalan dengan pandangan tersebut, Angga Septianus juga berpendapat bahwa emiten perbankan buku empat yang menjadi konstituen Kompas100, khususnya BBRI dan BMRI, masih menyimpan potensi besar untuk menopang kinerja indeks hingga akhir tahun 2025.

Salah satu sentimen positif yang mendukung prospek emiten perbankan buku empat adalah dukungan likuiditas signifikan dari Kementerian Keuangan senilai Rp 200 triliun, yang dialokasikan khusus untuk Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Di samping sektor perbankan, emiten telekomunikasi, terutama PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), juga diprediksi akan terus berkontribusi dalam menopang kinerja indeks Kompas100 hingga akhir Desember.

Sentimen positif bagi sektor telekomunikasi ini bersumber dari stabilitas pendapatan layanan serta agenda transformasi perusahaan yang berfokus pada pengembangan pusat data (data center).

TLKM sendiri tengah gencar menjalankan strategi transformasi yang ambisius, meliputi pengurangan jumlah anak usaha dari 55 menjadi sekitar 22, divestasi dari bisnis non-inti, serta percepatan monetisasi aset infrastruktur dengan potensi nilai fantastis mencapai Rp 100-150 triliun.

“Selain itu, dividen yang menarik dan stabilitas arus kas yang kuat juga dapat menjadi katalis positif bagi kinerja saham TLKM,” tambah Angga.

Berdasarkan analisisnya, Angga merekomendasikan saham-saham berikut dengan rating beli: BBRI dengan target harga Rp 4.700 per saham, BMRI di Rp 7.100 per saham, TLKM di Rp 3.700 per saham, dan ANTM pada Rp 3.900 per saham.

IHSG Berpeluang Menguat pada Senin (15/9), Cek Rekomendasi Saham Ini

Ringkasan

Kinerja indeks Kompas100 hingga saat ini masih di bawah IHSG, namun lebih baik dari LQ45. Beberapa saham seperti DSSA, ENRG, dan EMTK menjadi penopang utama kenaikan Kompas100, sementara saham perbankan besar memberikan tekanan, terutama pada indeks LQ45 karena bobotnya yang lebih besar.

Meskipun sektor perbankan mengalami tekanan, analis optimis sektor ini akan kembali menjadi penopang Kompas100. Selain perbankan, sektor telekomunikasi, khususnya TLKM, juga diprediksi akan terus memberikan kontribusi positif. Beberapa saham direkomendasikan untuk dibeli, termasuk BBRI, BMRI, TLKM, dan ANTM.

Leave a Comment