Emiten Sektor Otomotif Hadapi Tantangan Daya Beli, Simak Rekomendasinya

Sektor otomotif Indonesia diproyeksikan menghadapi periode yang cukup menantang di paruh kedua tahun 2025. Kombinasi pelemahan daya beli masyarakat, ketidakpastian ekonomi global dan domestik, serta persaingan harga yang kian ketat, menjadi faktor utama yang membayangi kinerja para emiten di industri ini. Meskipun demikian, tren elektrifikasi kendaraan bermotor dan strategi adaptasi perusahaan menawarkan peluang di tengah iklim yang berat.

Data terbaru dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menggambarkan penurunan signifikan pada penjualan mobil di Agustus 2025. Penjualan wholesales (dari pabrik ke dealer) anjlok 19% menjadi 61.780 unit, jauh di bawah 76.302 unit yang tercatat pada Agustus 2024. Sementara itu, penjualan ritel (dari dealer ke konsumen) juga terkoreksi 13,4%, mencapai 66.478 unit dibandingkan 76.806 unit di periode yang sama tahun sebelumnya. Secara akumulatif sepanjang Januari hingga Agustus 2025, total penjualan wholesales hanya mencapai 500.951 unit, turun 10,6% dari 560.552 unit di tahun sebelumnya. Penjualan ritel pun menyusut 10,7% menjadi 522.162 unit, dibandingkan 584.847 unit pada Januari-Agustus 2024.

Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer, menyoroti bahwa semester II-2025 akan tetap menantang bagi emiten otomotif, terutama karena daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih dan harga kredit kendaraan yang masih relatif tinggi. Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menambahkan bahwa pelemahan daya beli masyarakat, ketidakpastian politik di tingkat nasional maupun internasional, serta dampak gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi faktor krusial yang menahan minat pembelian mobil. Prediksinya, penjualan sektor otomotif secara tahunan (YoY) di semester II diperkirakan akan turun sekitar 9%-10%, sedikit membaik dibandingkan penurunan 14% di semester I.

Selain faktor domestik, Miftahul Khaer juga menggarisbawahi tantangan eksternal seperti pelemahan nilai tukar rupiah yang berpotensi menekan biaya impor komponen. Tidak hanya itu, persaingan harga yang kian ketat, terutama di segmen otomotif konvensional, juga menambah tekanan pada margin keuntungan perusahaan.

Namun, di tengah berbagai tantangan tersebut, sektor otomotif masih memiliki secercah harapan. Tren elektrifikasi melalui pengembangan kendaraan listrik (EV) diyakini bisa menjadi peluang signifikan yang mendorong kinerja di masa mendatang. Miftahul Khaer mengamati bahwa sejumlah emiten mulai agresif meluncurkan model baru dan memperluas ekosistem baterai listrik, menunjukkan kesiapan industri untuk beradaptasi. Harry Su juga menyebut bahwa penjualan di semester II akan sedikit terdukung oleh diskon akhir tahun yang biasa ditawarkan, serta kontribusi penjualan merek baru seperti BYD, terutama model Atto I.

Analisis lebih lanjut dari Aurelia Barus, Analis Indo Premier Sekuritas, menunjukkan bahwa pada Agustus 2025, volume wholesales kendaraan roda empat (4W) mencapai 62.000 unit, naik 1% secara bulanan (MoM). Pertumbuhan ini didukung oleh beberapa merek, di antaranya Mitsubishi (naik 31% MoM), Hyundai (naik 13% MoM), dan Wuling (naik 12% MoM), yang kemungkinan besar didorong oleh peluncuran model baru dan diskon harga yang lebih agresif. Sebaliknya, merek seperti Honda, Chery, dan merek-merek di bawah naungan PT Astra International Tbk (ASII) mencatat penurunan volume pada Agustus 2025, sementara volume BYD stagnan secara MoM.

Volume wholesales 4W Astra sendiri turun 4% MoM pada Agustus 2025 menjadi 30.600 unit, sehingga total volume kumulatif per Agustus 2025 mencapai 264.000 unit, turun 17% YoY. Aurelia mencatat bahwa diskon harga ASII untuk beberapa model memang meningkat pada Agustus 2025, namun tidak sebesar merek pesaing lainnya dan bahkan lebih rendah dibandingkan diskon pada Agustus 2024. Akibatnya, pangsa pasar ASII pada Agustus 2025 turun menjadi 49,5% dari 52,2% pada Juli 2025, dengan pangsa pasar kumulatif per Agustus 2025 sebesar 52,7%.

Inovasi di segmen kendaraan ramah lingkungan terus berlanjut. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) telah mengonfirmasi rencana peluncuran Toyota Veloz Hybrid pada tahun 2026, yang akan didukung oleh investasi baru dan potensi kerja sama pengadaan baterai. Model Veloz konvensional akan tetap diproduksi sesuai strategi pemasaran. Sebagai informasi, pada tahun 2024, total volume wholesales Veloz + Avanza mencapai 69.600 unit, atau sekitar 14% dari total wholesales 4W ASII. Dengan asumsi model hybrid umumnya dihargai sekitar 20% lebih tinggi dibandingkan versi ICE dan tambahan 20.000 unit per tahun dari model ini di tahun 2026, harga rata-rata penjualan (ASP) campuran ASII diperkirakan dapat naik 2,5% YoY. Peluncuran ini juga berpotensi menguntungkan PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) melalui penambahan pesanan komponen.

Berbagai sentimen perlu terus dicermati untuk memprediksi kinerja sektor otomotif di sisa tahun 2025. Harry Su menekankan pentingnya dinamika daya beli masyarakat, “perang harga” antar merek mobil—khususnya dari merek Tiongkok yang terus menawarkan harga terjangkau—kondisi politik nasional, dan efektifitas diskon akhir tahun. Sementara Miftahul Khaer menambahkan arah kebijakan suku bunga, insentif pemerintah untuk kendaraan listrik (EV), serta perkembangan harga bahan baku utama seperti baja dan nikel sebagai faktor krusial yang dapat memengaruhi kinerja hingga akhir tahun ini.

Meskipun tantangan membayangi, Miftahul Khaer memperkirakan saham-saham emiten otomotif masih menarik, terutama emiten yang memiliki eksposur kuat ke kendaraan listrik (EV) seperti PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA), dan emiten yang relatif defensif seperti PT Astra International Tbk (ASII). Ia merekomendasikan Hold untuk ASII dengan target harga Rp 5.750 per saham dan Trading Buy untuk DRMA dengan target harga Rp 1.055 per saham. Namun, Harry Su memiliki pandangan yang lebih hati-hati, memproyeksikan prospek saham otomotif akan cukup berat di sisa tahun 2025. Menurutnya, depresiasi rupiah akan berpotensi menekan margin perusahaan. Oleh karena itu, ia merekomendasikan neutral (hold) untuk industri otomotif secara keseluruhan. Senada dengan Harry, Aurelia Barus juga mempertahankan rating netral untuk sektor otomotif karena permintaan belum menunjukkan perbaikan signifikan dan belum ada katalis baru yang kuat untuk ASII. Ia menyatakan akan menunggu hasil tinjauan strategis ASII yang lebih positif untuk dapat mengubah pandangannya terhadap saham tersebut.

Leave a Comment