Wall Street Menunggu Suku Bunga The Fed Pekan Ini, Turun atau Ditahan?

JAKARTA – Pergerakan dinamis bursa saham Amerika Serikat pekan ini akan didominasi oleh antisipasi keputusan The Federal Reserve (The Fed). Bank sentral AS tersebut diperkirakan akan melakukan pemangkasan suku bunga pertamanya dalam sembilan bulan terakhir, sebuah langkah strategis untuk merespons kondisi pasar tenaga kerja AS yang menunjukkan pelemahan.

Meskipun data inflasi AS yang dirilis Kamis pekan lalu sedikit melampaui perkiraan, para investor dan pelaku pasar, seperti dilansir Reuters pada Senin (15/9/2025), tetap optimis bahwa hal tersebut tidak akan menghalangi The Fed untuk melangkah maju dengan pemangkasan suku bunga pada Rabu mendatang. Keyakinan ini diperkuat oleh serangkaian laporan pertumbuhan lapangan kerja AS yang mengecewakan, menyoroti kebutuhan akan stimulus ekonomi.

Perdebatan utama di kalangan analis saat ini berpusat pada besaran pemangkasan suku bunga yang akan diputuskan The Fed minggu ini, serta tingkat agresivitas bank sentral dalam menurunkan suku bunga di bulan-bulan mendatang. Hal ini menciptakan ketidakpastian yang signifikan di pasar.

Chris Fasciano, Chief Market Strategist di Commonwealth Financial Network, menjelaskan bahwa dengan kondisi perdagangan dan kebijakan fiskal yang cenderung stabil, fokus utama investor kini beralih sepenuhnya kepada The Fed. “Sekarang, dengan pasar tenaga kerja yang melemah, The Fed menjadi narasi dominan bagi investor tentang bagaimana menghadapi dinamika ekonomi terkini,” ungkapnya, menegaskan sentralnya peran bank sentral.

Ekspektasi pemangkasan suku bunga ini telah menjadi pendorong utama indeks saham utama AS mencapai rekor tertinggi. Kenaikan tersebut juga ditopang oleh gelombang euforia potensi kecerdasan buatan (AI), kinerja laba korporasi yang solid, serta meredanya kekhawatiran akan dampak ekonomi dari tarif impor yang diberlakukan Presiden Donald Trump. Sepanjang tahun 2025, Indeks S&P 500 bahkan tercatat sudah melesat 12%.

Mengacu pada data LSEG, kontrak berjangka Fed fund per Kamis menunjukkan bahwa pasar secara luas mengantisipasi The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) pada keputusan kebijakan pekan depan, dengan probabilitas mencapai 90%. Sementara itu, sebagian kecil investor sebesar 10% memperkirakan pemangkasan yang lebih besar, yakni 50 basis poin.

Nicholas Colas, Co-founder DataTrek Research, menyoroti sejarah pemangkasan suku bunga The Fed. Dari 55 kali pemangkasan sejak 1990, 60% di antaranya berjumlah 25 basis poin. Ia menambahkan, dari 18 kali pemangkasan sebesar 50 basis poin, hampir seluruhnya terjadi selama atau setelah periode resesi ekonomi. Pengecualian penting terlihat pada September 2024, yang menandai dimulainya tiga kali pemangkasan dengan total 100 basis poin, membawa suku bunga ke level 4,25%–4,5% saat ini.

“Berdasarkan sejarah ini, yang tentunya disadari baik oleh The Fed maupun pasar, pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin akan secara jelas memberi sinyal bahwa The Fed memiliki kekhawatiran serius terhadap prospek ekonomi AS dalam waktu dekat,” tegas Colas. Mengiringi antisipasi ini, kontrak berjangka Fed fund saat ini memproyeksikan total pelonggaran suku bunga sebesar 73 basis poin hingga Desember, setara dengan hampir tiga kali pemangkasan standar. Selain keputusan suku bunga, The Fed juga dijadwalkan merilis proyeksi ekonomi terbarunya pada Rabu mendatang, yang akan sangat dinanti investor.

Sepanjang tahun 2025, The Fed telah mempertahankan suku bunga pada level saat ini. Ketua The Fed Jerome Powell dan beberapa pejabat bank sentral sebelumnya telah menyuarakan kewaspadaan mereka terhadap potensi inflasi yang lebih tinggi, khususnya akibat tarif impor Presiden Trump, yang sempat menjadi alasan untuk menunda pemangkasan suku bunga. Data terbaru menunjukkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) AS naik 2,9% secara tahunan pada Agustus, mencatat kenaikan bulanan terbesar sejak Januari, menambah kompleksitas dalam pengambilan keputusan The Fed.

The Fed memang memiliki mandat ganda untuk menjaga stabilitas harga dan memaksimalkan lapangan kerja. Namun, investor berharap bahwa fokus utama bank sentral saat ini adalah menopang pasar tenaga kerja yang goyah. Harapan ini diperkuat oleh revisi data pemerintah pekan ini yang menunjukkan bahwa ekonomi AS menciptakan 911.000 lapangan kerja lebih sedikit dalam 12 bulan hingga Maret dari perkiraan awal, mengungkap gambaran yang lebih suram.

Yung-Yu Ma, Chief Investment Strategist di PNC Financial Services Group, menekankan urgensi situasi ini. “Revisi data tenaga kerja itu luar biasa besar dan memerlukan perhatian serius. Pasar sangat ingin mendengar adanya perubahan nyata dan menyeluruh dari The Fed agar pelemahan ini tidak semakin memburuk,” ujarnya, menyoroti tekanan terhadap bank sentral.

Di luar keputusan krusial The Fed, Wall Street juga tengah memusatkan perhatian pada sektor saham teknologi dan tren kecerdasan buatan (AI) yang terus berkembang pesat. Lonjakan fantastis 36% pada saham Oracle hari Rabu lalu, yang mendorong valuasi perusahaan perangkat lunak tersebut mendekati angka US$1 triliun, menjadi bukti nyata. Reli saham ini dipicu oleh serangkaian kontrak bisnis komputasi awan bernilai miliaran dolar, merefleksikan kebutuhan masif akan daya komputasi dalam persaingan AI yang semakin intens.

“Lonjakan saham Oracle ini sungguh mengejutkan, apalagi bagi sebuah perusahaan dengan skala sebesar itu bisa mencatatkan reaksi pasar yang sedemikian besar. Ini secara jelas menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi, teknologi, dan AI bergerak pada kecepatan yang luar biasa pesat,” pungkas Ma, menggarisbawahi dinamika pasar yang terus berubah.

Leave a Comment