BI Rate Dipangkas! Ekonomi RI Bakal Melejit?

Muamalat.co.id – Di tengah tren perlambatan ekonomi global yang terus berlanjut, dipicu oleh dampak penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan tingkat ketidakpastian yang masih tinggi, Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah strategis. Guna mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia agar sesuai dengan kapasitas perekonomian, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk menurunkan BI rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, pada Rabu (17/9), menjelaskan bahwa keputusan penting ini sejalan dengan upaya bersama untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan ini juga bertujuan untuk menjaga proyeksi inflasi tahun 2025 dan 2026 tetap berada dalam sasaran 2,5 plus-minus 1 persen, serta memastikan stabilitas nilai tukar rupiah tetap selaras dengan fundamentalnya.

Berbagai indikator terkini mengonfirmasi bahwa perlambatan ekonomi global terjadi di sebagian besar negara, disertai dengan disparitas pertumbuhan antarnegara yang mencolok. Di AS, keyakinan pelaku ekonomi dilaporkan menurun, seiring implementasi kebijakan tarif yang berdampak pada melemahnya konsumsi rumah tangga dan kenaikan tingkat pengangguran. Demikian pula, kinerja ekonomi Tiongkok juga melambat signifikan akibat penurunan ekspor, khususnya ke AS sebagai dampak tarif resiprokal, serta melemahnya permintaan domestik, terutama investasi. Tren penurunan serupa juga melanda ekonomi Eropa dan Jepang, sejalan dengan tertekannya kinerja ekspor mereka.

Sementara itu, India menunjukkan sedikit peningkatan ekonomi, ditopang oleh stimulus fiskal pemerintah yang efektif mendorong konsumsi domestik. Dengan perkembangan ini, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 masih berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu sekitar 3 persen. Prospek ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih dan menurunnya tekanan inflasi secara global mendorong sebagian besar bank sentral untuk menempuh kebijakan moneter akomodatif, dengan Jepang menjadi satu-satunya pengecualian.

Di pasar keuangan global, probabilitas penurunan Fed Funds Rate (FFR) semakin tinggi seiring dengan meningkatnya tingkat pengangguran di AS. Kondisi ini turut menyebabkan penurunan imbal hasil US Treasury dan memicu pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY). Di tengah ketidakpastian yang masih tinggi, aliran modal global ke komoditas emas justru semakin meningkat, sementara aliran modal ke negara-negara berkembang atau emerging market cenderung tertahan. Perry Warjiyo menekankan bahwa volatilitas pasar keuangan global diperkirakan akan terus berlanjut, sehingga diperlukan antisipasi dengan penguatan berbagai respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia.

Dari dalam negeri, pada triwulan III 2025, sejumlah indikator menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga masih belum kuat. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya ekspektasi konsumen, khususnya pada kelompok menengah ke bawah, serta terbatasnya ketersediaan lapangan kerja. Untuk itu, investasi perlu terus diperkuat melalui percepatan realisasi berbagai program prioritas pemerintah, termasuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di berbagai daerah. Di sisi lain, kinerja ekspor diprakirakan akan membaik, ditopang oleh kenaikan ekspor produk pertanian dan manufaktur, khususnya komoditas minyak kelapa sawit (CPO) ke India seiring penurunan bea impor.

Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian. Dari sisi fiskal, belanja pemerintah diprakirakan akan mengalami peningkatan pada semester II 2025. Peningkatan ini sejalan dengan implementasi proyek prioritas terkait program ketahanan pangan, energi, pertahanan dan keamanan, serta Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah 2025 yang komprehensif.

Perry Warjiyo menegaskan komitmen BI untuk terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Strategi ini dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penurunan suku bunga, pelonggaran likuiditas, peningkatan insentif makroprudensial, serta percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan. Dengan penguatan sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II 2025 diprakirakan akan membaik secara signifikan, sehingga secara keseluruhan tahun 2025 akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6 sampai 5,4 persen.

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75% untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi global. Keputusan ini bertujuan menjaga inflasi 2025-2026 pada target 2,5 plus minus 1% dan menstabilkan nilai tukar rupiah. Perlambatan ekonomi global dipengaruhi oleh kebijakan tarif dan penurunan konsumsi di berbagai negara.

BI akan terus bersinergi dengan kebijakan fiskal dan sektor riil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II 2025 diprakirakan membaik, sehingga secara keseluruhan tahun 2025 akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6 sampai 5,4 persen. BI akan memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.

Leave a Comment