
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah tengah menjadi sorotan tajam, baik di dalam maupun luar negeri, menyusul insiden keracunan makanan massal yang menimpa lebih dari 800 siswa. Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mendesak adanya evaluasi komprehensif terhadap program ini untuk mencegah terulangnya kejadian serupa yang mengancam kesehatan anak-anak.
Kantor berita Reuters melaporkan bahwa lebih dari 800 siswa jatuh sakit dalam dua kasus keracunan makanan berskala besar dalam satu minggu setelah mengonsumsi hidangan dari program MBG. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran serius akan kualitas dan keamanan pangan yang disajikan dalam program tersebut.
Salah satu insiden paling memprihatinkan terjadi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sebanyak 569 siswa dari lima sekolah mengalami mual dan muntah parah pada Rabu (17/9), sehari setelah menyantap ayam dan nasi yang disediakan oleh sebuah dapur umum pada Selasa (16/9). Sekretaris Pemerintah Daerah Garut, Nurdin Yana, mengonfirmasi bahwa hingga Jumat (19/9), sepuluh siswa masih dirawat di rumah sakit, sementara yang lainnya telah pulih. Ia menjelaskan bahwa awalnya sekitar 30 siswa harus dilarikan ke rumah sakit, sedangkan sisanya dirawat di rumah.
Menanggapi kejadian ini, Pemerintah Kabupaten Garut berjanji untuk meningkatkan pengawasan terhadap dapur-dapur penyedia makanan. Yana juga menegaskan bahwa program MBG tidak akan dihentikan, namun sebagai langkah antisipasi, para siswa untuk sementara akan diberikan makanan yang lebih sederhana dan aman, seperti roti, susu, telur rebus, dan buah.
Tidak hanya di Garut, kasus keracunan makanan massal serupa juga melanda 277 siswa di Kepulauan Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, pada Rabu (17/9). Merespons insiden ini, Badan Gizi Nasional (BGN) segera menghentikan sementara distribusi makanan di wilayah tersebut untuk mencegah korban lebih lanjut.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyampaikan permohonan maaf pemerintah atas terulangnya kasus-kasus ini di beberapa daerah. Ia menegaskan bahwa insiden tersebut sama sekali tidak sesuai dengan harapan atau disengaja, menunjukkan adanya masalah sistemik yang perlu segera ditangani.
Isu keracunan massal program MBG ini menarik perhatian luas media internasional. Selain Reuters, sejumlah media besar lain seperti Australia Broadcasting Corporation (ABC News), BBC, CNN, The Guardian, Al Jazeera, hingga The Straits Times turut memberitakan insiden tersebut, mencerminkan besarnya keprihatinan global akan keamanan pangan di Indonesia.
KSP: Perlu Evaluasi Menyeluruh Program MBG
Kepala KSP, Muhammad Qodari, secara tegas menyatakan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap Program MBG sangat diperlukan pasca-serangkaian kasus keracunan siswa. Menurutnya, program ini harus dibenahi secara fundamental, baik dari sisi mekanisme pelaksanaan maupun kelembagaan, demi memastikan tujuan utamanya tercapai tanpa menimbulkan risiko kesehatan yang fatal.
“Memang harus ada perbaikan mekanisme, perbaikan kelembagaan, dari berbagai sisi. Ini sedang berlangsung prosesnya, doakan. Ini sudah wake up call, bahwa ini harus bisa diperbaiki secepatnya,” kata Qodari di Jakarta, Sabtu (20/9). Ia menyuarakan kekhawatiran mendalam terhadap potensi “accident” di daerah-daerah terpencil yang mungkin memiliki fokus pengawasan yang belum sebaik di perkotaan.
Qodari menerangkan bahwa program MBG seharusnya dirancang dengan standar “zero accident“. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan menyeluruh, mulai dari segi pendirian Sentra Produksi dan Pengolahan Gizi (SPPG) hingga proses pengiriman makanan di lapangan. Ia juga menyoroti bahwa sejak awal pelaksanaan, sejumlah kasus keracunan sudah muncul, termasuk peristiwa terbaru pada Kamis (18/9) di Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang menimpa 569 siswa yang sama.
Menurut Qodari, BGN tidak boleh menoleransi insiden semacam ini. Ia juga menekankan risiko yang lebih besar di daerah terpencil yang seringkali memiliki keterbatasan akses dan fasilitas kesehatan yang memadai. “Kalau di perkotaan mungkin cepat sembuh dan cepat tertangani karena fasilitas kesehatannya (bagus). Tapi kalau di daerah terpencil, itu bisa jadi bencana besar,” ujarnya.
Qodari menegaskan bahwa program MBG tidak boleh dijalankan dengan toleransi kesalahan sekecil apapun. “Tingkat keracunannya 5% atau 1%, itu tidak bisa. Ini program dengan zero tolerance terhadap accident. Jadi MBG itu harus sempurna,” pungkasnya, menekankan pentingnya keamanan dan kualitas tanpa kompromi dalam setiap hidangan yang disajikan kepada siswa.
Ringkasan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan setelah ratusan siswa mengalami keracunan massal. Insiden ini terjadi di Garut dan Kepulauan Banggai, menyebabkan siswa mengalami mual dan muntah. Pemerintah Kabupaten Garut berjanji meningkatkan pengawasan dapur, sementara Badan Gizi Nasional menghentikan sementara distribusi makanan di Banggai.
Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mendesak evaluasi menyeluruh terhadap program MBG untuk mencegah kejadian serupa terulang. Media asing turut menyoroti kejadian ini, meningkatkan kekhawatiran global terhadap keamanan pangan di Indonesia. KSP menekankan pentingnya standar “zero accident” dan perbaikan menyeluruh, mulai dari produksi hingga pengiriman makanan.