Muamalat.co.id JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan ketangguhannya di tengah fluktuasi pasar mata uang. Pada akhir perdagangan Rabu (24/9/2025), IHSG berhasil ditutup menguat tipis 0,02% dan bertengger di posisi 8.126,55, menandakan optimisme investor domestik.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah sempat menghadapi tekanan, bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring dengan penguatan Indeks Dolar AS atau DXY. Namun, setelah empat hari perdagangan beruntun berada di zona merah, rupiah berhasil membalikkan keadaan pada penutupan Rabu (24/9/2025). Kurs spot rupiah menguat 0,02% dan diperdagangkan pada level Rp 16.685 per dolar AS, memberikan sedikit kelegaan bagi pasar.

Kondisi yang kontras antara penguatan IHSG dan pelemahan rupiah ini menarik perhatian Valdy Kurniawan, Head of Research Phintraco Sekuritas. Ia menilai, pelemahan rupiah saat ini merupakan kondisi yang wajar dan hanya akan terjadi dalam jangka pendek. Menurut Valdy, agresivitas Bank Indonesia (BI) dalam melakukan pemangkasan suku bunga, dibandingkan dengan The Fed yang baru sekali, menjadi salah satu faktor penentu pergerakan nilai tukar. Selain itu, investor nampaknya tengah ‘priced in’ atau mengakomodasi peran menteri keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, yang terlihat agresif di bulan pertamanya.
Valdy melanjutkan, investor, khususnya asing yang cenderung berinvestasi dalam nilai besar dan jangka panjang, sedang melakukan penyesuaian untuk mencari kondisi pasar yang stabil. Kehadiran Undang-Undang APBN setidaknya dapat membantu investor asing lebih percaya diri dalam menentukan perencanaan bisnis mereka. Sementara itu, penguatan IHSG lebih banyak didorong oleh “Purbaya Effect”, yakni sentimen positif dari kebijakan fiskal menteri keuangan baru, salah satunya dengan menggelontorkan dana Rp 200 triliun kepada Himpunan Bank Negara (Himbara). “Uang yang masuk ke pasar saham berasal dari domestik karena ada kepercayaan diri yang terbangun. Sementara investor asing nampaknya masih menunggu dan mencermati,” ucapnya. Data menunjukkan bahwa meskipun investor asing masih mencatatkan net sell sebesar Rp 2,23 triliun secara month to date, IHSG justru menguat 3,78% sepanjang September 2025.
Meskipun rupiah melemah akibat capital outflow, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menuturkan bahwa keyakinan investor masih sangat kuat. Menurutnya, sentimen global dan dalam negeri turut mendukung penguatan IHSG. Faktor-faktor seperti program menteri keuangan baru, stimulus pemerintah, hingga pemangkasan suku bunga bank sentral, semuanya memberikan keyakinan bagi pelaku pasar bahwa perekonomian Indonesia akan mampu bergerak lebih cepat untuk mendorong pertumbuhan. Kondisi ini terefleksi pada kinerja saham–saham unggulan seperti BRPT, AADI, dan SCMA yang tercatat sebagai top gainers LQ45 pada hari tersebut.
Senada, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory, Ekky Topan, menambahkan bahwa kenaikan IHSG juga didorong oleh penguatan tajam pada saham–saham konglomerasi dan emiten lapis kedua di sektor industri serta tambang mineral karena aksi korporasi yang menarik. Berita positif dari sisi kebijakan dan kerja sama internasional, seperti kelanjutan program hilirisasi mineral dan perjanjian dagang Indonesia-Uni Eropa (IEU CEPA), juga turut memberikan angin segar bagi pasar. “Saat ini pasar masih ditopang dominasi investor domestik yang cukup solid dan aktif, khususnya pada saham–saham yang memiliki sentimen jangka pendek,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ekky menyarankan investor untuk memanfaatkan volatilitas pasar guna trading jangka pendek pada saham–saham yang sedang digerakkan oleh sentimen korporasi, namun dengan tetap memperhatikan risiko dan disiplin dalam menentukan level cut loss. Sementara itu, bagi investor jangka menengah hingga panjang, akumulasi bertahap pada saham–saham bluechip berfundamental kuat seperti perbankan besar, telekomunikasi, tambang, dan konsumer, adalah strategi yang disarankan. Dengan kombinasi kebijakan pro-pertumbuhan, dorongan belanja negara, dan potensi arus balik dana asing di kuartal IV, Ekky menilai IHSG masih berpeluang ditutup di kisaran 8.200–8.300 hingga akhir tahun 2025. Proyeksi ini sedikit berbeda dengan Maximilianus Nico Demus yang mencermati bahwa dengan probabilitas sebesar 67%, IHSG berpotensi menyentuh 8.560 di akhir tahun. Sementara Phintraco Sekuritas memproyeksikan IHSG bisa mencapai posisi 8.250 di akhir 2025.
Ringkasan
IHSG menunjukkan ketangguhannya dengan ditutup menguat tipis 0,02% di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pelemahan rupiah dianggap wajar dalam jangka pendek, dipengaruhi oleh perbedaan kebijakan suku bunga antara Bank Indonesia dan The Fed, serta sentimen positif terhadap Menteri Keuangan baru. Investor, terutama asing, melakukan penyesuaian pasar dengan mempertimbangkan Undang-Undang APBN.
Penguatan IHSG didorong oleh “Purbaya Effect”, yaitu sentimen positif dari kebijakan fiskal Menteri Keuangan, serta keyakinan investor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didukung oleh stimulus pemerintah dan pemangkasan suku bunga. Investor disarankan untuk memanfaatkan volatilitas pasar untuk trading jangka pendek dan mengakumulasi saham bluechip secara bertahap. Proyeksi IHSG di akhir tahun 2025 bervariasi, dengan target antara 8.200 hingga 8.560.