Jakarta, IDN Times – Polemik rangkap jabatan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mencuat. Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengungkapkan fakta mengejutkan: setidaknya 39 pejabat Kemenkeu merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Menurutnya, praktik ini jelas tidak efisien dan tidak lazim di negara lain.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas Revisi Undang-Undang (RUU) BUMN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2025), Rieke tegas menyatakan ketidaksetujuannya. “Ada satu kementerian, 39 (pejabat) di Kementerian Keuangan jadi komisaris (BUMN), dan menurut saya itu justru menjadi tidak efisien. Hal seperti ini tidak mungkin terjadi di negara lain,” tegasnya.

Rieke menekankan perlunya pembatasan rangkap jabatan, terutama bagi pejabat eselon I, II, dan struktural di kementerian. Ia berpendapat, mereka boleh menjadi komisaris BUMN, namun setelah pensiun. “Apakah mereka bisa menjadi komisaris di BUMN? Bisa, tapi kalau sudah pensiun. Kalau masih menjabat kan tidak bisa,” ujarnya.
RUU BUMN: Jalan Menuju Efisiensi dan Transparansi
Rieke berharap RUU BUMN yang diinisiasi Presiden Prabowo dapat mengakomodir larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri, pejabat eselon I dan II di kementerian dan lembaga. Ia melihat revisi UU BUMN sebagai momentum untuk meningkatkan efisiensi dan tata kelola BUMN yang lebih baik. Lebih lanjut, Rieke menyoroti UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini kerap dijadikan dalih untuk pembenaran rangkap jabatan. “Tapi dengan adanya inisiatif dari Presiden Prabowo untuk merevisi undang-undang BUMN ini, menurut saya ini menjadi pintu masuk,” ungkap Legislator PDI Perjuangan tersebut.
Menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menambahkan bahwa RUU BUMN juga bertujuan mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris perusahaan pelat merah. Selain itu, RUU ini akan menata kembali status direksi BUMN yang sebelumnya oleh MK dinyatakan bukan sebagai penyelenggara negara. Dasco menyatakan akan ada upaya mengembalikan status direksi BUMN ke aturan semula, di mana mereka termasuk bagian dari penyelenggara negara. “Itu banyak polemik mengenai misalnya pejabat BUMN bukan penyelenggara negara misalnya. Nah, itu sedang dibahas kemungkinan akan dikembalikan lagi seperti semula,” jelasnya.
Evaluasi Rangkap Jabatan Wakil Menteri dan Langkah Antisipatif
Dasco menjelaskan bahwa berdasarkan putusan MK, rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris BUMN akan berakhir dalam dua tahun ke depan. Namun, BUMN dan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara akan melakukan evaluasi terkait perlunya penempatan wakil menteri dalam jajaran komisaris BUMN. Ia menyebutkan bahwa penempatan wakil menteri sebagai komisaris BUMN sebelumnya didasarkan pada keinginan pemerintah untuk mengawasi kinerja BUMN, terutama setelah penghilangan tantiem. “Karena tadinya, ini pertama soal tantiem kan? Tantiem itu dihilangkan oleh Pak Prabowo, sehingga kemudian dengan dasar itu, perlu menaruh orang sebagai perpanjangan tangan pemerintah, makanya ditaruh wakil-wakil menteri di BUMN-BUMN yang strategis,” terangnya.
DPR Terima Surat Presiden dan Masa Depan BUMN
RUU BUMN masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025, setelah DPR RI menerima Surat Presiden (Surpres) terkait hal tersebut. Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menjelaskan perubahan format RUU BUMN seiring pengalihan tugas ke Danantara. Ia bahkan membuka kemungkinan penghapusan Kementerian BUMN di masa mendatang, atau perubahan bentuk BUMN menjadi badan non-kementerian. “Kan ini formatnya mungkin karena sudah diambil alih Danantara, Kementerian BUMN-nya mungkin udah nggak ada kan,” kata Bob, usai rapat pleno penetapan Prolegnas Prioritas 2025-2026, Kamis (18/9). Ia menambahkan, RUU Danantara dan BUMN membuka opsi peleburan atau perubahan bentuk badan usaha milik negara tersebut.
Ringkasan
Terungkap 39 pejabat Kementerian Keuangan merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN, memicu kritik atas inefisiensi dan ketidaklaziman praktik tersebut. Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mendesak pembatasan rangkap jabatan, khususnya bagi pejabat eselon I dan II, menyarankan agar mereka dapat menjadi komisaris setelah pensiun.
RUU BUMN yang diinisiasi Presiden Prabowo diharapkan dapat mengatasi masalah ini, mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi terkait rangkap jabatan, dan meningkatkan efisiensi serta transparansi BUMN. Pembahasan RUU ini juga mencakup evaluasi posisi wakil menteri sebagai komisaris BUMN dan kemungkinan perubahan bentuk atau penghapusan Kementerian BUMN di masa depan.