Muamalat.co.id – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup menguat signifikan sebesar 58,66 poin atau 0,73%, mencapai level 8.099,33 pada akhir perdagangan Jumat (26/9/2025). Kenaikan ini menunjukkan optimisme pasar secara keseluruhan. Namun demikian, kinerja saham-saham perbankan berkapitalisasi besar atau yang dikenal sebagai big banks justru bergerak kontra-arah, mayoritas ditutup melemah pada perdagangan kemarin dan bahkan tercatat susut dalam sepekan terakhir.
Kondisi ini terlihat jelas pada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatatkan penurunan terdalam. Saham BBCA ditutup ambles 75 poin atau 0,97% ke level Rp 7.625 per saham dibandingkan dengan penutupan perdagangan sehari sebelumnya. Tekanan jual pun masih membayangi saham ini, terbukti dari penurunan 2,24% sepanjang sepekan terakhir.

Senada, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) juga ikut tertekan, ditutup melemah 0,74% di level Rp 4.040. Performa buruk BBRI semakin kentara dengan anjloknya saham sebesar 4,94% dalam kurun waktu seminggu terakhir. Demikian pula dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang ditutup di level Rp 4.180 per saham, melemah tipis 0,24% dibandingkan penutupan sebelumnya, dan terjun 2,11% selama sepekan terakhir.
Situasi berbeda justru dialami oleh saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang tampil perkasa dan ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Saham BMRI berhasil naik 1,38% ke level Rp 4.420 per saham dibandingkan penutupan sebelumnya. Performa positif ini juga tercermin dalam sepekan terakhir, di mana sahamnya terbang 0,91%.
Menanggapi fenomena ini, Achmad Yaki, Head Online Trading BCA Sekuritas, mengungkapkan bahwa beberapa sentimen negatif masih menahan laju penguatan saham-saham perbankan tersebut. Faktor utama adalah aksi penjualan bersih (net sell) investor asing yang cukup besar, terutama pada saham BBCA dan BMRI. Selain itu, hasil kinerja semester pertama tahun 2025 (1H2025) yang di bawah ekspektasi untuk beberapa bank juga menjadi pemicu, seperti laba BBRI dan BBNI yang turun, serta laba BMRI yang tertekan akibat lonjakan Operating Expenses (opex).
“BBCA tampak relatif lebih kuat atau menjadi pilihan di antara bank besar lainnya, meskipun juga mengalami net sell asing. Ini karena kinerja laba 1H2025 BBCA dinilai lebih solid dibandingkan BBRI dan BBNI,” jelas Yaki kepada kontan.co.id, Jumat (26/9/2025), mengindikasikan ketahanan BBCA di tengah gejolak pasar.
Yaki turut memaparkan sentimen global dan domestik yang memengaruhi pasar. Dari sisi global, kebijakan Moneter The Fed yang berpotensi memangkas suku bunga memberikan optimisme pasar, berpeluang mendukung penguatan bursa saham global, termasuk IHSG, di tengah harapan pelonggaran moneter. Sementara itu, sentimen domestik jangka pendek datang dari adanya rebalancing indeks FTSE yang berlaku pada pekan ini.
“Meskipun perubahan ini fokus pada beberapa saham tertentu, seperti masuknya DSSA ke kategori Large Cap, pergerakan indeks secara keseluruhan dapat memengaruhi aliran dana, termasuk pada saham-saham big caps seperti bank,” terang Yaki. Selain itu, tren penjualan bersih (net sell) investor asing dalam jumlah besar pada saham bank, khususnya BBCA dan BMRI, memang menjadi tekanan signifikan pada pergerakan harga saham perbankan.
Kinerja 1H2025 yang telah dirilis sebelumnya juga masih membayangi. Laba beberapa bank, seperti BBRI, BBNI, dan BMRI, yang turun dan berada di bawah ekspektasi (kecuali BBCA yang menunjukkan soliditas) telah memicu kekhawatiran dan mendorong investor untuk melakukan profit taking atau menahan diri. Lonjakan Operating Expenses (opex) pada BMRI akibat penyesuaian audit juga menjadi sentimen negatif tersendiri bagi saham tersebut. Adapun harapan pasar terkait potensi pemangkasan suku bunga acuan BI Rate, yang kemungkinan terjadi pada September dan Kuartal IV 2025, menjadi sentimen yang bervariasi.
Menurut Yaki, pemangkasan suku bunga dapat dianggap sebagai angin segar karena berpotensi menurunkan biaya dana bagi bank. Namun di sisi lain, hal tersebut juga berisiko menekan Net Interest Margin (NIM) bank di masa depan. Lebih lanjut, berita terkait perbankan yang memacu Dana Pihak Ketiga (DPK) Valuta Asing (Valas) juga berpotensi menekan margin keuntungan. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor ini, Yaki merekomendasikan strategi hold dan buy on weakness, terutama pada saham BBCA, sebagai langkah investasi yang bijak.