Sumbar Kendalikan Harga Pangan: Kolaborasi Pemprov dan BI Berhasil?

PADANG – Harga cabai merah yang meroket di berbagai daerah, khususnya di Ranah Minang, kini menjadi sorotan utama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatra Barat (Sumbar). Kenaikan drastis ini tak pelak membebani masyarakat, memicu kekhawatiran akan stabilitas harga pangan menjelang penghujung tahun 2025.

Sekretaris Daerah Pemprov Sumbar, Arry Yuswandi, menjelaskan bahwa lonjakan harga cabai merah Sumbar dipicu oleh kombinasi beberapa faktor krusial. Saat ini, produktivitas cabai merah lokal sedang mengalami penurunan signifikan, diperparah dengan berkurangnya pasokan cabai dari luar daerah. Di samping itu, kebutuhan pangan masyarakat secara umum, termasuk untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), turut mendorong peningkatan permintaan di pasar.

Menanggapi kondisi tersebut, Pemprov Sumbar tidak tinggal diam. Bersama Bank Indonesia (BI) dan Badan Urusan Logistik (Bulog), pemerintah berkolaborasi menggelar pasar murah cabai di Padang pada Minggu (28/9/2025). Inisiatif ini bertujuan untuk menstabilkan harga pangan dan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan komoditas pokok, khususnya cabai merah, dengan harga yang lebih terjangkau.

Dalam kegiatan pasar murah tersebut, harga cabai merah ditawarkan sebesar Rp53.000 per kilogram, jauh di bawah harga pasaran umum. Cabai yang dijual ini khusus didatangkan dari Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pemilihan cabai merah dari luar daerah ini bukan tanpa alasan. Arry Yuswandi menjelaskan, sebagian besar pasokan cabai merah lokal Sumbar justru diserap oleh para pedagang di pasar tradisional. Meski demikian, ia menegaskan bahwa produksi cabai merah lokal Sumbar sejatinya melimpah saat panen raya. Namun, kondisi terkini menunjukkan penurunan hasil panen di tingkat petani, yang turut memperburuk ketersediaan.

Meskipun terbukti efektif dalam meringankan beban masyarakat dan membantu stabilitas harga pangan, pasar murah ini tidak dapat digelar setiap hari. Pertimbangan utama adalah dampak terhadap para pedagang sembako di pasar tradisional. “Peran pasar murah adalah sebagai jaring pengaman, membantu masyarakat mendapatkan cabai merah dengan harga terjangkau agar inflasi tetap terkendali,” tambah Arry.

Dalam upaya menjaga ketersediaan bahan pokok dan stabilitas harga pangan, Dinas Pangan Sumbar melalui Kepala UPTD Distribusi Pasokan dan Akses Pangan, Amalia, menyatakan komitmennya. Mereka tidak hanya bergantung pada satu titik pasar murah, melainkan secara rutin menggelar pasar murah keliling untuk menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat di berbagai wilayah Sumbar.

Amalia merinci, harga bahan pokok yang ditawarkan, termasuk cabai merah, selalu lebih rendah dari harga pasar. Selisih harga minimal yang ditetapkan adalah Rp3.000 per kilogram. Sebagai contoh, pada pasar murah terkini, cabai merah dijual seharga Rp53.000 per kilogram, sementara di pasar tradisional harganya mencapai Rp60.000 per kilogram.

Penetapan selisih harga dan kuantitas penjualan ini, menurut Amalia, merupakan strategi untuk menjaga keseimbangan. “Kami tidak bisa menjual dalam jumlah terlalu besar agar tidak menimbulkan ketimpangan dan memastikan pedagang pasar tradisional tetap memiliki ruang untuk berdagang,” jelasnya. Untuk pasar murah kali ini, total 700 kilogram cabai merah disiapkan dan didistribusikan secara merata di tiga titik di Kota Padang.

Dari sisi masyarakat, Meta, seorang warga dari Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, membagikan pengalamannya. Ia mengungkapkan bahwa harga cabai merah Kerinci di pasar pada akhir pekan mencapai Rp60.000 per kilogram, sementara cabai merah lokal menembus angka Rp70.000 per kilogram. Harga ini, menurutnya, merupakan yang tertinggi sejak Agustus lalu, menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.

Meta menuturkan, gejolak harga cabai merah telah terasa sejak dua bulan terakhir, dengan puncaknya mencapai Rp80.000 per kilogram pada Agustus lalu. Ia menyebut, menjelang penghujung tahun 2025 ini, kenaikan harga saat ini adalah yang paling mencolok. Padahal, normalnya harga cabai merah di pasar, baik yang lokal maupun dari daerah lain seperti Kerinci, Jawa, dan Medan, selalu berada di bawah Rp50.000 per kilogram.

Sayangnya, Meta mengaku kerap kali tidak kebagian cabai murah yang dijual pemerintah karena stok cepat habis. “Selisih harga sekecil apa pun sangat membantu. Saya pernah ingin membeli, tapi sudah habis,” ujarnya penuh harap. Ia sangat mengharapkan penambahan kuota di pasar murah agar lebih banyak masyarakat dapat merasakan manfaat dari harga yang lebih rendah. Menurutnya, selisih harga ini bisa mencapai Rp10.000 per kilogram dibandingkan cabai merah dari luar daerah, sangat berarti bagi daya beli masyarakat.

Ringkasan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Bulog untuk mengendalikan harga cabai merah yang melonjak. Kenaikan harga dipicu oleh penurunan produktivitas lokal dan berkurangnya pasokan dari luar daerah, sementara permintaan meningkat. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menggelar pasar murah cabai, menawarkan harga yang lebih terjangkau kepada masyarakat.

Pasar murah menjual cabai merah seharga Rp53.000 per kilogram, jauh di bawah harga pasaran. Dinas Pangan Sumbar juga rutin menggelar pasar murah keliling untuk menjangkau lebih banyak masyarakat, dengan selisih harga minimal Rp3.000 per kilogram. Meskipun efektif, pasar murah tidak dapat digelar setiap hari karena pertimbangan dampak terhadap pedagang pasar tradisional, dan kuota dibatasi untuk menghindari ketimpangan.

Leave a Comment