Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mengukir penguatan sepanjang pekan lalu, memberikan sentimen positif di tengah dinamika pasar. Pada penutupan perdagangan Jumat (26/9/2025), IHSG menembus zona hijau dengan lonjakan 58,66 poin atau 0,73%, bertengger kuat di level 8.099,33. Secara keseluruhan dalam sepekan, IHSG tercatat mendaki 0,6%.
Menurut Analis sekaligus VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, performa cemerlang IHSG ini ditopang oleh dua sentimen pasar utama. Pertama, terjadi penguatan pada saham-saham konglomerasi, terutama pasca rebalancing indeks global seperti Morgan Stanley Capital International (MSCI) dan Financial Times Stock Exchange Group (FTSE). Kedua, kenaikan harga sejumlah komoditas esensial, khususnya mineral dan bahan baku seperti emas dan tembaga, turut menjadi katalis positif. Namun, di sisi lain, depresiasi nilai tukar rupiah cenderung menjadi sinyal yang perlu diwaspadai. “IHSG sepekan terakhir bergerak mixed namun berhasil ditutup menguat tipis sebesar 0,6% ke level 8.099, menunjukkan pergerakan dalam tren bullish untuk jangka pendek hingga panjang,” ungkap Audi kepada Kontan pada Jumat (26/9/2025).
Senada, Head of Research Retail MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menerangkan bahwa penguatan IHSG tidak hanya didukung oleh sentimen, melainkan juga disertai peningkatan volume pembelian yang signifikan. Herditya mengidentifikasi tiga faktor dominan yang memengaruhi pergerakan pasar saham. Pertama, gejolak harga komoditas dunia, khususnya emas, yang cenderung meningkat, memberikan dampak langsung pada pergerakan emiten terkait di pasar saham. Kedua, ketidakpastian seputar kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserves/The Fed) di masa mendatang, yang menciptakan volatilitas di kalangan investor dan berpotensi meningkatkan yield US Treasury. Ketiga, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga menjadi perhatian serius.
Lantas, bagaimana proyeksi pergerakan IHSG untuk perdagangan Senin (29/9) mendatang?
Prediksi Analis
Berikut adalah pandangan dan prediksi pergerakan IHSG untuk Senin (29/9) dari tiga analis terkemuka:
1. Herditya Wicaksana, Head of Research Retail MNC Sekuritas
Herditya memperkirakan IHSG berpeluang menguat terbatas pada Senin (29/9), dengan level support di 8.070 dan resistance di 8.109. Laju IHSG pada perdagangan berikutnya akan sangat dipengaruhi oleh dinamika harga komoditas dunia dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, Herditya merekomendasikan untuk mencermati saham-saham berikut:
- PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) dengan target harga Rp 825-Rp 875 per saham.
- PT Sentul City Tbk (BKSL) dengan target harga Rp 148-Rp 154 per saham.
- PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) pada target harga Rp 2.170-Rp 2.250 per saham.
2. Oktavianus Audi, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia
Audi memprediksi IHSG pada perdagangan Senin (29/9) akan bergerak mixed cenderung menguat terbatas. Pergerakan ini diperkirakan berada dalam rentang level support 8.020 dan resistance 8.150, dengan indikator MACD yang menunjukkan tren penguatan. Menurut Audi, pergerakan IHSG berpotensi dipengaruhi oleh kelanjutan tren depresiasi rupiah serta penantian rilis data inflasi September 2025. Data inflasi ini diperkirakan stagnan di kisaran 2,3% year on year (yoy), merefleksikan stabilitas harga. “Selain itu, penguatan komoditas akan terus memberikan sentimen positif pada emiten terkait,” jelas Audi kepada Kontan, Jumat (26/9).
3. Valdy Kurniawan, Head of Research Phintraco Sekuritas
Secara teknikal, Valdy menerangkan bahwa indikator Stochastic RSI bergerak menuju pivot setelah mengalami death cross. Meskipun histogram MACD mulai melemah, namun masih berada di area positif. Kondisi ini memungkinkan IHSG untuk bertahan di atas level MA5. Dengan demikian, Valdy memprediksi IHSG akan bergerak dalam kisaran level 7.980-8.170. “Pada pekan depan, dari domestik, investor akan mencermati rilis indeks manufaktur Indonesia, neraca perdagangan, dan data inflasi yang akan diumumkan pada Rabu (1/10),” ujar Valdy dalam risetnya, Jumat (26/9). Sementara itu, dari Amerika Serikat, investor akan menantikan data manufaktur, sektor jasa, serta data pasar tenaga kerja seperti ADP Employment, nonfarm payrolls, dan tingkat pengangguran. Data-data ini penting untuk menilai indikasi kesehatan ekonomi AS dan prospek penurunan suku bunga The Fed berikutnya.