Emiten Batubara: Prospek Akhir Tahun Cerah? Permintaan Pulih!

JAKARTA. Peluang menarik kembali membayangi emiten batubara seiring potensi lonjakan permintaan komoditas ini menjelang akhir tahun. Fenomena musiman ini diharapkan mampu mendongkrak kinerja perusahaan, khususnya yang berorientasi ekspor.

Meskipun harga batubara global masih menunjukkan tren melandai di kisaran US$ 106 per ton, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzati, menyoroti pola historis di mana permintaan cenderung meningkat pada pengujung tahun. Peningkatan ini didorong oleh datangnya musim dingin di sejumlah negara importir utama seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan. Kondisi ini bisa menjadi angin segar bagi prospek pendapatan emiten batubara.

Selain faktor musiman, ada beberapa sentimen lain yang berpotensi memengaruhi kelangsungan bisnis sektor ini. Kebijakan impor dari negara-negara konsumen besar seperti China dan India, serta pergerakan nilai tukar rupiah, patut dicermati. Pelemahkan rupiah, misalnya, dapat memberikan keuntungan bagi eksportir batubara. Tak hanya itu, pergerakan harga energi substitusi seperti gas dan minyak juga bisa meningkatkan daya tarik batubara sebagai sumber energi, demikian jelas Arinda, Rabu (1/10/2025).

Meski prospek permintaan menguat, kinerja ekspor batubara nasional secara kumulatif justru menunjukkan tren kurang meyakinkan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor batubara hingga Agustus 2025 hanya mencapai US$ 15,91 miliar, anjlok 20,99% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 20,13 miliar. Dari sisi volume, ekspor juga mengalami penurunan 5,16% menjadi 251,13 juta ton per Agustus 2025.

Chief Executive Officer Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menilai hasil tersebut dapat menjadi sentimen negatif tambahan, khususnya bagi emiten produsen batubara yang mengandalkan pasar ekspor. Untuk menyiasatinya, Praska menyarankan agar emiten mempertimbangkan untuk menjajaki potensi ekspor ke negara lain atau lebih serius mengincar pasar domestik.

Secara terpisah, Advisor PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Christopher Fong, mengakui bahwa musim panas yang berkepanjangan dan gejolak ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor telah berdampak pada kelangsungan ekspor batubara BUMI. “Kami sekarang melihat potensi pertumbuhan dan mengharapkan faktor musim dingin untuk menyeimbangkan target tahunan,” ujar Fong, Rabu (1/10/2025). Dalam catatan Kontan, BUMI menargetkan penjualan 76 juta hingga 78 juta metrik ton batubara pada 2025 dengan panduan harga perkiraan rata-rata US$ 60-US$ 62 per ton, namun penjualan di semester I-2025 tercatat berkurang 5% secara tahunan menjadi 34,8 juta metrik ton.

Di tengah dinamika dan tekanan yang masih menyelimuti industri batubara, para analis menyarankan sejumlah strategi emiten batubara untuk memperkuat kinerja. Penguatan efisiensi biaya dan optimalisasi kontrak jangka panjang menjadi krusial. Selain itu, diversifikasi pasar ekspor, misalnya dengan meningkatkan penjualan ke negara-negara yang memiliki kebutuhan energi tinggi, juga menjadi langkah penting. Beberapa emiten juga berpeluang mengoptimalkan produksi sesuai kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), namun tetap perlu kehati-hatian agar tidak menambah tekanan oversupply. Arinda menambahkan, “Strategi lain yang sering ditempuh adalah mulai memperluas ke bisnis hilir seperti gasifikasi atau pembangkit listrik berbasis batubara guna memperkuat sumber pendapatan.” Praska juga menambahkan bahwa banyaknya emiten yang mulai melakukan diversifikasi bisnis menjadikan sektor ini tetap layak disoroti oleh para investor.

Menurut Arinda, saham batubara tetap memiliki daya tarik tersendiri, terutama karena tradisi pembagian dividen yang besar dengan payout ratio tinggi. Hal ini menjadikan saham di sektor ini cocok bagi investor yang mengincar pendapatan dividen. Ditambah lagi, valuasi saham batubara saat ini relatif murah dengan neraca keuangan yang kuat, sehingga menarik untuk strategi value investing jangka menengah.

Meskipun demikian, investor tetap perlu mempertimbangkan risiko tren harga batubara jangka panjang yang cenderung melemah seiring dengan isu transisi energi global. “Oleh karena itu, sektor batubara lebih tepat dipandang sebagai sumber dividen dan peluang jangka menengah, bukan sebagai sektor pertumbuhan jangka panjang,” jelas Arinda.

Untuk para investor yang tertarik, Arinda Izzati menyarankan untuk mencermati saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dengan target harga masing-masing di level Rp 23.425 per saham dan Rp 8.500 per saham. Sementara itu, Praska Putrantyo menyebut saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebagai pilihan yang patut dipertimbangkan dengan target harga masing-masing di level Rp 1.800 per saham dan Rp 2.500 per saham.

Ringkasan

Emiten batubara memiliki peluang peningkatan kinerja menjelang akhir tahun seiring dengan potensi lonjakan permintaan komoditas, terutama karena musim dingin di negara-negara importir utama. Namun, nilai ekspor batubara secara kumulatif hingga Agustus 2025 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sehingga emiten disarankan untuk mencari pasar ekspor baru atau fokus pada pasar domestik.

Analis menyarankan emiten batubara untuk memperkuat efisiensi biaya, mengoptimalkan kontrak jangka panjang, dan melakukan diversifikasi pasar ekspor. Selain itu, diversifikasi bisnis ke hilir seperti gasifikasi juga bisa menjadi strategi. Saham batubara tetap menarik karena dividen yang besar dan valuasi yang relatif murah, meskipun investor perlu mempertimbangkan risiko tren harga jangka panjang yang cenderung melemah karena transisi energi global. Beberapa saham yang direkomendasikan antara lain ITMG, AADI, ADRO, dan PTBA.

Leave a Comment