
Muamalat.co.id JAKARTA. Kinerja emiten di sektor konsumer masih menghadapi tantangan berat akibat melemahnya permintaan pasar. Namun, secercah harapan muncul seiring diluncurkannya stimulus pemerintah bertajuk 8+4+5 yang digadang-gadang mampu menjadi katalis pendorong bagi sektor vital ini.
Pada kuartal kedua tahun ini, sebagian besar emiten konsumer terpantau masih mencatatkan penurunan kinerja yang signifikan. Analis BRI Danareksa, Christy Halim dan Sabela Nur Amalina, dalam riset mereka tertanggal 22 September 2025, mengamati bahwa emiten konsumer yang berada dalam cakupan analisis mereka mengalami penurunan rata-rata pendapatan sebesar 2,1% secara tahunan (yoy), dengan laba inti yang bahkan anjlok lebih dalam hingga 21,7% yoy. Penurunan performa ini utamanya disebabkan oleh lambatnya pemulihan ekonomi pasca-Lebaran serta tingginya biaya bahan baku yang menekan margin keuntungan.
Meskipun demikian, ada indikasi positif dengan mulai terlihatnya perbaikan kinerja marginal pada Juli dan Agustus 2025, dibandingkan dengan kuartal kedua sebelumnya. Oleh karena itu, kinerja pada bulan September 2025 dinilai krusial dan akan menjadi penentu arah pertumbuhan kuartalan selanjutnya bagi para emiten konsumer.
Christy Halim menyatakan optimismenya terhadap prospek sektor konsumer di sisa tahun ini. Katalis utama pendorong optimisme ini adalah peluncuran stimulus 8+4+5 oleh pemerintah senilai Rp 16,23 triliun. Program stimulus ini dirancang khusus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Manfaat stimulus pemerintah ini akan terasa langsung di sektor konsumer melalui berbagai inisiatif, termasuk bantuan pangan seperti distribusi beras dan program padat karya. Langkah-langkah ini berpotensi secara langsung mendukung peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) masyarakat. Lebih lanjut, program magang berbayar untuk lulusan baru yang juga menjadi bagian dari stimulus diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran dan secara bertahap meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Dampak positif dari stimulus ini diprediksi akan mulai dirasakan oleh emiten konsumer paling cepat pada kuartal IV-2025. Namun, Christy Halim menekankan bahwa kunci keberhasilan stimulus ini sangat bergantung pada eksekusi dan penyaluran yang efektif agar manfaatnya dapat terasa optimal di tingkat bawah.
Di sisi lain, terdapat beberapa risiko yang perlu dicermati. Pelaksanaan stimulus yang lebih lambat dari perkiraan dapat mengakibatkan tren konsumsi yang lemah terus berlanjut. Selain itu, potensi kenaikan harga komoditas lunak (soft commodity) juga menjadi perhatian utama yang dapat kembali menekan kinerja emiten konsumer di masa mendatang.
Melihat keseluruhan dinamika ini, Christy memproyeksikan bahwa emiten konsumer dalam cakupan analisisnya dapat mencatatkan pertumbuhan rata-rata pendapatan sebesar 4,8% yoy pada akhir 2025, dengan laba bersih yang berpotensi melesat hingga 27% yoy. Berdasarkan proyeksi positif ini, BRI Danareksa memberikan peringkat overweight untuk sektor konsumer.
Dalam rekomendasinya, Christy menyarankan untuk membeli saham ICBP dengan target harga Rp 12.000 per saham. Alasan di balik rekomendasi ini adalah segmen mi perseroan yang masih kuat, ditopang dengan meredanya biaya gandum yang dapat meredam tekanan margin. Selain itu, ia juga merekomendasikan beli saham MYOR dengan target harga Rp 2.500 per saham, melihat pertumbuhan top line perseroan yang solid dan menjanjikan.