
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Kamis (7/8/2025) di zona merah, terkoreksi 13,56 poin atau 0,18% ke level 7.490. Pelemahan IHSG ini terjadi di tengah fenomena menarik, di mana mayoritas bursa regional Asia justru menguat, dan nilai tukar rupiah terpantau perkasa terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menyoroti kontras antara koreksi IHSG dengan penguatan bursa regional. Data menunjukkan, sektor teknologi menjadi penekan utama indeks harga saham gabungan hari itu, dengan penurunan terdalam mencapai 4,46%. Sebaliknya, sektor basic material tampil sebagai pemimpin, melonjak 1,21%. Di pasar spot, kinerja rupiah menunjukkan kekuatan signifikan, menguat 0,46% ke level Rp16.287 per dolar AS.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang, menambahkan bahwa pelemahan IHSG turut dipicu oleh respons negatif pasar terhadap pemberlakuan tarif resiprokal dari Amerika Serikat yang mulai berlaku hari itu. Selain itu, aksi profit taking lanjutan pada saham-saham konglomerasi juga menjadi beban bagi pergerakan indeks. Di antara saham-saham yang menjadi top losers LQ45 hari itu adalah BRPT, SCMA, dan MBMA, mencerminkan sentimen negatif yang beredar di pasar.
Faktor lain yang turut membebani indeks adalah penurunan cadangan devisa Indonesia pada Juli 2025, yang tercatat sebesar US$152 miliar, turun dari US$152,6 miliar. Meskipun berada di level terendah dalam delapan bulan terakhir, Alrich optimis bahwa posisi cadangan devisa tersebut masih memadai untuk membiayai 6,3 bulan atau setara 6,2 bulan impor serta pembayaran utang luar negeri. Angka ini jauh di atas standar internasional yang hanya mensyaratkan 3 bulan impor.
Dari sisi analisis teknikal IHSG, Alrich menjelaskan bahwa indikator Stochastic RSI telah berada di area oversold, dengan tanda-tanda penurunan yang mulai melandai. Namun, indikator MACD memberikan sinyal berlanjutnya reversal, ditandai dengan histogram negatif yang membesar. Peningkatan tekanan volume jual juga teramati, mengindikasikan bahwa IHSG kemungkinan masih akan bergerak sideways cenderung melemah, dengan menguji level support 7450 dan resistance 7.550.
Menatap hari berikutnya, investor akan mencermati beberapa sentimen penting. Alrich menyebutkan rilis indeks kepercayaan konsumen (IKK) Indonesia bulan Juli yang diperkirakan membaik ke level 118,4 dari 117,8 pada Juni 2025 sebagai sentimen kunci. Senada, Herditya juga memprediksi IHSG akan rawan terkoreksi dengan support 7.476 dan resistance 7.579, sembari menantikan rilis IKK Indonesia dan pengumuman indeks MSCI (Morgan Stanley Capital Index).
Dalam menghadapi volatilitas pasar saham ini, para analis memberikan beberapa saham rekomendasi untuk dicermati. Herditya menyarankan investor untuk memperhatikan saham PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dengan rentang support Rp2.490 dan resistance Rp2.600; saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) di level support Rp382 dan resistance Rp394; serta saham PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) dalam rentang support Rp346 dan resistance Rp354.
Di sisi lain, Alrich merekomendasikan investor untuk melirik saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADRO), PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA), dan saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Ia juga menambahkan saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) sebagai pilihan menarik untuk perdagangan selanjutnya.
Ringkasan
IHSG ditutup melemah di tengah penguatan bursa regional dan rupiah. Pelemahan ini dipicu oleh respons negatif terhadap tarif resiprokal AS dan aksi profit taking pada saham konglomerasi. Penurunan cadangan devisa juga turut membebani, meskipun masih dianggap memadai untuk membiayai impor dan utang.
Analis memperkirakan IHSG masih rawan terkoreksi dan investor akan mencermati rilis IKK Indonesia. Beberapa saham rekomendasi yang diberikan antara lain AMRT, PWON, FAST, ADRO, ASSA, MDKA, INCO, dan HRUM. Analisis teknikal menunjukkan indikator Stochastic RSI berada di area oversold, sementara MACD memberi sinyal reversal.