IHSG Dibuka Melemah, Tensi Perang Dagang AS-China Jadi Perhatian Pasar

Pada perdagangan Senin (13/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memulai sesi di zona merah, terbebani oleh eskalasi tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Pada pembukaan sesi I, IHSG anjlok 101,432 poin atau 1,23 persen, mencapai level 8.156,427. Penurunan ini telah terindikasi sebelumnya, di mana pada perdagangan preopening, indeks tercatat melemah 88,210 poin (1,07 persen) ke angka 8.169,649.

Menurut Maximilianus Nico Demus, seorang analis dari Pilarmas Investindo, peningkatan ketegangan antara AS dan China ini memang memicu kewaspadaan di kalangan pelaku pasar. “Tensi perang dagang antara Amerika dan Tiongkok kembali mengalami kenaikan, membuat pelaku pasar dan investor menjadi waspada. Apalagi, dengan tanggal 1 November yang semakin dekat, hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi semua pihak,” jelas Nico kepada kumparan pada Senin (13/10).

Namun, di tengah sorotan terhadap perang dagang AS-China, William Hartanto, analis dari Panin Sekuritas, memiliki pandangan yang berbeda. Ia menilai dampak konflik tersebut terhadap IHSG tidak akan terlalu signifikan, bahkan masih melihat potensi tren kenaikan untuk indeks. “Menurut saya, dampaknya terhadap IHSG tidak akan signifikan. Tren kita masih cenderung naik dan sejauh ini tidak terlihat adanya respons pasar yang berlebihan atau panic selling,” ungkapnya. William memproyeksikan IHSG akan bergerak di kisaran 8.200-8.300 pada perdagangan hari ini.

Selain dinamika perang dagang AS-China, Kiswoyo Adi Joe, analis dari PT Recapital Sekuritas Indonesia, turut menyoroti faktor lain yang memengaruhi pergerakan IHSG. Salah satunya adalah pelemahan signifikan di Wall Street, Amerika Serikat, pada penutupan perdagangan Jumat (10/10) sebelumnya. “Ini merupakan efek sementara dari penutupan Dow Jones yang turun dalam. Sebuah pengaruh sesaat,” terang Kiswoyo. Mengutip laporan Reuters pada Senin (13/10), indeks Dow Jones Industrial Average (.DJI) ditutup anjlok 1,90 persen. Demikian pula, S&P 500 (.SPX) merosot 2,71 persen, dan Nasdaq Composite (.IXIC) terpangkas hingga 3,56 persen. Penurunan harian S&P 500 dan Nasdaq ini bahkan menjadi yang terbesar sejak 10 April lalu.

Eskalasi perang dagang ini semakin memanas setelah Presiden AS, Donald Trump, pada Jumat (10/10) waktu setempat mengumumkan pemberlakuan tarif tambahan sebesar 100 persen untuk seluruh ekspor China ke Amerika Serikat. Pengumuman ini hanya berselang beberapa jam setelah Trump mengancam akan membatalkan pertemuan dengan Presiden China, Xi Jinping.

Sebagai respons, China tidak tinggal diam. Dikutip dari Bloomberg, Kementerian Perdagangan China menyebut serangkaian langkah balasan yang mereka ambil sebagai “tindakan defensif”. Langkah-langkah tersebut mencakup penetapan biaya pelabuhan baru bagi kapal-kapal AS, dimulainya penyelidikan antimonopoli terhadap raksasa teknologi Qualcomm Inc, serta pemberlakuan pembatasan besar-besaran pada ekspor logam tanah jarang dan material penting lainnya.

Mengenai pembatasan ekspor logam tanah jarang yang telah diumumkan China pekan lalu, pihak Beijing menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil atas dasar pertimbangan keamanan nasional. Kementerian Perdagangan China lebih lanjut menegaskan bahwa kebijakan ini bukanlah larangan ekspor total; permohonan izin yang memenuhi syarat akan tetap diproses dan disetujui. Sebelum implementasi kebijakan, China juga mengklaim telah menginformasikan kepada negara-negara tujuan ekspor terkait.

Leave a Comment