Volatilitas Tinggi? Ini Instrumen Investasi Aman & Menguntungkan!

JAKARTA. Memasuki kuartal IV-2025, lanskap pasar global masih diselimuti ketidakpastian. Chief Investment Officer (CIO) Bank DBS, Hou Wey Fook, mengamati bahwa pasar berada dalam fase yang rentan, di mana euforia investor perlu diimbangi dengan kehati-hatian ekstrem terhadap valuasi yang kian mahal dan konsentrasi berlebihan pada saham-saham kapitalisasi besar.

Fook mencatat, sejak awal tahun, beragam aset berisiko seperti saham teknologi, emas, hingga aset kripto telah mencatat lonjakan harga luar biasa. Ini dipicu oleh dimulainya pelonggaran kebijakan moneter oleh The Fed, yang menyuntikkan optimisme ke pasar.

Lebih lanjut, Fook menjelaskan bahwa pasar kini bergerak di bawah bayang-bayang dua kekuatan fundamental: kebijakan suku bunga rendah yang mendorong arus modal masuk ke aset berisiko, serta kekhawatiran fiskal Amerika Serikat yang terus membesar. Program fiskal “One Big Beautiful Bill” era pemerintahan Donald Trump dinilai telah memperburuk defisit, mendorong imbal hasil obligasi pemerintah jangka panjang naik, sekaligus melemahkan dolar AS.

“Dengan utang pemerintah AS yang kini melebihi 120% dari PDB, jelas bahwa pemerintahan membutuhkan suku bunga yang lebih rendah untuk membiayai biaya pelunasan utang raksasanya,” ungkap Fook dalam DBS CIO Kuartal IV-2025, Senin (13/10/2025). Kondisi ini, lanjutnya, berisiko menciptakan fenomena fiscal dominance—situasi di mana kebutuhan fiskal mulai mengarahkan kebijakan bank sentral.

Meskipun tekanan makroekonomi meningkat, Fook melihat optimisme pasar masih bertahan, terutama berkat dorongan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang dinilai mampu merevolusi struktur laba korporasi global. Namun demikian, Fook mengingatkan bahwa reli besar ini berdiri di atas fondasi yang rapuh. Ia menyoroti tiga risiko utama: konsentrasi berlebihan pada saham raksasa teknologi yang kini menyumbang 38% kapitalisasi S&P 500; valuasi pasar yang sudah mendekati level ekstrem; serta perlambatan pertumbuhan laba di luar sektor teknologi akibat tekanan tarif dan margin yang menyempit. “Besarnya investasi mereka di bidang AI mungkin tidak memberikan hasil sesuai ekspektasi, sehingga berpotensi menimbulkan koreksi pasar,” tambahnya.

Dalam pandangan Bank DBS, peluang kenaikan pasar masih terbuka, didukung oleh kombinasi pelonggaran moneter The Fed, kondisi ekonomi global yang relatif stabil, dan dorongan investasi modal terkait teknologi. Namun, strategi yang disarankan bukan lagi mengejar pertumbuhan semata, melainkan menyeimbangkan antara peluang dan perlindungan. “Strategi kami untuk investor adalah memanfaatkan reli ini sambil melindungi sisi bawah portofolio melalui diversifikasi,” jelas Hou Wey Fook.

Dari sisi aset, DBS menilai obligasi kini menawarkan prospek yang jauh lebih menarik dibanding saham. Selisih imbal hasil antara laba korporasi dan obligasi pemerintah AS yang menipis membuat investor beralih ke aset pendapatan tetap yang dianggap lebih defensif. Obligasi korporasi dengan kualitas investasi (A/BBB) menjadi pilihan utama karena menawarkan imbal hasil yang menarik di tengah tekanan inflasi dan ketidakpastian fiskal.

Sementara di pasar saham, DBS masih mempertahankan pandangan positif terhadap sektor teknologi AS dan saham Asia di luar Jepang. Pelemahan dolar AS dan potensi pelonggaran moneter di kawasan menjadi katalis bagi bursa Asia. “Kami memperkuat keyakinan kami terhadap teknologi AS didukung oleh momentum kinerja yang kuat dan menaikkan alokasi saham AS kami menjadi netral,” ujar Fook. Sebaliknya, DBS menurunkan pandangan terhadap saham Eropa dan Jepang menjadi netral hingga underweight karena potensi tekanan margin dari tarif dan penguatan mata uang masing-masing.

Selain itu, DBS juga mendorong peningkatan eksposur terhadap aset riil dan alternatif, seperti infrastruktur privat, emas, dan dana lindung nilai (hedge fund). Latar belakang pelonggaran fiskal dan moneter di AS dinilai dapat meningkatkan tekanan inflasi, menjadikan aset riil sebagai pelindung nilai yang efektif. DBS memperkirakan, harga emas dapat menembus US$4.450 per ons troi pada paruh pertama 2026, naik signifikan dari posisi saat ini yang telah menembus US$4.000 per ons troi.

DBS juga menekankan pentingnya aset alternatif seperti hedge fund dan saham swasta (private equity) untuk memperkuat stabilitas portofolio. Analisis internal menunjukkan bahwa portofolio campuran yang melibatkan aset privat semi-likuid dan hedge fund mampu mengungguli portofolio tradisional dalam jangka panjang, memberikan ketahanan di tengah gejolak pasar global.

Ringkasan

Memasuki kuartal IV-2025, pasar global diliputi ketidakpastian dengan valuasi aset berisiko yang mahal. Bank DBS menyarankan investor untuk berhati-hati dan menyeimbangkan peluang dengan perlindungan portofolio melalui diversifikasi. Pelonggaran moneter The Fed dan kekhawatiran fiskal AS menjadi dua kekuatan fundamental yang memengaruhi pasar.

DBS menilai obligasi kini lebih menarik daripada saham, merekomendasikan obligasi korporasi berkualitas investasi. Mereka mempertahankan pandangan positif terhadap sektor teknologi AS dan saham Asia di luar Jepang, serta mendorong peningkatan eksposur terhadap aset riil dan alternatif seperti emas dan hedge fund untuk memperkuat stabilitas portofolio di tengah gejolak pasar.

Leave a Comment