JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang signifikan, hampir 20 persen, per September 2025. Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menjelaskan bahwa merosotnya angka PNBP ini terutama disebabkan oleh dua faktor utama: pengalihan setoran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan melandainya harga komoditas global.
Data Kemenkeu menunjukkan, realisasi PNBP hingga 30 September mencapai Rp 344,9 triliun, atau 72,3 persen dari target outlook PNBP. Angka ini mengalami kontraksi sebesar 19,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp 430,3 triliun. Penurunan tersebut, sebagaimana diungkapkan Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10/2025), secara substansial dipengaruhi oleh perubahan kebijakan terkait dividen BUMN.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, dividen dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) yang sebelumnya menjadi salah satu komponen PNBP, kini resmi dialihkan penyetorannya kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Oleh karena itu, penerimaan dari KND untuk APBN per September 2025 dianggap telah mencapai 100 persen, meski nilainya sebesar Rp 11,8 triliun tidak lagi tercatat dalam PNBP yang masuk ke kas negara.
Selain KND, komponen PNBP lainnya meliputi penerimaan dari sumber daya alam (SDA) migas, SDA nonmigas, badan layanan umum (BLU), serta PNBP lainnya. Hingga September 2025, realisasi PNBP dari SDA migas tercatat sebesar Rp 73,3 triliun (64 persen dari outlook), SDA nonmigas Rp 86,3 triliun (74,7 persen dari outlook), PNBP lainnya Rp 103,3 triliun (76 persen dari outlook), dan BLU Rp 70,2 triliun (70,7 persen dari outlook).
Namun, penurunan PNBP tidak hanya disebabkan oleh pengalihan dividen BUMN. Faktor signifikan lainnya adalah fluktuasi harga komoditas global yang cenderung menurun. Suahasil Nazara menegaskan bahwa harga minyak yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya turut berdampak pada penerimaan negara yang berasal dari royalti maupun setoran SDA migas.
Realisasi PNBP dari sektor SDA secara keseluruhan masih mengalami kontraksi. Hingga September 2025, total PNBP SDA mencapai Rp 159,6 triliun, lebih rendah dari Rp 170,1 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penyebab utama penurunan ini adalah Indeks Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) yang merosot tajam. ICP tahun ini tercatat 69,54 dolar AS per barel, turun 13,5 persen dari realisasi tahun lalu yang mencapai 80,41 dolar AS per barel.
Di samping itu, lifting gas bumi mengalami sedikit penurunan 0,1 persen, dari 963 ribu barel per hari pada September 2024 menjadi 962 ribu barel per hari pada September 2025. Sebaliknya, lifting minyak bumi menunjukkan peningkatan tipis 1,9 persen, dari 579 ribu barel per hari menjadi 590 ribu barel per hari. Meskipun demikian, angka lifting minyak bumi ini masih di bawah asumsi APBN sebesar 605 ribu barel per hari, meskipun dalam satu-dua bulan terakhir mulai menunjukkan tren positif. Kemenkeu berharap capaian ini dapat dikejar pada akhir tahun.
Pelemahan nilai tukar rupiah juga menjadi sorotan. Per September 2025, nilai tukar rupiah berada di level Rp 16.346 per dolar AS, melemah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 15.896 per dolar AS. Kondisi ini, bersamaan dengan penurunan harga komoditas, turut memengaruhi penerimaan negara.
Tidak hanya sektor migas, komoditas minerba seperti batu bara juga mengalami tekanan. Harga Batu Bara Acuan (HBA) tahun 2025 tercatat 112,99 dolar AS per ton, turun 6,7 persen dari 121,07 dolar AS per ton pada tahun sebelumnya. Penurunan volume produksi batu bara sebesar 10,5 persen menjadi 564,78 juta ton (dari 631,27 juta ton pada 2024) semakin memperparah kondisi. Akibatnya, royalti batu bara juga anjlok 11,7 persen, dari Rp 57,5 triliun pada 2024 menjadi Rp 50,8 triliun pada 2025.
Suahasil Nazara menekankan bahwa dinamika harga komoditas dan volume produksi sumber daya alam memiliki dampak langsung dan signifikan terhadap pendapatan negara. Oleh karena itu, Kemenkeu terus-menerus memantau dan mengevaluasi setiap perkembangan guna memastikan stabilitas fiskal.