Harga Bitcoin Runtuh, Investor Ritel Pengepul Saham Emiten Kripto Rugi Rp281,46 Triliun

JAKARTA – Para investor ritel yang memborong saham emiten kripto dikabarkan menelan kerugian fantastis, diperkirakan mencapai US$17 miliar atau sekitar Rp281,46 triliun. Kerugian masif ini terjadi akibat anjloknya harga saham perusahaan-perusahaan treasury Bitcoin, termasuk Metaplanet dan Strategy milik Michael Saylor. Penurunan tajam ini merupakan imbas dari valuasi saham yang sebelumnya diperdagangkan jauh di atas nilai aset kripto yang sebenarnya mereka miliki.

Perusahaan treasury kripto, dalam konteks ini, adalah entitas yang mengalokasikan sebagian besar modalnya untuk mengakumulasi dan menyimpan aset kripto, khususnya Bitcoin, sebagai strategi investasi utama mereka. Daya tarik utama emiten jenis ini tak lain adalah potensi kenaikan harga aset kripto yang mereka genggam.

Menurut laporan riset terbaru dari 10X Research, yang dikutip Bloomberg pada Minggu (19/10/2025), lonjakan harga saham emiten pengumpul kripto yang tidak seimbang dengan nilai aset bersih (Net Asset Value – NAV) telah memicu terbentuknya gelembung valuasi. Ketika gelembung ini pecah dan harga saham terperosok, banyak investor individu akhirnya menanggung beban kerugian besar.

“Era keajaiban finansial telah berakhir bagi perusahaan treasury Bitcoin,” tulis analis 10X Research dalam laporan yang dirilis pada Jumat (18/10/2025), menandakan akhir dari periode keuntungan fantastis yang sebelumnya dinikmati.

Situasi ini diperparah dengan melemahnya harga Bitcoin pada perdagangan Sabtu (18/10/2025) waktu New York. Berdasarkan data Bloomberg pukul 22.45 waktu setempat (EDT), nilai Bitcoin tercatat di level US$106.888,93 per keping, turun tipis 0,17% atau US$182,48 dari perdagangan sebelumnya. Padahal, Bitcoin sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di US$126.080 pada 6 Oktober 2025 lalu.

Laporan yang berjudul ‘After the Magic: How Bitcoin Treasury Firms Must Evolve Beyond NAV Illusions‘ ini mengungkapkan bahwa investor ritel kehilangan sekitar US$17 miliar, sementara pemegang saham baru membayar lebih untuk eksposur Bitcoin sekitar US$20 miliar. Sebagai gambaran, saham Strategy kini hanya diperdagangkan 1,4 kali lipat dari nilai Bitcoin yang dimilikinya, jauh menurun dari premi sebelumnya yang bisa mencapai tiga hingga empat kali lipat.

Strategi bisnis perusahaan treasury Bitcoin pada umumnya cukup sederhana: menjual saham dengan harga premium terhadap nilai aset bersih, lalu menggunakan dana hasil penjualan untuk membeli lebih banyak Bitcoin. Namun, pola ini kini menjadi bumerang. Contoh nyata terlihat pada Metaplanet; dari investasi awal senilai US$1 miliar, nilai pasar perusahaan sempat melonjak hingga US$8 miliar sebelum anjlok ke US$3,1 miliar, meskipun perusahaan masih memegang Bitcoin senilai US$3,3 miliar.

“Dalam prosesnya, para pemegang saham kehilangan nilai sebesar US$4,9 miliar, sementara perusahaan berhasil mengumpulkan Bitcoin senilai US$2,3 miliar,” demikian bunyi laporan tersebut, menyoroti ketidakseimbangan yang merugikan investor.

10X Research menilai bahwa kompresi antara nilai pasar dan harga saham ini menjadi sinyal peringatan yang jelas bagi model bisnis semacam itu. Laporan tersebut menyarankan agar perusahaan treasury Bitcoin beralih ke model yang lebih menyerupai manajer aset, ketimbang sekadar menjual eksposur Bitcoin dengan nilai aset bersih yang digelembungkan.

Meski adaptasi terhadap model bisnis yang lebih rasional ini mungkin membatasi potensi kenaikan nilai Bitcoin, langkah ini disebut akan menjadi kunci keberlangsungan perusahaan-perusahaan tersebut di masa depan. “Perusahaan treasury Bitcoin yang lebih cerdas akan tetap mampu menghasilkan laba tahunan sebesar 15–20%,” pungkas para peneliti, memberikan optimisme terbatas di tengah tantangan yang ada.

Leave a Comment