Muamalat.co.id JAKARTA. PT Acset Indonusa Tbk (ACST) membukukan rugi bersih sebesar Rp 31,82 miliar pada semester I 2025. Kerugian ini terjadi di tengah sorotan publik atas kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Layang MBZ yang turut menyeret nama Acset.
Mengacu pada laporan keuangan terbaru perusahaan, kerugian bersih Acset Indonusa pada paruh pertama tahun 2025 sebenarnya menunjukkan penurunan signifikan. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kerugian Rp 135,98 miliar yang dicatatkan pada periode yang sama di tahun 2024.

Menariknya, kerugian yang dialami ACST ini terjadi di saat perusahaan berhasil meningkatkan pendapatannya. Pendapatan bersih ACST tercatat sebesar Rp 1,21 triliun per semester I 2025, melonjak 7,68% secara tahunan (year on year/YoY) dari Rp 1,13 triliun pada periode sebelumnya.
Meskipun pendapatan meningkat, beban pokok pendapatan ACST yang mencapai Rp 1,11 triliun per Juni 2025 menyisakan laba kotor hanya sebesar Rp 100,08 miliar. Akibat berbagai beban lainnya, rugi periode berjalan ACST tercatat Rp 22,94 miliar untuk periode ini, sebuah perbaikan drastis dari rugi Rp 139,69 miliar per Juni 2024.
Sebagai konsekuensinya, rugi per saham dasar ACST menyusut menjadi Rp 2 pada akhir Juni 2025, dari sebelumnya Rp 11 pada periode yang sama tahun lalu.
Acset Indonusa (ACST) Dapat Guyuran Modal dari United Tractors (UNTR), Cek Prospeknya
Kondisi keuangan perusahaan juga menunjukkan beberapa pergeseran pada neraca. Per 30 Juni 2025, total aset ACST tercatat Rp 2,56 triliun, menurun dari Rp 2,81 triliun per 31 Desember 2024. Sementara itu, jumlah liabilitas perseroan juga mengalami penurunan menjadi Rp 2,22 triliun di akhir Juni 2025, dari Rp 2,95 triliun di akhir Desember 2024.
Dalam sisi ekuitas, ACST berhasil membalikkan keadaan dari defisiensi ekuitas sebesar Rp 140,99 miliar pada akhir tahun 2024 menjadi ekuitas positif Rp 335,66 miliar di semester I 2025. Namun, kas dan setara kas akhir periode tercatat Rp 338,17 miliar di akhir Juni 2025, sedikit menurun dari Rp 343,13 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Terkait dengan kasus hukum yang sedang berjalan, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) kini menghadapi status tersangka korporasi. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan ACST sebagai salah satu pihak yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated, atau yang dikenal sebagai Tol MBZ.
Corporate Secretary ACST, Kadek Ratih Paramita A, menjelaskan bahwa pada tanggal 3 Juni 2025, perseroan telah menerima surat pemberitahuan resmi dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Surat tersebut menegaskan penetapan perusahaan sebagai tersangka korporasi dalam proyek pembangunan jalan tol tersebut.
Kadek juga menambahkan bahwa proyek pembangunan jalan tol ini merupakan proyek yang dilaksanakan oleh perseroan di bawah skema joint operation (JO) bersama PT Waskita Karya Tbk (WSKT), di mana WSKT bertindak sebagai pemimpin JO. Mengingat proses hukum yang masih berlangsung, Kadek menyatakan bahwa ACST tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut untuk menghormati jalannya proses hukum tersebut.
Meskipun demikian, ACST menegaskan komitmennya untuk bersikap kooperatif dalam setiap tahapan proses hukum yang sedang berjalan. “Saat ini perseroan tetap menjalankan kegiatan usahanya secara normal dan senantiasa berkomitmen pada prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance), serta mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia,” tegas Kadek.
Ringkasan
PT Acset Indonusa Tbk (ACST) mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 31,82 miliar pada semester I 2025, meskipun pendapatan bersih meningkat 7,68% menjadi Rp 1,21 triliun. Kerugian ini terjadi di tengah sorotan kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Layang MBZ yang menyeret nama Acset, dimana perusahaan kini berstatus tersangka korporasi oleh Kejaksaan Agung.
Meskipun merugi, ACST menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan penurunan signifikan dari rugi Rp 135,98 miliar. Perusahaan berhasil membalikkan defisiensi ekuitas menjadi ekuitas positif Rp 335,66 miliar, dan menegaskan komitmennya untuk kooperatif dalam proses hukum serta menjalankan kegiatan usaha secara normal dengan tata kelola yang baik.