KMuamalat.co.id JAKARTA. Laporan keuangan hingga September 2025 menunjukkan performa yang beragam di kalangan emiten rumah sakit, mencerminkan dinamika sektor kesehatan di Indonesia. Fluktuasi kinerja ini menjadi sorotan investor seiring dengan berbagai faktor yang memengaruhinya, mulai dari pengelolaan biaya hingga strategi ekspansi.
Salah satu yang menonjol adalah PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA). Emiten unggulan ini berhasil mencatatkan peningkatan laba bersih yang signifikan, mencapai Rp 1,01 triliun hingga September 2025. Angka ini merefleksikan pertumbuhan tahunan (YoY) sebesar 16,50% dari Rp 872,88 miliar di periode sebelumnya. Sejalan dengan kenaikan laba, pendapatan MIKA juga tumbuh solid 9,98% YoY, dari Rp 3,61 triliun menjadi Rp 3,98 triliun.
Aditya Widjaja, Head of Investor Relations MIKA, mengungkapkan bahwa pertumbuhan impresif ini utamanya didorong oleh peningkatan volume pasien swasta. Kontribusi signifikan juga datang dari layanan-layanan unggulan yang semakin intensif, seperti minimal invasive cardiac surgery (MICS), onkologi, bedah robotik ortopedi, dan bedah saraf minimal invasif. Tidak hanya itu, strategi ekspansi MIKA melalui pembukaan rumah sakit baru juga menjadi pilar pertumbuhan. Bulan ini, MIKA dijadwalkan meresmikan satu RS Mitra Keluarga berkapasitas 200 tempat tidur di Sidoarjo, Jawa Timur, dengan dua RS lainnya yang masih dalam tahap konstruksi dan direncanakan beroperasi pada tahun 2026.
Emiten Rumah Sakit Rajin Akuisisi, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya
Senada dengan MIKA, PT Siloam Hospitals International Tbk (SILO) turut membukukan kenaikan laba bersih sebesar 19,91% YoY, mencapai Rp 761,34 miliar dari sebelumnya Rp 634,88 miliar. Kenaikan ini didukung oleh peningkatan pendapatan SILO sebesar 3,31% YoY menjadi Rp 9,42 triliun, terutama berkat kontribusi dari segmen rawat jalan yang mencapai Rp 4,39 triliun. Namun, ada dinamika menarik dalam operasional SILO. Presiden Direktur SILO, David Utama, menjelaskan bahwa meski jumlah tempat tidur operasional meningkat 5,6% YoY menjadi 4.326, tingkat okupansi justru mengalami penurunan 4,8% YoY menjadi 62,8%, dari 67,7% di tahun sebelumnya. Penurunan okupansi ini disebabkan oleh berkurangnya total pasien rawat inap sebesar 4,2% YoY menjadi 234.724, serta penurunan hari pasien menginap 2,3% YoY menjadi 742.102.
Emiten Rumah Sakit dan Farmasi Terdampak Kenaikan Iuran BPJS, Cek Rekomendasi Analis
Berbeda dengan performa positif MIKA dan SILO, beberapa emiten rumah sakit lainnya menghadapi tantangan yang lebih besar. PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), misalnya, mencatatkan penurunan laba bersih yang substansial, anjlok 23,95% YoY dari Rp 468,16 miliar menjadi Rp 356,01 miliar. Meskipun demikian, pendapatan HEAL masih menunjukkan pertumbuhan 5,20% YoY, naik dari Rp 5,02 triliun menjadi Rp 5,28 triliun. Situasi serupa dialami oleh PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) yang membukukan kerugian sebesar Rp 88,46 miliar hingga September 2025. Uniknya, pendapatan SRAJ tetap tumbuh 8,82% menjadi Rp 1,87 triliun dari Rp 1,72 triliun di kuartal III-2024. Senada, PT Kedoya Adyaraya Tbk (RSGK) melaporkan penurunan laba bersih 17,45% YoY menjadi Rp 27,71 miliar, sementara pendapatannya berhasil meningkat 2,26% YoY mencapai Rp 342,06 miliar.
Menganalisis disparitas kinerja ini, Abdul Azis Setyo Wibowo, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, menyoroti perbedaan strategi pengelolaan biaya di antara emiten rumah sakit. Azis mengidentifikasi peningkatan signifikan pada cost of goods sold (COGS) atau biaya pokok penjualan serta biaya operasional lainnya di RSGK dan SRAJ sebagai penyebab utama penurunan bottom line kedua perusahaan tersebut. Di sisi lain, Azis juga mencatat bahwa peningkatan intensitas musim hujan turut menjadi faktor pendorong kenaikan pendapatan secara keseluruhan, karena memicu peningkatan kunjungan pasien ke rumah sakit.
Emiten Rumah Sakit Hadapi Tantangan Jangka Pendek, Begini Rekomendasi Analis
Lebih lanjut, Abida Massi Armand, Fundamental Analyst BRI Danareksa Sekuritas, mengidentifikasi dua pendorong utama kinerja emiten rumah sakit: pemulihan volume pasien dan efisiensi biaya struktural. Ia mengamati bahwa MIKA dan HEAL menunjukkan operating leverage positif, yang berarti kenaikan volume pasien secara proporsional mendorong pendapatan lebih cepat dibandingkan biaya operasional. Efisiensi ini didukung oleh sistem manajemen terintegrasi yang diterapkan HEAL untuk administrasi dan operasional, serta fokus MIKA pada pasien privat yang menjamin tarif lebih tinggi dan pembayaran lebih cepat. Abida menambahkan bahwa investor cenderung menghargai model bisnis yang mengutamakan keseimbangan finansial, berbeda dengan ekspansi agresif yang belum tentu menjamin return jangka pendek, menggambarkan adanya pemisahan antara pemain mapan dan yang sedang berekspansi di sektor rumah sakit.
Melihat ke depan, prospek kinerja rumah sakit diproyeksikan tetap positif untuk jangka menengah hingga panjang, menurut Abida. Katalis utama akan berasal dari pertumbuhan populasi, peningkatan prevalensi penyakit kronis, dan kebutuhan yang terus meningkat akan layanan kesehatan premium. Pemulihan volume pasien dan inisiatif digitalisasi operasional juga akan menjadi kunci dalam meningkatkan margin keuntungan dan efisiensi. Selain itu, rumah sakit baru yang dibangun pada periode 2024–2025 diperkirakan akan mulai memasuki fase produktif penuh pada tahun 2026, menciptakan leverage operasional yang semakin menguntungkan.
Kendati demikian, Abida juga mewanti-wanti adanya risiko signifikan yang perlu diwaspadai, yaitu implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dan solvabilitas BPJS Kesehatan. Ia menjelaskan, KRIS berpotensi mendorong efisiensi pelayanan dan kenaikan tarif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), namun di sisi lain dapat menambah tekanan belanja modal bagi emiten rumah sakit dengan keterbatasan modal. Secara agregat, sektor rumah sakit diproyeksikan akan menunjukkan pertumbuhan moderat sepanjang tahun penuh (FY) 2025, dengan potensi percepatan pada FY 2026, didorong oleh kenaikan tarif KRIS dan optimalisasi utilitas dari rumah sakit baru.
Mengacu pada valuasi, Azis berpendapat bahwa harga saham MIKA saat ini belum sepenuhnya merefleksikan fundamentalnya yang kuat. Dengan Price to Earnings Ratio (PER) 28,34 kali, yang masih di bawah rata-rata historis lima tahun di 36,91 kali, ia merekomendasikan beli MIKA dengan target harga Rp 2.800. Sementara itu, Abida Massi Armand juga membagikan rekomendasi saham rumah sakit, merekomendasikan beli HEAL dengan target harga Rp 1.950, beli MIKA dengan target Rp 3.200, dan beli SILO dengan target Rp 2.600.
Ringkasan
Laporan keuangan emiten rumah sakit hingga September 2025 menunjukkan kinerja beragam. Beberapa emiten seperti MIKA dan SILO mencatatkan peningkatan laba bersih yang signifikan didorong oleh pertumbuhan pendapatan dan efisiensi operasional. MIKA bahkan berencana untuk terus melakukan ekspansi dengan membuka rumah sakit baru.
Namun, emiten lain seperti HEAL, SRAJ, dan RSGK mengalami penurunan laba bersih meskipun pendapatan masih tumbuh. Hal ini disebabkan oleh peningkatan biaya pokok penjualan dan biaya operasional. Prospek sektor rumah sakit tetap positif dalam jangka panjang, tetapi implementasi KRIS dan solvabilitas BPJS Kesehatan menjadi risiko yang perlu diwaspadai. Analis merekomendasikan beli untuk saham MIKA, HEAL, dan SILO.