Muamalat.co.id – JAKARTA. Kinerja emiten sektor telekomunikasi mencatat hasil yang beragam sepanjang Januari – September 2025. Rata-rata pendapatan per pengguna atau Average Revenue Per User (ARPU) menjadi salah satu indikator penentu kinerja sektor ini kedepannya.
Muhammad Thoriq Fadilla, Research Analyst Bumiputera Sekuritas mengatakan, potensi pertumbuhan ARPU pada awal tahun 2026 memang ada. Namun sifatnya sangat terkondisi dan tidak dapat dianggap otomatis. Beberapa faktor mendukung peluang kenaikan ARPU seperti pergeseran pelanggan ke paket data dan layanan premium misalnya streaming, gaming, hingga layanan cloud yang secara alami memiliki nilai tambah lebih tinggi.
“Keberhasilan operator besar dalam menaikkan tarif atau menawarkan paket konvergen juga dapat menjadi katalis positif. Monetisasi layanan digital pun berperan besar, di mana pendapatan dari layanan digital terbukti mampu memperkuat ARPU,” ujar Thoriq kepada Kontan, Jumat (12/12/2025).
Namun, di sisi lain, Thoriq menilai terdapat beberapa faktor yang bisa menghambat pertumbuhan ARPU. Kompetisi harga yang masih ketat, terutama jika proses merger di industri belum menghasilkan konsolidasi kompetisi yang nyata, berpotensi menekan kemampuan operator untuk menaikkan tarif.
Persaingan Bisnis Semakin Tinggi, Simak Rekomendasi Saham Sektor Telekomunikasi
“Tekanan daya beli masyarakat juga menjadi variabel penting, karena operator mungkin perlu menahan kenaikan harga untuk menjaga pangsa pasar,” ucap dia.
Thoriq menambahkan, beberapa riset sektoral mencatat bahwa pada semester I – 2025 masih terdapat operator yang mencatat penurunan ARPU secara tahunan. Ini menandakan bahwa dinamika pasar belum sepenuhnya mendukung kenaikan ARPU yang berkelanjutan.
“Dengan demikian, menurut saya proyeksi kenaikan ARPU awal 2026 tetap realistis, tetapi sangat bergantung pada kemampuan operator mengelola strategi harga, memperkuat penetrasi layanan digital, dan menjaga kualitas jaringan tanpa terjebak dalam perang tarif yang berlebihan,” terang Thoriq.
Abida Massi Armand, Analis BRI Danareksa Sekuritas mengatakan, ada potensi pertumbuhan ARPU yang lebih baik pada awal tahun. Ini didorong kombinasi price repair PT Indosat Tbk (ISAT), integrasi jaringan PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL) yang meningkatkan kualitas sehingga membuka ruang ARPU re-rating terutama dari basis Smartfren yang rendah , serta stabilitas harga Telkomsel. ISAT sendiri memproyeksikan kenaikan ARPU naik 1,6% secara year on year (yoy) di tahun 2026 dengan yield mulai normalisasi setelah kenaikan harga kuartal IV – 2025.
“Dengan kompetisi yang semakin rasional dan monetisasi berbasis AI/personalization, potensi ARPU untuk sektor secara umum berada pada tren meningkat,” kata Abida.
Managing Director Research dan Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su melihat tantangan yang dihadapi sektor telekomunikasi adalah potensi turunnya harga pada fixed broadband (FBB) akibat dari kemunculan internet murah dan pelemahan purchasing power/daya beli. Sebab itu, sentimen yang perlu dicermati untuk menilai kinerja sektor telekomunikasi antara lain perbaikan kondisi ekonomi dan tren ARPU.
“Ada potensi pertumbuhan ARPU pada awal tahun 2026, kami ekspektasi sedikit kenaikan (low single digit),” ucap Harry.
Abida merekomendasikan buy saham TLKM dengan target harga Rp 3.500 per saham, buy saham ISAT dengan target harga Rp 3.000 per saham, dan buy saham EXCL dengan target harga Rp 4.100 per saham.
Thoriq merekomendasikan buy saham TLKM dan ISAT dengan target harga masing – masing Rp 3.720 per saham dan Rp 2.500 per saham. Sementara Harry Su merekomendasikan hold saham TLKM dengan target harga Rp 3.700 per saham, buy saham PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) dengan target harga Rp 5.200 per saham, dan buy saham PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) dengan target harga Rp 1.350 per saham.
Prospek Saham Prodia (PRDA) 2026 Menjanjikan, Ini Kata Analis