KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kebijakan insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor perumahan dipastikan akan terus berlanjut hingga tahun 2026. Keputusan ini disambut sebagai angin segar, terutama bagi emiten ritel di sektor bahan bangunan, seperti PT Avia Avian Tbk (AVIA).
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menilai bahwa insentif pajak yang diberikan pemerintah ini berpotensi besar untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap properti. Hal ini secara langsung akan berimbbas positif pada kenaikan volume penjualan AVIA. Menurut Indy, AVIA akan merasakan multiplier effect yang signifikan dari pertumbuhan sektor properti.
Meskipun sentimen positif ini menyelimuti, pelaku pasar tetap disarankan untuk mencermati beberapa faktor penting. Salah satunya adalah daya beli masyarakat yang bisa terpengaruh oleh tren suku bunga acuan. Selain itu, kinerja AVIA juga sensitif terhadap fluktuasi kurs mata uang asing, mengingat sebagian besar bahan baku produknya masih bergantung pada impor, sementara potensi ekspornya masih relatif terbatas.
Secara terpisah, Praktisi Pasar Modal sekaligus Founder WH-Project, William Hartanto, juga melihat insentif pajak ini sebagai sentimen positif bagi AVIA. Namun, ia menekankan bahwa kebijakan ini sejatinya hanya perpanjangan aturan yang sudah ada, bukan perubahan fundamental yang bisa mengerek kinerja perusahaan secara drastis. William berpendapat bahwa performa emiten cat sangat bergantung pada tingkat kebutuhan cat di pasar, yang salah satunya ditentukan oleh jumlah pembangunan rumah baru. Jika program pembangunan 3 juta rumah dapat terealisasi, kebutuhan terhadap produk AVIA akan melonjak tinggi, dan ini akan menjadi sentimen yang sangat positif.
Rekomendasi Saham AVIA
William Hartanto menilai valuasi saham AVIA saat ini cukup menarik untuk dicermati. Ia merekomendasikan strategi buy on weakness pada area harga Rp 400-Rp 416 per saham. Sementara itu, Indy Naila meninjau valuasi AVIA dari sisi Price Earning Ratio (PER) yang berada di level 16,78 kali, angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata industri, sehingga saham ini dinilai relatif murah. Indy menyarankan strategi wait and see saham AVIA dengan target harga Rp 470 per saham.
Dukungan terhadap potensi AVIA juga terlihat dari laporan keuangannya. Pada semester I-2025, AVIA melanjutkan tren pertumbuhan positif dengan membukukan penjualan sebesar Rp 3,88 triliun, meningkat 7,3% secara year on year (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selama periode tersebut, marjin keuntungan AVIA tetap terjaga stabil, dengan marjin laba kotor mencapai 43,1%, marjin EBITDA 25,6%, dan marjin laba bersih sebesar 20,1%.
Ringkasan
Kebijakan insentif PPN DTP untuk sektor perumahan hingga 2026 menjadi angin segar bagi emiten bahan bangunan seperti AVIA. Insentif ini berpotensi meningkatkan minat masyarakat terhadap properti, yang berdampak positif pada volume penjualan AVIA. Meski demikian, daya beli masyarakat dan fluktuasi kurs mata uang asing perlu diperhatikan.
Analis merekomendasikan strategi buy on weakness dan wait and see untuk saham AVIA, dengan target harga yang berbeda. Kinerja AVIA pada semester I-2025 menunjukkan pertumbuhan positif dengan penjualan Rp 3,88 triliun, meningkat 7,3% YoY, serta marjin keuntungan yang stabil.