
Muamalat.co.id Untuk meringankan beban biaya program ekonomi kerakyatan, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah telah menyepakati skema pembagian beban bunga. Keputusan ini diambil sebagai respons atas kondisi pertumbuhan ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil, serta kapasitas perekonomian domestik yang belum termanfaatkan secara optimal.
Ramdan Denny Prakoso, selaku Kepala Departemen Komunikasi BI, menjelaskan bahwa arah kebijakan moneter bank sentral tetap berfokus pada upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, tanpa mengesampingkan prioritas utama menjaga stabilitas makroekonomi secara keseluruhan.
Mekanisme pembagian beban bunga ini akan direalisasikan melalui pembagian rata biaya bunga yang timbul dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk dua program prioritas nasional, yakni program perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
Denny melanjutkan, perhitungan beban bunga tersebut akan dilakukan setelah dikurangi dengan penerimaan yang diperoleh dari penempatan dana pemerintah untuk kedua program tersebut di berbagai lembaga keuangan domestik. Pernyataan ini disampaikan pada Kamis (4/9).
Jika Anda Ingin Anak-anak Sukses, Ajarkan 8 Keterampilan Ini Sejak Dini
Secara operasional, pembagian beban ini diwujudkan dalam bentuk pemberian tambahan bunga oleh BI ke rekening pemerintah yang tersimpan di bank sentral. Hal ini selaras dengan peran fundamental BI sebagai pemegang kas pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang BI Nomor 23 Tahun 1999.
Aturan tersebut, terang Denny, telah mengalami pembaruan terakhir melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) juncto Pasal 22, serta konsisten dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Ini menegaskan landasan hukum yang kuat bagi skema pembagian beban ini.
Lebih lanjut, Denny menegaskan bahwa besaran tambahan beban bunga yang diberikan BI kepada pemerintah akan senantiasa dijaga konsistensinya dengan program moneter yang sedang berjalan. Tujuannya jelas, yaitu untuk memastikan stabilitas perekonomian tetap terjaga sekaligus menciptakan sinergi guna memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintah. Dengan demikian, diharapkan dapat lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban masyarakat.
Dalam mengambil setiap kebijakan, BI secara cermat mempertimbangkan agar inflasi tetap berada dalam rentang terkendali, sesuai dengan target yang ditetapkan sebesar 2,5 plus-minus 1 persen. Selain itu, nilai tukar rupiah juga diperkirakan akan tetap stabil, sejalan dengan fundamental ekonomi yang mendukung pencapaian sasaran inflasi tersebut,” jelas Denny.
Golkar Sebut Sikap Presiden Prabowo Atasi Demonstrasi Kedepankan Persatuan Nasional
Sebagai bagian dari bauran kebijakan moneter, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan secara kumulatif sebesar 125 basis poin (bps) sejak September 2024, yang merupakan level terendah sejak tahun 2022. Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat melalui intervensi di pasar luar negeri dengan instrumen non-deliverable forward (NDF), serta intervensi di pasar domestik melalui pasar spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Di samping itu, BI juga aktif melakukan ekspansi likuiditas dalam perekonomian. Hal ini tercermin dari penurunan posisi instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp 923 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp 715 triliun per akhir Agustus 2025. Selain itu, hingga akhir Agustus 2025, BI telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai total Rp 200 triliun, yang mencakup pembelian di pasar sekunder serta partisipasi dalam program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp 150 triliun.
Denny menjelaskan bahwa bauran kebijakan moneter ini akan terus disinergikan secara erat dengan kebijakan fiskal pemerintah. Sinergi ini mencakup pembelian SBN di pasar sekunder serta penerapan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang hingga 31 Agustus 2025 telah mencapai Rp 384 triliun. Lebih jauh, kebijakan digitalisasi sistem pembayaran juga terus diakselerasi untuk efisiensi dan inklusi keuangan.
Sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter ini, yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, akan senantiasa berlandaskan pada prinsip kehati-hatian, serta disiplin dan integritas pasar. Implementasinya tetap mengacu pada kaidah kebijakan moneter yang berhati-hati untuk menjaga kepercayaan investor dan pelaku pasar.
Denny menutup penjelasannya dengan menegaskan bahwa setiap pembelian SBN di pasar sekunder oleh BI akan selalu dilakukan secara terukur, transparan, dan konsisten. Hal ini merupakan bagian integral dari upaya menjaga stabilitas perekonomian serta mempertahankan kredibilitas kebijakan moneter di mata publik dan pasar,” pungkasnya.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) dan pemerintah menyepakati skema pembagian beban bunga untuk program ekonomi kerakyatan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Kebijakan ini diambil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Pembagian beban bunga dilakukan melalui tambahan bunga oleh BI ke rekening pemerintah yang tersimpan di bank sentral, sesuai dengan Undang-Undang BI dan Perbendaharaan Negara.
BI memastikan bahwa besaran tambahan beban bunga konsisten dengan program moneter yang berjalan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memberikan ruang fiskal bagi pemerintah. Bauran kebijakan moneter ini, termasuk penurunan suku bunga acuan dan stabilisasi nilai tukar rupiah, disinergikan dengan kebijakan fiskal pemerintah. Sinergi ini berlandaskan pada prinsip kehati-hatian, disiplin, dan integritas pasar, serta dilakukan secara terukur, transparan, dan konsisten untuk menjaga kredibilitas kebijakan moneter.