BI Gebrak Pasar: Insentif Baru Kredit Murah, Ini Bocorannya!

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) secara resmi memperkuat insentif kebijakan makroprudensial (KLM) guna memacu pertumbuhan kredit dan mempercepat transmisi penurunan suku bunga perbankan, selaras dengan arah kebijakan moneter. Penguatan insentif ini dijadwalkan mulai berlaku efektif pada 1 Desember 2025.

Irman Robinson, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, menjelaskan bahwa penguatan insentif KLM ini akan diimplementasikan melalui dua skema utama. Skema pertama adalah jalur kredit atau pembiayaan, yang dikenal sebagai lending channel. Irman merinci bahwa skema lending channel ini dirancang khusus untuk memberikan ruang likuiditas yang lebih luas kepada perbankan, sehingga mereka dapat menyalurkan kredit sesuai dengan komitmen pertumbuhan yang telah ditetapkan.

BI mencatat pertumbuhan kredit tahunan pada September 2025 mencapai 7,7%. Namun, Bank Sentral menegaskan belum sepenuhnya puas dengan realisasi pertumbuhan kredit tersebut, sehingga diperlukan dorongan lebih lanjut untuk mencapai target yang lebih ambisius.

“Saat ini kami tengah memikirkan bagaimana cara mendorong pertumbuhan kredit agar lebih kuat. Tentunya, bank-bank sudah memiliki komitmen pertumbuhan kredit dalam rencana bisnis kuartalan mereka. Insentif ini kami berikan berdasarkan komitmen tersebut,” ujar Irman dalam agenda Pelatihan Wartawan BI di Bukittinggi, Jumat (24/10/2025).

Ia melanjutkan, insentif akan diberikan secara upfront atau di muka, berdasarkan laporan komitmen penyaluran kredit yang disampaikan oleh masing-masing bank. Pendekatan ini merupakan sebuah forward-looking assessment, di mana BI terlebih dahulu memberikan dukungan likuiditas untuk membantu perbankan mencapai target pertumbuhan kredit yang telah direncanakan sebelumnya.

Meski demikian, terdapat mekanisme penyesuaian. Apabila realisasi penyaluran kredit pada akhirnya tidak sesuai dengan komitmen awal yang telah disepakati, BI akan melakukan penyesuaian insentif pada kuartal berikutnya.

Irman menegaskan bahwa tujuan fundamental dari kebijakan ini adalah untuk memastikan perbankan memiliki ketersediaan likuiditas yang memadai guna menopang ekspansi kredit. Prioritas utama diberikan kepada bank-bank yang masih memiliki ruang risiko dan kapasitas kuat untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor produktif yang vital bagi perekonomian.

Insentif melalui jalur lending channel ini secara spesifik diarahkan untuk penyaluran kredit ke empat sektor prioritas utama, dengan total maksimal KLM yang dapat diterima mencapai 5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Rincian alokasi insentif tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Penyaluran kredit ke sektor Pertanian, Industri & Hilirisasi akan mendapatkan KLM sebesar 1,5%.
  2. Penyaluran kredit ke sektor Jasa (termasuk ekonomi kreatif) akan mendapatkan KLM sebesar 0,6%.
  3. Penyaluran kredit ke sektor Perumahan akan mendapatkan KLM sebesar 1,4%.
  4. Penyaluran kredit ke sektor UMKM, Koperasi, Inklusi Keuangan, dan Berkelanjutan akan mendapatkan KLM sebesar 1,5%.

Skema kedua, selain melalui jalur lending channel, BI juga memperkenalkan insentif tambahan melalui jalur transmisi suku bunga, atau yang disebut sebagai interest rate channel. Irman menjelaskan bahwa transmisi penurunan suku bunga kebijakan atau BI-Rate ke suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat, menjadi perhatian utama Bank Sentral.

Dalam kurun waktu setahun terakhir, Bank Sentral telah memangkas BI-Rate secara signifikan sebesar 150 basis poin (bps), dari 6,25% menjadi 4,75%. Ironisnya, di sisi lain, suku bunga kredit perbankan baru menunjukkan penurunan tipis sebesar 15 bps sejak awal tahun 2025, mencapai 9,05% pada September lalu.

“Tentu saja, kami ingin mendorong agar transmisi ini bisa berlangsung lebih cepat. Oleh karena itu, kami akan memberikan apresiasi dan insentif yang lebih besar kepada bank-bank yang lebih sigap dalam menyesuaikan suku bunga kredit mereka sejalan dengan arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia,” tegas Irman.

Skema insentif ini dihitung berdasarkan elastisitas suku bunga kredit terhadap BI-Rate. Adapun perhitungan elastisitas tersebut menggunakan formula: Elastisitas = (% Perubahan Lending Rate) / (% Perubahan BI Rate). Insentif ini akan diberikan kepada bank yang menunjukkan respons cepat dan efektif dalam menyesuaikan suku bunga kreditnya seiring dengan perubahan BI-Rate.

Dengan demikian, dari kedua jalur insentif tersebut, perbankan berpotensi menerima total insentif KLM maksimal hingga 5,5% dari DPK. Angka ini merupakan kombinasi dari potensi 5% dari skema lending channel dan potensi tambahan 0,5% dari skema interest rate channel.

Sebagai ilustrasi, jika Bank A berhasil mendapatkan total insentif KLM sebesar 5,5%, dan bank tersebut memiliki DPK sebanyak Rp100 triliun, maka BI akan mengembalikan sejumlah Rp5,5 triliun (5,5% dari DPK). Pengembalian dana ini berasal dari Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib disimpan oleh Bank A di Bank Indonesia. “Tentunya, ini akan sangat membantu likuiditas perbankan untuk dapat menyalurkan kredit secara optimal ke depan,” pungkas Irman.

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) memperkuat insentif Kebijakan Makroprudensial (KLM) yang akan berlaku efektif 1 Desember 2025 untuk mendorong pertumbuhan kredit dan mempercepat transmisi penurunan suku bunga perbankan. Insentif diberikan melalui dua skema utama: lending channel untuk memberikan likuiditas lebih luas kepada perbankan berdasarkan komitmen pertumbuhan kredit, dan interest rate channel untuk mendorong bank menurunkan suku bunga kredit sesuai dengan penurunan BI-Rate.

Melalui lending channel, insentif diberikan untuk penyaluran kredit ke sektor Pertanian, Industri & Hilirisasi, Jasa, Perumahan, dan UMKM dengan total maksimal KLM 5% dari DPK. Sementara itu, melalui interest rate channel, insentif diberikan berdasarkan elastisitas suku bunga kredit terhadap BI-Rate, dengan potensi tambahan 0,5% dari DPK, sehingga total insentif KLM maksimal mencapai 5,5% dari DPK.

Leave a Comment